Mohon tunggu...
Anto Medan
Anto Medan Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Ayuk.......

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dwelling Time, yang Tak Kucintai

1 Juli 2015   11:36 Diperbarui: 1 Juli 2015   12:13 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sesudah submit, apabila mendapat status jalur merah, maka importir wajib menyerahkan permohonan pemeriksaan fisik ke kantor BC terkait. Di sini, importir sering kali harus ‘mencari’ sendiri kontainernya di antara tumpukan ratusan atau bahkan ribuan kontainer lainnya di tempat penumpukan Pelindo supaya bisa dipindahkan ke tempat pemeriksaan fisik. Apabila sistem penumpukan diperbaiki (umpamanya, disediakan sistem data terkomputerisasi yang menunjukkan koordinat kontainer tersebut, maka , niscaya ada waktu yang signifikan yang bisa dihemat.) Dan seringkali dalam proses pemindahan kontainer, petugas atau operator harus diberikan pelicin supaya kontainer cepat dipindahkan dan lebih gawat lagi, alat berat yang dipakai pun sering kali rusak, sehingga proses pemeriksaan fisik menjadi tertunda.

Sesudah proses Pemeriksaan Fisik selesai (dan kita asumsikan fisik barang sesuai dengan yang dilaporkan importir), maka dokumen diperiksa oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) Bea Cukai. Sesudah diperiksa (dan kita asumsikan dokumen impor telah sesuai dengan aturan yang berlaku), maka dikeluarkanlah status SPPB.

Apabila mendapat status jalur kuning, maka barang impor tidak diperiksa fisiknya, tetapi dokumen impornya saja yang diteliti oleh PFPD.

 

Ada beberapa hal yang telah terjadi dalam penyelesaian masalah ini.

Pertama, ketika masalah ini diangkat pada jaman Presiden SBY, maka Wakil Menteri Keuangan Mahendra diminta membenahi masalah dwelling time di Priok. Keputusannya adalah menaikkan tarif penumpukan supaya pengusaha tidak menumpuk barang ataupun kontainer di pelabuhan. Sekilas, keputusan ini ‘make sense’ dan katanya ada perbaikan gara-gara tarif dinaikkan. Tetapi, coba perhatikan dengan seksama, dari poin-poin di atas, apakah sebaliknya Pelindo dan pihak2 yang memiliki otoritas di pelabuhan telah memperbaiki pelayanannya terlebih dahulu? Kenapa dengan gampangnya, semua kesalahan dibebankan ke importir dan importir yang harus dihukum? kenyataannya, bukan hanya biaya penumpukan, biaya lainnya pun dinaikkan, padahal kalau tujuannya supaya kontainer tidak ditumpuk lama di pelabuhan, maka biaya penumpukan saja yang dinaikkan, bukan? Hal ini selain secara mutlak menambah biaya logistik kita yang sudah tinggi, juga memperlihatkan ilmu menangguk di air keruh ala Pelindo. (Bisa saya bayangkan betapa senangnya para pejabat teras Pelindo berhasil menaikkan tarif dengan keuntungan sepihak dengan dukungan penuh pemerintah, dalam hal ini diwakili mantan Wakmen Mahendra) Mudah-mudahan saja, ini bukan pat gulipat atau kongkalikong Wakmen dan Pelindo. (oh ya, saya dengar sekarang ada tambahan lagi, biaya nota utk setiap pembayaran! Hahaha)

Kedua, Mendag Gobel, bersuara nyaring, bahwa apabila importir baru mengurus izin sesudah barang sampai, maka barang akan dipulangkan. Memang dalam prakteknya, ada importir yang tidak memiliki izin impor, kebanyakan karena kurangnya pengetahuan kepabeanan. Tetapi persentasenya sangatlah kecil dibanding importir regular yang sedang berjalan. Logikanya saja, siapa yang mau mengambil resiko barang yang diimpor tidak bisa dikeluarkan dari pelabuhan. Bukan keuntungan saja hilang, modal pun raib. Tapi, pendapat Mendag bukanlah salah, kalau mau impornya mulus tidak bermasalah, memang semua perizinan harus disiapkan sebelum melakukan importasi. Tetapi, karena jumlahnya tidak banyak, importir jenis ini, rasanya tidak perlu dibahas. Dan kehadiran dan peran PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, mirip dengan notaris, tapi hanya mengurusi masalah importasi) harusnya ditingkatkan. Mungkin lebih baik kalau sistem dan persyaratan permohonan izin-izin di seluruh kementrian diperbaiki supaya lebih gampang dan cepat, sehingga mendukung terbentuknya tol laut, yang murah dan effisien! Atau izin-izin yang tidak relevan lagi, dicabut saja, deh.

Ketiga, Dirut Pelindo II, ‘menceritakan’ fase ketika bc digantikan oleh Surveyor Internasional pada era Pak Harto (jaman kelam Bea Cukai, di mana pada saat itu pemerintah secara terbuka tidak mempercayai anak bangsanya dan memilih untuk lebih mempercayai pihak luar negeri dalam proses kepabeanan. Jangan terulang lagi, deh. Melukai harga diri kita aja). Dan juga menyatakan 8 kementerian bertanggung jawab! Astaga! Jelas respon ini tidak membantu untuk memperbaiki kinerja bersama. Sebaiknya Pelindo memperbaiki diri, demikian juga 8 kementerian melakukan koreksi diri. Tingkatkan jiwa pelayanan kepada masyarakat.

Saran saya sih, sederhana saja. Ikuti saja alur importasi di atas. Untuk setiap poin di atas, jelas siapa-siapa saja yang bertanggung jawab. Umpamanya, untuk poin 1-3, apabila memang dermaga yang kurang, fasilitas yang tidak memadai, waktu bongkar kapal lama, maka kinerja Pelindo harus dipertanyakan. Utk setiap poin, ayuk kita berikan batasan waktunya, umpamanya 1 jam, 3jam atau 1 hari atau 2 hari? Kalau terus-terusan berlarut-larut, kenapa sebagian pelabuhan tidak diserahkan ke swasta saja? Kalau di poin 6, jelas tanggung jawab proses kepabeanan ada di pihak Bea Cukai. Memang di pelabuhan ada Syahbandar, Adpel, Pelindo, Bea Cukai, Karantina dan berbagai pihak yang memang mempunyai peran masing-masing, maka analisa saja secara terpisah kinerjanya. Sesudah itu baru digabung, maka terlihatlah siapa yang telah berusaha keras mengurangi dwelling time. (Bea Cukai telah menerapkan kerja 24jam sehari, tapi karena bank, pelindo dan yang lainnya tidak menerapkan pelayanan 24jam, maka sia-sialah usaha Bea Cukai)

Sangat saya mengerti, bahwa Bapak Presiden adalah seorang eksportir bukan importir, sehingga untuk mengerti secara sistematis dan mendalam atas perihal impor, bukanlah hal yang gampang. Tetapi, itikad baik dari Presiden Jokowi perlu diapresiasi dan diberikan dukungan. Kita tidak memerlukan Presiden yang tahu semua (mana ada juga orang yang ngerti semua), asalkan Bapak berniat membenahi, kita dukung! Idealnya adalah logistik yang cepat, murah dan berkualitas! Punishment and Reward is the best policy, Mr. President!

Saya berharap di akhir tahun ini saja pun, waktu antara tibanya dan sandarnya kapal adalah nol hari. Dan dwelling time tercapai di angka 3, di semua pelabuhan impor dan domestik. Bravo, kita pasti bisa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun