Nah, bagaimana buah pemikiran Soekarno tentang pancasila? dapat di pahami dalam butir-butir garis besar filosofisnya yang terangkum secara gamblang pada uraian dibawah ini!Â
Secara garis besar pemikiran filosofis Soekarno mengenai pancasila, sebagaimana dalam buku pendidikan kewarganegaraan yang disusun tim nasional dosen pendidikan kewarganegaraan, Sk. Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 43/DIKTI/Kep./2006. Bahwa poin-poin pemikiran Soekarno, antara lain :
1. Wawasan kebangsaan, yang teristimewa dalam pengkhususan sebagai filsafat persatuan.
Pernyataan ini tampak dalam pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 : "Kita hendak mendirikan suatu negara, 'semua buat semua'. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi.Â
Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah: dasar pertama yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia ialah dasar kebangsaan.
Obsesi Soekarno untuk persatuan bangsa amat mencolok sampai-sampai demi persatuan itu mencanangkan nasakom dalam rezim orde lama; betapa pun menurut Ruslan Abdulgani, nasakom merupakan taktik perjuangan mempersatukan potensi bangsa dalam menghadapi nekolim khususnya di tengah-tengah merebut kembali Irian Barat.
2. Erat kaitannya dengan wawasan kebangsaan, itu adalah jelas bahwa Soekarno adalah penganut dan pejuang nasionalisme.Â
Dalam hubungannya dengan konsep nasakom, patut di kutif penegasan Bung Karno yang menolak tuduhan barat bahwa ia adalah komunis, seperti diungkapkan dalam otobiografinya : "pertanyaan lain yang sering diajukan ialah apakah Soekarno seorang komunis?... orang komunis menginginkan satu bangsa di dunia.Â
Mereka meniadakan nasionalisme untuk kepentingan internasional. Soekarno adalah seorang nasionalis revolusioner. Seorang ultra-nasionalis, seorang supra-nasionalis."
Filsafat nasionalisme Soekarno bukanlah Chauvinisme, akan tetapi adalah : "nasionalisme yang lebar nasionalisme yang timbul dari pada pengetahuan atas susunan dunia dan riwayat ; nasionalisme yang menjalankan rasa hidupnya sebagai suatu bakti; yang memberi tempat cinta kepada lain-lain bangsa; nasionalisme yang membuat kita menjadi hidup dalam roh (Soekarno, 1964).
3. Pancasila berpangkal pada dasar pikiran kekeluargaan atau gotong royong, yang membuang pikiran individualisme.Â