Mohon tunggu...
Anton 99
Anton 99 Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer at the University of Garut

Express yourself, practice writing at will and be creative for the benefit of anyone

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hindari Pembudayaan Cancel Culture

8 September 2021   10:22 Diperbarui: 8 September 2021   10:37 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi www.seattletimes.com

Budaya baru muncul ditengah hiruk pikuk geliat media online yang saat ini berkembang dalam peradaban modern bangsa dan dunia, yaitu adanya bentuk ketidaksukaan terhadap perilaku tertentu yang dilakukan seseorang sehingga menimbulkan sebuah pemboikotan secara online.

Ya, mestinya Hindari Pembudayaan Cancel Culture. Sebab kebiasaan masyarakat modern dari negeri Paman Sam ini tidaklah bermanfaat bagi bangsa, justru hanya dijadikan alat untuk menghentikan karir atau menjatuhkan seseorang yang dianggap telah membuat masalah dan meresahkan masyarakat.

Padahal, siapa tahu orang yang dijadikan target cancel culture ternyata sudah insyaf dan berjanji dengan sepenuhnya untuk tidak lagi akan melakukan kesalahan yang sama atau sejenisnya.

Jika melihat dari efek yang ditimbulkannya, resiko cancel culture yang ditujukan kepada seseorang dampaknya sangat besar sekali, mulai dari stres, gangguan mental, hilangnya rasa percaya diri dan rasa malu yang berkepanjangan bagi diri beserta keluarganya bahkan lebih fatal lagi bisa membuat korbannya kehilangan mata pencahariannya.

Bagaimana tidak malu? karena melalui budaya cancel culture, aib seseorang bisa terpublish secara global sehingga semua orang bisa tahu tentang kesalahan yang pernah dilakukannya, padahal tidak menutup kemungkinan korban sudah insyaf dan berjanji habis-habisan tidak akan pernah melakukan kesalahan fatal serupa itu lagi.

Budaya seperti ini, tentunya hanya akan memperkeruh situasi dan kondisi sosial yang ada. Ketidaksepahaman terhadap seseorang bisa dilakukan dengan cara melakukan "boikot" secara masal terhadap orang yang ditujunya secara online, sudah jelas dapat menciptakan situasi yang tidak kondusif pada media online yang digunakannya.

Bayangkan, bagaimana jika Cancel Culture digunakan semua orang yang aktif di media online untuk menjatuhkan orang lain?

Hanya karena rasa tidak suka dengan statmentnya, postingannya, perbuatannya, pernyataannya atau ingin menang dalam persaingannya yang menyebabkan adanya upaya untuk melakukan pemboikotan, penghentian dan menjatuhkan seseorang dengan meniru orang yang lebih berpengalaman melalui Cancel Culture.

Rasanya sangat disayangkan sekali jika budaya pemboikotan jenis ini harus eksis menjadi budaya dalam kehidupan bermasyarakat, kami termasuk orang yang tidak setuju dengan bentuk jenis perundungan online ini.

Sebaiknya semua orang mampu Hindari Pembudayaan Cancel Culture. Budaya santun lah yang mesti dikedepankan dalam kehidupan media online sehari-hari. Bijaklah saat bermedia sosial, dengan mengutamakan nilai-nilai kebermanfaatan melalui adanya gaya hidup baru di abad modern yang serba online ini.

Kami yakin, semua pasti sepakat jika media online digunakan untuk hal-hal kebaikan saja. Semua yang di posting, ditampilkan dan semua yang di besar-besarkan melalui media adalah memiliki manfaat bagi banyak dan tidak melanggar aturan yang belaku, bukan malah menghentikan kreativitas dan mata pencahariaan orang lain.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun