Mohon tunggu...
Anti Susan
Anti Susan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Perempuan

Selalu optimis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penyalahgunaan Kekuasaan Otonomi Daerah

18 Juni 2021   11:45 Diperbarui: 18 Juni 2021   11:54 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otonomi daerah kerap kali dikenal sebagai suatu kewenangan dari suatu daerah untuk mengatur dan mengurus kewilayahan, kepentingan masyarakat setempat menurut aturan serta tatanan dari setiap daerah masing-masing, yang mana peraturan tersebut dibuat berlandaskan aspirasi masyarakat setempat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dari pengertian tersebut dapat digaris bawahi bahwa setiap daerah memiliki wewenangnya masing-masing dalam mengolah serta mengatur segala bentuk usaha dari daerahnya, baik secara ekonomi maupun secara sosial. Segala bentuk usaha dan kegiatan tersebut akan disesuaikan dengan keadaan dari wilayah atau daerah yang dimaksud.

Pemerintahan Indonesia memberlakukan otonomi daerah sejak tahun 1999 tepatnya pada masa reformasi yang mana hal tersebut disebabkan oleh banyaknya masalah yang cukup krusial sehingga mengakibatkan ketimpangan yang cukup parah. Akibat banyaknya pemusatan kekuasaan dari pemerintah pusat sehingga menggunakan daerah sebagai pusat dari keuntungan yang mana kerap kali disebut sebagai “sapi perahan”, sehingga hasil yang telah diberikan oleh daerah kepada pemerintah pusat tidak berwujud dalam hal apa pun, hingga akhirnya kesejahteraan dari masyarakat daerah menjadi terbengkalai.

Selain menjadi “sapi perahan”, pemerintah pusat juga kerap kali menjalankan aturan ketat sehingga membuat pemerintah daerah tidak dapat mengembangkan potensi dari daerahnya masing-masing, sehingga membuat daerah tersebut menjadi tertinggal da juga terhambat dari berbagai sistem, baik sistem pembangunan Pendidikan, maupun yang lainnya.

Pemberlakuan otonomi daerah tersebut telah tercatat dalam UU No.22 Tahun 1999 yang mengatur tentang pendelegasian kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Dengan diberlakukannya pasal-pasal yang ada dalam undang-undang mengenai hak otonomi daerah maka diharapkan menjadi angin segar bagi pemerintah daerah, sehingga mereka dapat mengatur dan mengelola daerahnya masing-masing, sehingga mereka dapat melihat segala bentuk potensi yang ada dalam daerah tersebut, dan dapat dikembangkan sesuai dengan aturan dan tatanan masyarakat daerah setempat.

Meskipun secara jelas otonomi daerah telah diberlakukan sejak masa reformasi akan tetapi masih banyak daerah yang belum menerapkan kebijakan otonomi, sehingga daerah tersebut memiliki minim fasilitas publik. Sedikitnya fasilitas publik di daerah setempat diakibatkan oleh tindakan masyarakat yang lebih mengutamakan produk maupun sistem yang dibuat dari wilayahnya sendiri, sehingga fasilitas publik semacam mini market dengan jelas sedikit terlihat di wilayah tersebut.

Tindakan ini pada dasarnya tidak memiliki pengaruh buruk bagi daerah setempat,hal tersebut dikarenakan banyak masyarakat yang merasa bahwa produk maupun fasilitas yang diciptakan dari wilayah mereka masih mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga masuknya fasilitas lain dari luar daerah tersebut akan sangat dianggap menjadi minoritas,  akan tetapi hal yang ditakutkan adalah ketertinggalan yang akan terjadi pada daerah.

Selain penolakan fasilitas public yang dilakukan oleh beberapa daerah setempat dan memilih untuk mensejahterakan masyarakat setempat dengan hasil yang sudah mereka Kelola sendiri. Kegiatan otonomi daerah tersebut juga membawa dampak buruk bagi sistem politik di Indonesia, kewenangan pemerintah daerah maupun pusat dalam penyelenggaraan pemilihan baik di lingkup desa maupun lingkup daerah yang ditentukan oleh masyarakat setempat. Yang mana hak pemilihan tersebut hanya diberikan dan diberlakukan untuk masyarakat daerah setempat saja.

Dengan adanya keleluasaan tersebut maka digunakan sebagai ajang perlombaan dengan memberikan beberapa rupiah kepada masyarakat setempat dalam proses pemilihan, tindakan ini termasuk kedalam korupsi, yang mana menggunakan masyarakat sebagai alat bagi pemenuhan voting dari setiap kandidat yang telah ditentukan. Lemahnya pengawasan yang dilakukan sehingga tingkat kecurangan dalam hal tersebut kerap kali terjadi.

Selain korupsi, tindakan lalai yang terjadi akibat otonomi daerah juga terdapat pada otsus beberapa wilayah, yang mana kegiatan otonomi tersebut tidak dijalankan secara maksimal sehingga berujung dengan ketidakmerataan beberapa sistem baik secara pembangunan, Pendidikan, Kesehatan serta ekonomi masyarakat yang kian lama kian menurun.

Tujuan utama pemerintah dalam membangun otonomi daerah adalah untuk mensejahterakan daerah-daerah setempat, hal tersebut dikarenakan masyarakat dan pemerintah daerah tersebutlah yang mengetahui potensi serta permasalahan mendalam yang ada di daerah mereka masing-masing, sehingga pemecahan masalah paling tepat adalah pemikiran dari masyarakat serta pemerintah setempat. Akan tetapi dengan diberikannya hak dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan tersebut malah disalah gunakan oleh beberapa daerah yang akhirnya memberikan dampak negatif bagi masyarakat setempat, dampak negatif tersebut berupa ketertinggalan masyarakat terhadap era masa kini, hingga menurunnya tingkat ekonomi masyarakat akibat penyalahgunaan wewenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun