Maka disinilah keraguan timbul akibat dari produk yang telah dibuatnya yang di khawatirkan mengandung zat-zat berbahaya dan haram! karena dengan realitas pahamnya yang tidak mengenal ajaran agama, secara otomatis proses pembuatannya hanya akan terfokus pada kinerja sesuai target, keuntungan dan nilai bisnis.Â
"Beda paham ya jelas beda hasil", barang sudah jadi, sudah di beli, sudah di distribusikan ke daerah-daerah dan sudah mulai di suntikan, baru di uji "halalan toyiban" nya.Â
Ini jelas lucu sekali, seharusnya semenjak persiapan bahan sampai selesainya pembuatan vaksin dari awal sampai akhir sudah diawasi oleh pengawas-pengawas profesional dari semua elemen pemerintah, perwakilan agama dan perwakilan masyarakat.
Agar label "halal dan baik" dapat benar-benar menjamin keberadaan vaksin itu, bukanlah sebatas menyematkan label hanya untuk mengikuti regulasi pemerintah saja.Â
Yakin Divaksin, kita harus berbaik sangka terhadap regulasi pemerintah yang sedang dijalankan bahwa yang dilakukannya merupakan satu-satunya solusi yang tepat dan langkah terbaik untuk menciptakan suasana masyarakat yang kebal penyakit, tidak tertular, sehat dan terbebas dari mewabahnya Covid 19.Â
Setelah Yakin Divaksin, akhirnya hanya bisa pasrah, menerima dan berbaik sangka!, menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yang Maha Esa, inilah jurus terakhir yang bisa digunakan.
Kita berharap pemerintah memberikan jaminan terhebatnya akan nilai kebersihan, kesucian dan kebermanfaatannya dari vaksin Covid 19 yang telah diwajibkannya.
Meskipun "gratis" tetap saja harus mengutamakan nilai kemaslahatan yang hakiki bagi semua orang yang menerima vaksinasi, hargailah terkait dengan hak azasi selaku manusia yang ingin hidup meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H