Setiap anak unik dan berbeda,  sidik jari kita pun tak ada yang sama dengan sidik jari orang-orang seluruh dunia bahkan anak kembar identik pun tetap tidak sama. Setiap anak dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap anak memiliki potensi yang harus kita kembangkan  semaksimal mungkin sesuai kodratnya.
Waktu saya di Kebun binatang, saya melihat ikan dengan lincahnya berenang kesana kemari. Melihat burung dengan indahnya terbang di udara. Melihat kuda dengan cepatnya berlari-larian. Kalo saya menilai ikan dengan caranya berlari, pasti kuda lebih juara karena ikan potensi terbaiknya ada di air. Kalo saya menilai burung dengan melihat caranya berenang, pasti ikan lebih juara karena burung potensi terbaiknya terbang di udara. Begitu pula kalo saya menilai kuda dengan melihat caranya berenang, pasti ikan yang jadi juara karena potensi terbaik kuda ada di daratan.
Begitu juga dengan anak-anak kita. Kita tidak boleh menilai anak-anak kita dengan satu penilaian sudut pandang saja, karena mereka memiliki keberagaman kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Kita tidak bisa memberi perlakuan yang sama kemudian mengharapkan keberhasilan yang sama pula. Mereka harus diperlakukan berbeda sesuai dengan pemetaan kebutuhan belajarnya. Pemenuhan kebutuhan belajar tiap anak berbeda-beda, Hal inilah yang kita sebut pembelajaran berdifferensiasi.
Sebuah pembelajaran yang menghargai perbedaan karakteristik siswa, mengakomodir semua kebutuhan perbedaan cara belajarnya, dan ramah anak untuk menajamkan potensi terbaik dalam diri individu masing-masing namanya pembelajaran berdifferensiasi.  Sedangkan membedakan perlakuan  untuk memunculkan  potensi satu golongan saja atau golongan tertentu  tidak semuanya, namanya diskriminasi. Pembelajaran berdifferensiasi bukan diskriminasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H