Mohon tunggu...
Anton 99
Anton 99 Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer at the University of Garut

Express yourself, practice writing at will and be creative for the benefit of anyone

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bertahan di Masa Sulit

19 Maret 2021   18:13 Diperbarui: 16 April 2021   11:13 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seseorang yang telah sukses dalam bidang tertentu semestinya mempersiapkan diri segala sesuatunya semenjak menerima tampuk kepemimpinannya maupun setelah turun dari jabatannya itu, ini penting untuk dipahami bersama agar mampu hidup dan bertahan di masa sulit.

Semua pemimpin organisasi besar harus menyadari sepenuhnya bahwa di suatu tempat, lembaga atau organisasinya akan berlangsung kegiatan yang tidak etis atau tidak sesuai dengan norma-norma yang ada baik secara etika maupun hukum, sehebat dan secermat apapun seorang pemimpin tidak mungkin mampu untuk menghilangkan secara total hal-hal yang sifatnya negatif seperti korupsi, diskriminasi, kesewenang-wenangan, kolusi dan nepotisme yang sudah biasa terjadi prakteknya dalam kehidupan kinerja sehari-hari di hampir semua organisasi besar di dunia ini.

Bahkan bisa dikatakan tidak ada organisasi yang "suci" atau steril dari hal-hal seperti itu. Jika anda seorang pemimpin barangkali tentunya tidak akan mampu memberantasnya secara tuntas, tapi selaku pemimpin yang baik tetap harus berusaha untuk mengurangi dan menghilangkannya hingga sekecil mungkin. 

Usaha dalam memberantas praktek-praktek yang tidak sesuai dengan norma-norma maupun hukum yang berlaku dapat diciptakan dengan adanya prosedur dan perangkat pendukung institusional, misalnya membentuk tim audit untuk menekan korupsi, tim dokter dan psikolog untuk mengatasi masalah yang berkenaan dengan kesehatan fisik maupun mental seperti kecanduan alqohol, praktek asusila, dan lain sebagainya.

Dibentuk pula tim pengacara, tim khusus penanggulangan krisis dan lain-lain. Maka sebagai seorang pemimpin yang baik harus bersikap sopan, tegas, dan terhormat agar bisa menjadi contoh serta suri tauladan bagi semua bawahannya sehingga berbagai masalah pelanggaran asusila, hukum, etika dan bentuk tindakan pelanggaran lainnya dapat ditekan seminimal mungkin.

Memiliki pengacara bagi sebuah organisasi sangatlah penting, mereka akan menjadi penasehat dalam setiap langkah dan kebijakan yang akan diambil, tentunya seorang pemimpin akan sangat membutuhkan keberadaan mereka itu. 

Untuk itu, cermat-cermatlah dalam memilih pengacara, pilihlah pengacara yang memiliki integritas tinggi, karakter yang terpuji, cerdas, energik serta mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban, yang sangat penting sekali mereka harus loyal, jujur dan bisa dipercaya. 

Pengetahuan hukum dan pengalaman dari pengacara yang jempolan semacam itu akan sangat membantu dalam setiap pengambilan keputusan  atas kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada sebuah organisasi, bisnis maupun lembaga lainnya. 

Berbagai macam gosip, desas desus, fitnah atau berita-berita miring merupakan sesuatu yang biasa dan pasti akan ditemui saat memegang tampuk kepemimpinan, maka sebaiknya jika anda seorang pemimpin dapat menghemat energi dalam mengahadapinya, tidak perlu kesal, menggerutu apalagi sampai marah-marah, karena sebagian desas desus, fitnah, dan lain sebagainya bisa saja hanya isapan jempol belaka. Akan tetapi kadang-kadang hal seperti itu ada manfaatnya juga, kita dapat belajar banyak hal dari kejadian-kejadian seperti itu.

Menjadi seorang pemimpin itu memang berat dan tidak mudah, hanya orang-orang yang memiliki kepribadian mental baja, matang, mapan, mantap serta berwatak bijaksana sajalah yang akan mampu menghadapi berbagai kritik serius maupun bernilai konyol yang mengada-ada, orang seperti ini akan menyikapinya dengan tenang, sabar, sehat dan waspada.

Seseorang yang mampu mencapai jabatan pemimpin tertinggi lewat jalan tol tanpa rintangan dan hambatan yang berarti sepanjang karirnya, biasanya lebih rapuh dan kurang siap meskipun ia mengatakan "siap", kegagalan bisa terjadi dan hujan kecaman akan akan muncul membabi buta, ini sesuatu yang wajar karena persaingan karir, harga diri, kehormatan dan lain sebagainya.

Rasa takut mengalami kegagalan saat memimpin merupakan sumber utama timbulnya "stress" yang melanda para eksekutif, memang seorang pemimpin besar harus selalu siap dengan kegagalan, karena kegagalan itu seringkali tidak dapat dihindarkan. 

Perlu kita pahami bersama bahwa tidak selamanya kegagalan itu buruk, tidak jarang kegagalan justru kemudian memicu suatu organisasi untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru, menetapkan tujuan-tujuan baru yang lebih ambisius, menghindari pola-pola lama yang salah dan status quo. 

Kegagalan itu harus dibicarakan secara terbuka agar tidak terulang kembali diwaktu-waktu yang selanjutnya. Bersikaplah positif dan carilah hikmah serta pelajaran berharga yang terkandung dalam suatu kegagalan itu. 

Kegagalan memang harus dicegah, akan tetapi jika sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tidak gagal dan ternyata malah terjadi juga maka tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, kegagalan itu justru telah menunjukan adanya hal-hal yang belum terlihat, terkoreksi atau belum terkuasai dan ini merupakan dorongan positif bagi organisasi untuk terus meningkatkan kinerja, kerja keras dan perbuatan yang lebih baik lagi dimasa mendatang.

Bangkitkan semangat bawahan dan ingatkanlah mereka bahwa suatu kegagalan tidak boleh membuat mereka takut dalam bertindak, karena sehebat apapun manusia pasti pernah mengalami kegagalan. 

Secara filosofis kesalahan dan kegagalan memang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, hanya Allah SWT sajalah yang tidak pernah gagal dan tidak pernah salah.

Seorang pemimpin harus memiliki jiwa yang besar untuk menerima seluruh tanggungjawab, kecaman, makian, atau bahkan hukuman atas terjadinya suatu kesalahan atau kegagalan. 

Salah satu tugas seorang pemimpin adalah menerima kritikan dengan lapang dada, pemimpin yang kulitnya terlalu tipis dalam menerima kecaman atau justru defensif, paranoid, mudah bertindak tanpa berfikir panjang, dan ceroboh justru suatu saat akan merugikan organisasi yang di pimpinnya itu.

Dengan mengakui sejak awal kesalahan yang dilakukan biasanya justru tidak akan disalahkan, setelah itu bisa secepatnya memusatkan perhatian dan energi untuk mengatasinya sehingga meningkatkan moral dan kinerja organisasi. 

Jika anda sebagai pemimpin tertinggi, maka bisa mengawasi pimpinan bagian dan bawahannya untuk memastikan bahwa mereka selalu terbuka terhadap adanya kritikan dan mau untuk mengambil resiko kegagalan yang dialami organisasi, maka jikalau anda akan memilih calon pemimpin, abaikanlah mereka yang berkulit tipis, defensif, cuci tangan dan cenderung mengalihkan tanggung jawabnya kepundak orang lain, orang seperti ini hanya akan menjadi "duri" dan "benalu" dalam suatu organisasi.

Semua pemimpin juga harus menyadari akan dampak psikologis yang timbul saat mereka harus meninggalkan jabatannya, aneka kesibukan, dering telepon, antrian orang yang menunggu, pengaduan aneka permasalahan yang memusingkan, rentetan krisis, dan setumpuk kewajiban sebenarnya sangat menyenangkan jika dinikmati dengan baik dan penuh rasa syukur. 

Simbol status, hak khusus, gaji besar, sekretaris pribadi, sopir berseragam dan mobil mewahnya, ruang VIP di setiap bandara dan hotel maupun semua fasilitas yang diterima. Maka di saat turun dari jabatan kepemimpinannya, tiba-tiba semuanya harus berakhir dan hilang begitu saja.

Untuk menghindari kemungkinan dramatis hilangnya jabatan atau kepemimpinan, paling tidak mengurangi tekanan kejiwaan disaat pensiun, kita harus mempertimbangkan dan memperhitungkan kejadian alamiah ini jauh-jauh hari dan mengadakan berbagai macam persiapan yang matang untuk menyongsongnya, sebab sewaktu-waktu jabatan dan kepemimpinan itu bisa saja hilang dan harus digantikan oleh orang lain. 

Belajarlah dari pengalaman para pemimpin terdahulu yang sudah lebih dulu pensiun, biasanya mereka setelah berhenti menjadi seorang pemimpin ia akan banyak menghibur diri dengan mengenang pengalaman-pengalaman manis tatkala mereka masih memegang tongkat kepemimpinannya, bersyukur atas anugerah yang telah didapatkannya ketika pernah menjadi pemimpin tertinggi, manfaatkan segala sesuatu yang tersedia dengan sebaik-baiknya dan terimalah semuanya dengan ikhlash dan syukur, karena hanya dengan cara-cara seperti itulah orang-orang yang telah pensiun dari kepemimpinannya akan terhindar dari tertimpanya depresi, stress, prustasi, dan berbagai macam penyakit yang mungkin saja komplikasi, semuanya bersumber dari post power syndrome.

Mampu bertahan dimasa sulit wajib dimiliki oleh setiap pemimpin bahkan mungkin setiap orang di dunia ini, karena tidak dapat disangkal lagi bahwa kehidupan ini dipenuhi dengan persaingan yang sangat tinggi terutama di dunia karir dalam mencapai derajat kesuksesannya, kadang persaingan itu sehat dan kadang pula persaingan itu dilakukan secara tidak sehat, maka setiap orang harus bisa bertahan dan tetap eksis saat memegang tampuk kepemimpinannya dan harus tetap tangguh pada saat jabatan kepemimpinannya dilengserkan maupun diganti oleh orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun