Di kota besar sesuatu yang pada dasarnya normatif menjadi relatif, lalu bervariasi dalam praksis-nya. Tampaknya mengerti, ternyata sekedar menyikapi dan seolah-olah berdampingan, sementara 'menguntit' tersirat! Rasionalisasi nyaris seperti 'barang pinjaman', lalu 'menang' pembenaran tanpa tuntas beri alasan. Bentuk hubungan khas (pola) macam tersebut jadi hak individu-individu, kelompok, dan golongan yang belum tentu konsekuen di hari kemudian. Akhirnya perubahan perilaku terjadi, mengendap padat dan penuh merasuk secepat modernitas yang teradikalisasi, atau orang biasa sebutnya globalisasi. Hingga kemudian tidak sedikit yang mendekati sampai 'terlelap' dalam peribahasa-peribahasa dan kata-kata mutiara yang belum diteliti/diumumkan latar belakang kemunculannya dan kapan (?), tapi banyak 'ditanami'. Ya, kemudian banyak rupa kulit yang disarikan, tampilah berikutnya pesan-pesan bernada bijak, mengawang-ngawang melambungkan angan hingga jauh dari realitas (ritme keseharian) dalam mengisi hidup kekinian. Sadar tidak sadar, sengaja tidak sengaja, semua sudah pernah atau bahkan sedang 'sibuk menggelar' segala bentuk kemunafikan. Maka waktu dan ruang hanyalah persoalan teknis (cara hidup) yang melulu kesampingkan anjuran terbaik (bagaimana semestinya hidup). - split integrity n identity -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H