Mohon tunggu...
Anto Medan
Anto Medan Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Ayuk.......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bullying dan Intoleransi

11 Januari 2017   01:52 Diperbarui: 11 Januari 2017   03:36 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa saya kaitkan ini dengan perilaku bullying? Bayangkan, apabila dalam satu kelas, hanya satu siswa yang non Muslim, pada saaat Idul Fitri, seisi kelas tentu saling mengucapkan Selamat Hari Raya. Tetapi, ketika dia sedang merayakan hari besarnya, seisi kelas diam saja. Kira-kira, apabila siswa bersangkutan pulang ke rumah dan bertanya pada orang tua nya, apa yang harus dikatakan orang tuanya untuk menjelaskan?

Ada teman Muslim yang dengan bangganya mengatakan, saya tidak pernah mengucapkan Selamat Hari Natal, Imlek, Capgomeh dan sebagainya. Dan ada juga teman Muslim lainnya, yang juga dengan santainya mengatakan, "Kenapa sih, orang Muslim dipaksa mengucapkan Selamat Hari Natal?".

Begini, tentunya sekarang kawan-kawan Hindu, Budha dan Kristen juga mikir, apakah perlu mengucapkan Selamat Idul Fitri kepada teman Muslimnya? Bisa ga dibayangkan bagaimana jadinya negara ini dengan pemikiran seperti itu? Dengan tidak saling mengucapkan selamat, bukankah kita sedang menciptakan dinding dengan saudara kita? 

Kenapa kita perlu mengucapkan? Jawabannya sederhana. Menurut kakek nenek saya, itu namanya sopan santun dan etika. Tentu agama lebih tinggi daripada etika. Dan tidak mungkin agama meniadakan etika dan sopan santun, kan? Ada satu panduan yang perlu kita ingat dalam beragama. Ketika kita begitu seriusnya beragama, sampai-sampai kita kehilangan kemanusiaan kita, maka kita perlu bertanya pada diri sendiri, apakah kita sudah beragama dengan benar? Kita harus beragama sampai-sampai kita berubah menjadi manusia yang lebih baik hati, ramah, rendah hati, pemaaf, suka menolong dan berguna bagi alam semesta. Maka, beragama yang benar adalah berlomba-lomba melakukan kebaikan tanpa menghitung-hitung pahala yang kita kumpulkan. Jangan kita mendorong anak-anak kita menjadi pribadi yang bertaqwa, tetapi hatinya kita isi dengan kebencian dan kecurigaan.

Sekarang, semuanya adalah pilihan kita sendiri, Indonesia seperti apa yang sedang kita bentuk bersama? Indonesia yang bertoleransi, ataukah Indonesia yang kaku dan berkotak-kotak?

Sangat disayangkan, lebih banyak orang beragama yang pengetahuan agamanya kurang. Takut akidahnya terkontaminasi sehingga tidak mau ambil resiko. Saya sarankan begini, selagi kita masih memandang perlu untuk membuktikan bahwa bumi itu datar, maka janganlah kita memaksakan kehendak dan melakukan kerusakan di muka bumi.  Karena bulat atau pun datar, kita harus berguna untuk sesama.

Sesudah memperhatikan fenomena 'kebangkitan Islam'. Saya merasa Muslim Indonesia bukan lah terbagi menjadi Muslim radikal dan Muslim moderat. Bukan. Menurut saya, lebih tepat kalau kita katakan ada Muslim terzolimi dan Muslim yang penuh percaya diri. Sejak jaman Orde Baru, selalu dihembuskan isu-isu kalau Umat Islam sedang dizolimi, dan ada skenario besar yang mau menghancurkan Islam. Isu ini adalah isu yang sampai sekarang masih laku dijual. Tentu kita bangga ketika pada 4 November 2016, umat Islam dapat berkumpul dalam tabligh Akhbar. Luar biasa. Saya hanya berharap, semoga bukan kebencian kepada Ahok yang mengumpulkan mereka, tetapi kecintaan mereka kepada ALLAH SWT. Kalau begitu banyak nya orang yang cinta pada ALLAH SWT, tentu sangat mudah untuk menyebar damai dan kebaikan. Ayuklah.....

Ini hanyalah renungan saya tentang Indonesia dan fenomena yang terjadi belakangan ini. 

Salam Ngantuk,

Anto di Medan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun