"Setitik susu di belanga,
sejumput rumput di peraduan.
Bertitik-titik menuju ke sana,
akhirnya sampai di tujuan"
Akhir-akhir ini, di semua pintu masuk ke Indonesia, Bea Cukai sedang melakukan pengetatan pengawasan, sebuah reformasi besar-besaran. Impor-impor yang selama ini disinyalir dipelihara oleh para oknum aparat, yang kemungkinan besar menjadi pintu masuk barang-barang terlarang, termasuk obat-obat terlarang sudah semakin berkurang. Bravo Bea Cukai!
Sekarang bukan hal yang aneh melihat penangkapan demi penangkapan terhadap narkoba dalam jumlah yang besar, baik oleh Bea Cukai, BNN maupun Polri. Begitu banyak sudah nyawa yang terselamatkan. Terima kasih banyak, Bapak-bapak dan ibu-ibu. This country owes you. Keep the good works!
Reformasi sekali ini bukanlah reformasi regulasi, tetapi reformasi tindakan. Karena tidak ada aturan baru. Hanya ada tekad untuk berubah menjadi lebih baik, lebih tertib dan lebih profesional.
Seiring dengan semakin tertibnya importasi, saya jadi teringat pada satu cerita yang menyedihkan. Almarhum Affandi, Sang Maestro, menurut ceritanya, mengalami stroke dan depresi serta kehilangan keceriaan hidupnya karena Dino GT, mobil sport-nya disita (oleh BC) negara. Di dalam pikiran beliau, kenapalah mobil yang kubeli dengan uangku sendiri, bukan hasil kejahatan tidak bisa dimasukkan ke Indonesia? Sedangkan di Pelabuhan Udara dan Pelabuhan Laut pada masa kini, di Indonesia, ya, sekarang ini, juga banyak orang yang barangnya disita negara, karena kekurangan pengetahuan regulasi pabean. Tentu kita mengerti, kalau BC hanyalah penjaga di pintu gerbang keluar masuknya Indonesia. Mereka hanya menjalani aturan yang dititipkan pada mereka. Itulah selalu kalimat yang kita dengar dari pihak BC.Â
Sekali ini, mari kita membahas tentang importasi nonkomersial, yaitu barang kiriman dan barang bawaan penumpang.
Dari berbagai kasus, saya melihat ada beberapa hal yang perlu juga direformasi dalam kaitan dengan reformasi Bea Cukai.
5 poin reformasi Bea Cukai
Pertama, reformasi regulasi atas barang penumpang. Yang sering menjadi masalah adalah nilai barang bawaan orang pribadi (USD 250) atau nilai barang bawaan suatu keluarga (USD 1000). Untuk barang kiriman pembatasannya adalah di angka USD 100. Tidaklah masuk akal pada masa sekarang, menganggap bahwa perjalanan keluar negeri adalah suatu hal yang mewah seperti masa lalu, apalagi sejak Air Asia memulai armada pesawat budget. Dan lagi pula, apabila ada orang berpenghasilan rendah dan menengah, sesudah menabung bertahun-tahun, ikut tur ke luar negeri.
Ketika kembali ke Indonesia, dia harus membayar Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor-nya, yang katanya bisa ditagih sampai setengah dari harga barang, dihitung dari harga barang dikurangi USD 250 untuk perorangan dan USD 1000 untuk satu keluarga. Apakah mungkin nilai oleh-oleh itu "hanya" USD 250 per orang? Dirjen Bea Cukai mengatakan batasan ini juga berlaku dengan nilai yang berbeda di negara lain. Ada yang lebih rendah, malahan. Tetapi, adalah juga suatu kenyataan, bahwa di luar negeri, Bea Cukai mereka tidak lagi meng'kepo'in nilai pabean barang penumpang. Ada berbagai pertimbangan, tetapi rasa keadilan mungkin adalah hal yang menjadi prioritas.
Perlu diingat pula, pembatasan nilai barang yang dibebaskan Bea Masuk dan PDRI sudah dimulai dari tahun 1982 (37/KMK.05/1982), berlanjut ke tahun 1996 (490/KMK.05/1996), berlanjut lagi ke tahun 2007 (89/PMK.04/2007) dan terakhir di tahun 2010 (188/PMK.04/2010), belum mengalami perubahan, masih di angka USD 250 dan USD 1000. Agak mengherankan memang, bahwa angka ini tidak berubah sesudah 35 tahun, meski pendapatan per kapita pada tahun 1982 adalah USD 500 dan sudah meningkat tujuh kali lipat lebih, menjadi USD 3605 pada tahun 2016.
Memang semua warga negara mengerti bahwa negara memerlukan pendapatan, tapi masa untuk mendapatkan sedikit kesenangan dengan melancong dan berbelanja ke luar negeri, harus dibatasi dengan angka USD 250 dan USD 1000? It is so unfair.Lagipula, bukankah uang yang dipakai berbelanja di luar negeri adalah uang yang telah dipajak di dalam negeri? Apabila harus ditagih, sebaiknya untuk barang penumpang diberi keistimewaan, umpamanya diberikan tarif khusus dan ppn serta pphnya di angka 10% dan 2,5%. Atau ditagih flat 15% (termasuk BM, PPN dan PPH) dari nilai barang, mengingat kebanyakan penumpang tidak tahu berapa Bea Masuk untuk setiap produk yang mereka beli? At least,buatlah masyarakat mudah untuk menaati peraturan dan bisa berhitung sendiri sebelum membayar. Menyangkut barang kiriman, untuk membeli barang dari tempat yang jauh, air freight saja bisa USD 50, masakan pembatasan masih di USD 100? Atau dibatasi pada nilai FOB saja? Buatlah warga negara mu nyaman. Jangan sampai rakyatmu merasa seperti berhadapan dengan preman tukang palak ketika kembali ke negaranya sendiri.
Kedua, menyangkut proses pabean yang rumit dan terkesan untouchable dan unsolvable. Saya sendiri mempunyai pengalaman pribadi mendapatkan kiriman sparepart alat pertanian melalui Bandara Kualanamu. Barang tersebut adalah gear (dalam keadaan baru), yang dikirim melalui Air Asia Cargo, ditujukan ke nama pribadi. Pada saat itu, spare part ini sangat penting untuk menggerakkan mesin pemanen jagung, milik sebuah Koperasi Pertanian di Toba Samosir. Karena sistem INSW (Indonesia National Single Window) yang canggih, maka tidak bisa lagi dideklarasikan dengan PIB Manual.
Barang bersangkutan tidak termasuk barang yang dilarang dan tidak dibatasi, bila dibayar Bea Masuk dan PDRI (PPN dan PPH) nya, negara akan bertambah pemasukannya. Kita siap untuk membayar pajak dan bea masuk, tapi karena sistem yang tidak ramah, akhirnya barang harus direekspor dengan biaya tujuh juta lebih (termasuk biaya penumpukan 4 juta, di gudang bandara yang ajubile mahalnya), sementara nilai barang dibeli hanya enam juta saja. Meski kecewa, saya rasa kepala kantor tentunya dapat mengambil kebijakan yang tidak merugikan negara tetapi juga memberikan solusi untuk masyarakat. Alasan kepala kantor hanya bahwa barang tidak dikirim ke badan usaha yang memiliki izin impor. Maka, permudahlah proses pabean untuk barang kiriman dan barang penumpang.
Akhirnya saya membeli sekali lagi, dan dikirim ke perusahaan yang memiliki Angka Pengenal Impor dan Nomor Induk Kepabeanan, barulah saya dapat melakukan clearance. Bayangkan berapa kerugian yang timbul karena panen yang tertunda sampai 1 bulan lebih, hanya karena rumitnya masyarakat awam menjalani proses pabean! Saya terkadang berpikir, apakah ini pat gulipat sistem, karena untuk meng-online-kan ke sistem INSW melalui komputer mereka, saya harus bayar mahal. Belum lagi dalam proses pemeriksaan fisiknya. Duh, rumitnya!Â
Saya rasa regulasi tentang perusahaan jasa titipan sebaiknya dihapuskan saja, karena kesannya bukan memberikan solusi, tetapi memberikan hak monopoli. Atau, barang yang ditujukan ke nama pribadi diberikan solusi. Andaikata, seseorang menerima abu leluhurnya (abu kremasi menurut kepercayaan agama tertentu) tersimpan dalam guci, dikirim dari luar negeri. Apakah tidak boleh via cargo? Masa harus membuat API dan NIK dulu? Hadeuh.
Lalu, pada saat ini, saya juga ada membeli karet valve untuk mobil tua tahun 70-an. Nilainya hanya USD 9, dan dibeli karena tidak ada substitusi dari karet valve mobil jenis lain di Medan. Pengiriman dari Amerika memakan waktu 1 bulan lebih. Sekarang barang sudah di Kantor Pos tertahan oleh BC karena laporan dari Kantor Pos ke BC tidak lengkap. Saya mengatakan kepada petugas BC-nya, bahwa kita mengerti bahwa Bea Cukai sedang berbenah dan tentu kita dukung. Tetapi, pembenahan seperti ini yang kaku, padahal tidaklah mungkin Kantor Pos melakukan penyelundupan apalagi barang semua sudah berada di Kantor BC di Kantor Pos Medan.Â
Kenapa barang yang tertera tidak dikeluarkan dulu, barang yang tidak tertera ditahan sampai ada revisi dari pihak Kantor Pos? Selagi tidak menimbulkan kerugian negara, kenapa masyarakat tidak dipermudah? Lagipula masalah administratif antara Kantor Pos dan Bea Cukai, jangan sampai menghalangi pelayanan kepada masyarakat. Sesudah menunggu sekitar 2 minggu, akhirnya petugas Pos menginformasikan bahwa bos kantor pos telah membuat surat dan barang sudah bisa diambil.Â
Ketiga, menyangkut barang yang dilarang dan dibatasi. Ada baiknya disebutkan dalam aturan bahwa barang bawaan penumpang dan barang kiriman untuk pemakaian pribadi, tidak perlu mengikuti pembatasan tentang larangan atau pembatasan, selagi dalam jumlah tertentu. Dan kalau masih ada barang-barang yang harga mati tidak boleh dibawa, umumkanlah yang jelas. Baik untuk barang bawaan maupun barang kiriman. Dan juga barang-barang bekas, selagi untuk pemakaian pribadi, sebaiknya tidak dibatasi lagi. Saya rasa, belakangan ini, sudah menumpuk banyak sekali barang-barang kiriman yang untuk pemakaian pribadi, baik di gudang-gudang bandara maupun Kantor Pos.Â
Keempat, untuk semua petugas frontliner, sebaiknya dipilih yang ramah. Sangat tidak nyaman ketika kita berhadapan dengan petugas yang judes dan kasar. Baik petugas yang di pelabuhan udara maupun di kantor. Terkadang di sisi meja x-ray, berderet petugas, duduk selonjoran dan ada yang matanya melotot. Mungkin mereka petugas yang mengawasi tingkah laku penyelundup narkoba. Sebaiknya dibuat ruang tertutup kaca satu sisi.
Saya rasa, adalah PR besar bagi Menkeu untuk membuat regulasi yang membuat masyarakat nyaman ketika pulang dari luar negeri atau pun membeli sedikit barang dari luar negeri dalam bentuk kiriman. Sangat tidak pantas sebenarnya, bagi setiap Warga Negara Indonesia, untuk merasa kehilangan rasa aman ketika harus berhadapan dengan regulasi yang tidak memberikan solusi. Ini adalah negara merdeka, kan?Â
Tulisan ini bukan untuk menyerang siapa pun, tetapi adalah bukti rasa cinta kepada petugas yang telah bekerja baik, dan hanyalah suatu suara supaya bisa menjadi suatu bahan pertimbangan pembuat kebijakan.
Reformasi Nawacita adalah reformasi yang terasa oleh rakyatnya. Oleh karena itu, kecintaan rakyat pada negara timbul karena merasa disayang dan dilindungi. Maka adalah penting pelaksaan regulasi membawa rasa nyaman kepada masyarakat.
Sekali lagi, Bravo Bea Cukai!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H