Hari kedua, Minggu, 25 Oktober 2015
Adzan Subuh telah berkumandang, selesai sholat subuh saya dan rombongan akan hunting sunrise di sekitar perairan Pulau Onrust ditemani Pak Candrian. Sayangnya matahari masih malu-malu menunjukkan sinarnya. Kamera saya juga kurang mendukung sehingga hanya sedikit foto sunrise yang saya dapatkan.
[caption caption="Bu Lis dan Mba Puspa sedang menikmati pesona sunrise berlatar Pulau Onrust. (Dok.Pribadi)"]
Pukul 05:30 WIB kami sudah merapat kembali ke Pulau Bidadari. Karena masih penasaran belum dapat sunrise saya pun mengajak Aida ke arah pantai di timur Pulau Bidadari, beruntung Pak Candrian mau menemani, sehingga terjadilah foto session bersama Pak Candrian dan teman-teman lainnya.
[caption caption="Foto session bersama Pak Candrian yang rela berbaring demi dapat angle bagus, salut Pak! (Dok.Pribadi) "]
Selesai sarapan teman-teman lainnya melanjutkan naik banana boat. Karena saya nggak bisa berenang malas basah-basahan, saya melipir main sepeda bersama Riri (sahabat saya yang kebetulan juga ikut trip ini). Kamipun memuaskan diri menikmati pesona pulau Bidadari yang belum kami eksplore sebelum kembali ke Jakarta daratan.
[caption caption="Persahabatan tulus itu pasti akan selalu didekatkan, seperti saya dan Riri yang kebetulan berjodoh ikut blogtrip ini. (Dok.Pribadi) "]
Mengekplorasi pulau-pulau tersebut membuat hati saya miris, karena hanya ada sisa bangunan bekas reruntuhan yang terkesan angker. Pak Candrian pun menyayangkan di tahun 1970an pernah terjadi penjarahan sisa bangunan untuk dijadikan bahan bangunan rumah mereka dan hal itu di legalkan oleh pemerintah masa itu. Sehingga hanya sedikit yang tersisa dan belum tentu bertahan hingga 1 abad karena ancaman abrasi hingga bencana alam lainnya.
Memang saat ini sudah sangat ramai wisatawan yang berkunjung ke Pulau-Pulau tersebut, namun tak dapat dipungkiri terlalu banyak wisatawan juga bisa mengancam kelestarian cagar budaya jika tidak disertai perlindungan yang baik. Maka dari itu perlu peran dari kita semua untuk melestarikan cagar budaya tanpa menutup perkembangan pariwisata di kawasan tersebut.
Pak Candrian sendiri memberikan solusi agar dibuat Open Air Museum, dimana wisatawan juga diajak untuk melakukan kegiatan arkeologi sehingga secara langsung ikut melestarikan cagar budaya yang tersisa, namun dengan syarat pengunjung mesti dibatasi. Saya sangat mendukung ide Pak Candrian ini, semoga lewat tulisan ini anak-anak muda seperti saya bisa menjadi wisatawan yang bertanggung jawab dan semoga pihak-pihak terkait bisa segera melakukan tindakan nyata.
Hmmm sepertinya sudah nggak ada ide nulis lagi sangat panjang tulisan saya, terima kasih kepada Kompasiana dan Kementrian Pariwisata yang sudah membuat blog trip ini yang tak lain sebagai tindakan nyata mengembangkan wisata bahari dan wisata sejarah di Kepulaun Seribu. Â