Kecerdasan anak, sejak dulu hingga saat ini, selalu menjadi bahan untuk dibicarakan oleh orang tua dan guru. Mengapa demikian? Banyak contoh orang yang dianggap memiliki kecerdasan tinggi, yang terkenal, bahkan setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Siapa saja mereka? Kita mengenal Albert Einstein, Mozart, Thomas Alfa Edison, dan banyak lagi yang lainnya.
Rasanya bangga kalau anak atau murid kita dapat menunjukkan prestasi seperti tokoh-tokoh tersebut. Efeknya, banyak orang tua dan guru yang berupaya keras mendorong anak atau muridnya untuk belajar lebih keras.Â
Prestasi menjadi papan target yang menjadi incaran yang ditetapkan bagi anak atau murid. Pemikiran bahwa prestasi erat kaitannya dengan kecerdasan menjadi sulit untuk dipisahkan, walaupun pada kenyataannya, hal ini tidak selalu sejalan.
Untuk mencapai target tersebut, tak jarang orang tua tergiur dengan berbagai promosi yang mengklaim bahwa produk mereka akan dapat meningkatkan kecerdasan anak. Pertanyaannya:
Apakah kecerdasan itu semata-mata karena faktor genetis, yang dibawa sejak lahir, ataukah merupakan sesuatu dapat ditingkatkan melalui asupan gizi, proses pengasuhan, pendidikan di sekolah, dan pelatihan-pelatihan?
Dalam buku-buku psikologi, dapat ditemukan istilah nature and nurture. Sebuah konsep yang membantah bahwa manusia itu terlahir seperti kertas putih.Â
Konsep nature and nurture menjelaskan bahwa manusia itu dibentuk oleh dua hal, yaitu oleh faktor yang dibawa secara genetis, dan yang diperoleh melalui faktor lingkungan, seperti pengasuhan dan pendidikan. Apakah dengan demikian berarti kecerdasan itu diperoleh sejak lahir dan kemudian juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan? Mari kita kupas satu per satu.
Nature
Apa sebetulnya yang diperoleh ketika seseorang dilahirkan, yang berkaitan dengan kecerdasan? Jawabannya, ia memperoleh gen yang berasal dari leluhurnya. Gen ini yang menentukan kondisi otak, termasuk hormon dan neurotransmitter lainnya.
Apa efeknya? Efeknya, ada bayi-bayi yang menjadi lebih sensitif untuk mempelajari informasi baru dibandingkan bayi-bayi lainnya. Contoh yang biasa ditemukan sehari-hari adalah, bayi yang dilahirkan dalam keluarga yang mencintai seni, biasanya akan menunjukkan perhatian pada seni, dan kemudian akan lebih cepat menguasainya. Kondisi otak yang peka terhadap stimulus seni, menjadi bagian dari bayi-bayi tersebut karena faktor genetis.
Hal yang sama juga berlaku untuk stimulus lainnya, bukan hanya seni. Ini juga berlaku untuk matematika, bahasa, dan lain sebagainya. Konsep multiple intelligence dari Howard Gardner, dapat menjadi salah satu alternatif bacaan bagi yang berminat untuk mengetahui tentang hal ini lebih lanjut.
Lalu bagaimana dengan nurture?
NurtureÂ
Konsep nurture mengacu pada faktor lingkungan, dalam hal ini bisa berupa asupan gizi pada masa kehamilan dan di masa lima tahun pertama kehidupan seseorang, juga faktor kesempatan untuk mengalami stimulasi yang merangsang perkembangan kemampuannya dalam hal tertentu. Bagaimana contohnya?
Saya ambil contoh dari bayi yang lahir dari keluarga seniman, yang secara genetis memiliki kepekaan terhadap seni yang lebih tinggi dibandingkan orang lain.Â
Seandainya karena sesuatu hal, bayi ini sejak lahir terpisah dari keluarganya dan kemudian diasuh di tempat yang tidak memungkinkannya untuk mendapatkan pengalaman seni seperti yang dialami oleh orang tuanya, apakah ia akan tumbuh menjadi anak yang pandai dalam hal seni tersebut? Ya.... Katakanlah sebagai pemain piano? Tentu tidak, bukan?
Untuk menjadi seorang pemain piano yang handal, seseorang bukan saja membutuhkan gen seni dari leluhurnya, namun juga membutuhkan kesempatan untuk belajar dan berlatih. Keluarga pemain piano pasti tahu, betapa mahalnya perjuangan untuk dapat menguasai alat musik itu. Dibutuhkan ketekunan, kesabaran, ketabahan, dan juga dukungan dari guru yang tepat.
Untuk menjadi seorang pianis yang baik, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan (nurture), yang turut menentukan apakah potensi genetis yang dibawa bayi pada saat lahir itu akan dapat dibentuk, diasah, dan diaktualisasikan dalam kehidupannya.
Contoh lain adalah orang yang memiliki potensi untuk menjadi matematikawan, namun hidup di pedalaman yang tidak mendapatkan akses dan kesempatan untuk mempelajari ilmu matematika, tentunya tidak akan pernah menjadi seorang matematikawan. Kalaupun ia mendapat kesempatan namun tidak dibarengi dengan adanya bahan belajar dan guru yang baik, potensi ini juga tidak akan membawanya menjadi seorang matematikawan.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan di awal tadi, apakah kecerdasan itu genetis atau hasil pendidikan: Ya, kecerdasan itu merupakan sesuatu yang dibawa oleh seseorang karena diturunkan secara genetis. Namun demikian, potensi ini tidak akan dapat diwujudkan dalam kehidupannya, jika tidak dibarengi dengan dukungan dari faktor lingkungan.
Nature and nurture merupakan pasangan yang tak terpisahkan. Oleh karena itu , orang tua seyogyanya berhati-hati menyikapi berbagai promosi yang mengklaim bahwa produk yang ditawarkan akan dapat meningkatkan kecerdasan anak.Â
Tidak ada produk yang akan dapat mengubah kecerdasan yang dibawa secara genetis. Sebaliknya, ketika hasil tes IQ menunjukkan angka yang tinggi, bukan berarti orang tua cukup berdiam diri saja. Orang tua tetap perlu memberikan asupan gizi yang cukup, pengasuhan yang tepat, begitu pula dengan stimulasi dan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan dirinya.
Referensi:
- Gardner, H. (2006). Multiple intelligences. New horizons. New York: Basic Books.
- Garn, A.C., & Jolly, J.L. (2015). A model of parental achievement-oriented psychological control in academically gifted students. High Ability Studies, 26(1), 105-116. doi: 10.1080/13598139.2015.1028614
- Hall, S.K. (2008). Raising kids in the 21st century: The science of psychological health for children. Chichester, UK: Wiley-Blackwell.
- Hughes, C., Cutting, A.L. (1999). Nature, nurture, and individual differences in early understanding of mind. Psychological Science, 10(5), 429-432.
- Mahoney, (2011). Goodness of fit: The challenge of parenting gifted children. In J.L. Jolly, D.J. Treffinger, T.F. Inman, & J. F. Smutny (Eds.). (2011). Parenting gifted children (pp. 539-545). Waco, TX: Prufrock Press, Inc.
- Olszewski-Kubilius, P. (2013). Parenting gifted children: The ultimate balancing act. Parenting for High Potential, 2(4), 2-3. Retrieved from www.nagc.org/phpdigital.aspx.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H