Saat para politisi mulai beraksi, maka baliho bermunculan di jalan raya terpampang sangat jelas wajah-wajah yang tersenyum dengan tangan mengepal disertai jargon-jargon yang menunjukan kesungguhannya untuk menjadi pemimpin politik dan mengabdi kepada nusa, bangsa dan Negara.
Serbuan baliho politisi untuk mendongkrak popularitasnya sudah menjadi budaya politik, nyaris tidak terelakan lagi dan pasti akan memenuhi jalanan yang ada. Mulai dari jalan raya kota, jalan antar kota bahkan sampai ke pelosok jalan desa dan perkampungan tanpa mengindahkan efeknya di mata hukum.
Kadang kala sebagian mereka menyebarkannya tanpa melalui aturan birokrasi dan keamanan yang tepat, bahkan tidak sedikit yang pemasangannya tanpa diketahui oleh pemerintahan setempat, kejadian seperti ini sangat di sayangkan sekali.
Apa tidak takut dianggap kuno dan usang?
Entahlah, mungkin para pejabat ini masih menganggap bahwa baliho-baliho yang mereka buat masih sangat relevan dan efektif untuk meraup suara, simpatisan yang banyak dan dukungan masyarakat luas sehingga mereka tetap menghadirkan iklan politik seperti ini, meskipun dianggap kuno dan usang!Â
Mereka buat baliho dari yang paling besar sampai yang terkecil untuk di pajang di seantero jalanan dan basis-basisnya, tiada lain sebagai sarana pemberitahuan bahwa ia berani tampil muka di depan umum, siap berperan menggaet dukungan dan berani muncul meskipun tidak menutup kemungkinan adanya ejekan dan cercaan dari lawan politik dan sebagian orang yang tidak suka dengan suasana ini.
Tidak sedikit orang yang menyayangkan dengan banyaknya kemunculan baliho politisi di jalanan umum yang seringkali mengganggu pemandangan mata, terlihat merusak keindahan tata ruang kota dan seolah membuat carut marut sepanjang jalan raya.
Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk memajang baliho ini, dari mulai pengeluaran untuk biaya percetakan, pembelian bahan rangka baliho, perizinan dan biaya pemasangannya.
Semakin besar baliho yang dibuatkan maka sudah pasti semakin mahal harganya, semakin banyak baliho yang mereka pasang dan sebarkan tentunya semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkannya.
Padahal, ssst... sebenarnya masyarakat sama sekali tidak membutuhkan baliho politisi itu!Â
Lantas kenapa ya mereka masih juga berlomba-lomba memajangnya?Â
Yah, tidak menutup kemungkinan masih adanya anggapan bahwa baliho yang terpasang memenuhi ruas-ruas jalan dapat menjembatani menuju kesuksesan popularitas, berhasilnya tujuan politik dan sudah tentu ketenaran dirinya.Â
Selain itu, mengadopsi juga "kebiasaan" para senior dan pendahulunya. Mereka berharaf masyarakat yang lewat maupun hilir mudik di jalanan dapat melihatnya sehingga tertarik untuk mendukungnya.
Baliho bagi politisi sepertinya masih menjadi sarana "sosialisasi" yang di anggap efektif, meskipun untuk masa sekarang sebenarnya sudah bukan jamannya lagi.Â
Nih, ada saran buat para politisi yang ingin mendongkrak popularitasnya :
1. Berpegang teguh dan Konsisten memegang amanah UUD 1945.
2. Mengamalkan Pancasila dan filsafatnya dengan sepenuh hati.
3. Memahami dengan baik kultur, religiusitas dan budaya bangsa Indonesia.
4. Berpegang teguh pada agama yang diakui semenjak kemerdekaan bangsa dan negara ini secara konsisten tanpa melanggar atau menentang ajaran baiknya.
5. Senang berbagi, suka menolong, tenggang rasa, menjaga tradisi yang baik, memberantas segala bentuk kemunkaran dan senantiasa berpihak pada kebaikan (kemaslahatan).
6. Jujur, terampil, cerdas, berbudaya sehat dan tidak korupsi.
7. Melaksanakan amanah jabatan dengan sebaik-baiknya.
Komitmen diatas dapat memberikan citra, elektabilitas dan dukungan yang hebat, muncul dari hati nurani terdalam rakyat Indonesia, karena pada dasarnya hati nurani bangsa ini sangat baik, terhormat, senang kedamaian, bermoral tinggi dan mencintai segala bentuk kebaikan.Â
Saat ini jaman sudah berubah lebih canggih sepatutnya tidak cukup hanya mengandalkan baliho yang di sebar di jalan-jalan. Seharusnys pula memanfaatkan sosial media yang sekarang bermunculan menguasai dunia dan sudah menjadi konsumsi masyarakat keseharian.
Serbuan baliho politisi untuk mendongkrak popularitasnya lewat jalanan seyogianya bukanlah satu-satunya langkah prioritas utama dalam menciptakan elektabilitas di masa kini.
Karena pengaruh media sosial sangat tinggi dan sudah meluas sekali, sepantasnya baliho politisi mampu beralih dengan bekerja sama memanfaatkan media-media sosial yang ada sebagai sarana yang "mujarab" dalam mendongkrak popularitasnya.Â
Cara mendongkrak popularitas semestinya tidak di sandarkan pada megahnya baliho yang terpasang di jalan raya, akan tetapi perlu disertai menyeimbangkannya dengan perkembangan sosial dan kecanggihan teknologi masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H