Mohon tunggu...
Rianti Antie
Rianti Antie Mohon Tunggu... -

pengen jadi yang berhasil

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kapan Bahagia Menghampiriku

27 Agustus 2017   16:37 Diperbarui: 29 Agustus 2017   07:56 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kisah ku tak se beruntung teman-temanku. Aku terlahir dari kalangan bawah di kampung, Ibuku hanya seorang buruh ladang biasa. Aku tinggal bersama ibuku karena ibu dan bapakku berpisah saat  aku masih kecil. Semua kisah kami bermula saat bapak dan ibu bercerai,karena cinta bapak dan ibu tak pernah direstui oleh nenek, mereka bercerai meski masih saling mencintai dan saat perceraian itu bapakku tidak tahu bahwa ibu sedang hamil 2 bulan, sakit hati yang ibu rasakan saat itu, setelah mereka bepisah aku dibawa ibu dan tinggal dirumah ibu. Saat itu aku belum tahu apa-apa ,apa itu cerai , apa itu hidup, dan apa itu sakit hati.

Saat bapak dan ibu berpisah ibu sempat berkata bahwa ibu sedang hamil tapi bapak justru berkata yang membuat hati ibu sakit dia berkata "jika yang lahir laki-laki itu anakku tapi jika bukan laki-laki berati bukan anakku, jika itu memang benar-benar anakku, hidupku tidak akan sampai tua aku tidak kan hidup untuk melihat cucuku nantinya" . ibuku kaget dan menangis sambil berkata dalam hati " ya alloh aku hanya melakukannya dengannya bagaimana mungkin dia berkata begitu, baiklah akanku mulai hidup baru ini sendiri, semoga yangdia katakan alloh mendengarnya dan kan berbalik pada dirinya sendiri".

Beberapa bulan setelah kejadian itu ibuku melahirkan adikku dan dia laki-laki. Kami hanya tinggal bertiga saat itu. Waktu berjalan aku tumbuh remaja dan adikku pun mulai menjadi anak-anak. Aku mulai mengerti  kesedihan ibukku selama ini , karena aku sudah sekolah. Saat itu sedang libur sekolah, ibu pergi ke ladang orang untuk mencari nafkah dan aku dirumah dengan adikku, dan saat itu adikku tumben-tumbennya bertanya tentang bapak. Dia terus bertanya tentang bapak sampai aku tak tega, akhirnya aku bawa adikku kerumah bapak yang rumahnya tidak jauh dari rumah kami.

Sesampai dirumah bapak, ternyata yang dirumah adalah ibu tiriku dan bapak sedang pergi keladang dan belum pulang. Bukannya senang, ibu tiri kami justru memaki kami yang intinya bahwa adikku bukan anak bapak, aku menangis saat itu karena aku tak tega melihat adikku yang sedarah denganku dihina, dimaki. Aku mengajaknya pulang sambil menangis ternyata salah seorng tetanggaku tahu kejadian itu, dan bertanya apa yang terjadi. Aku hanya diam dan terus brjalan pulang.

Sampai dirumah akupun tak menceritakan kejadian itu kepada siapapun aku merasa bersalah, telah mengajak adikku kesana. Aku berfikir untuk tidak pernah kesana, suatu hari aku menemui bapak dan menceritakan kejadian itu tapi bapak tak percaya semua itu, aku dianggapnya membual saja. Aku mulai tahu tentang sakit hati itu apa, aku berfikir kembali tidak menemui bapak, karena aku yakin bahwa suatu saat bapak kan tahu dan kan ada keajaiban dari Alloh.

Dengan jerih payah ibukku, aku bisa dewasa, aku dan adikku bisa sekolah walau kami hanya sampai SMP saja, aku kagum dengan hasil kerja ibu selama ini yang menghidupi kami seorang diri saja. Setelah selesai sekolah karena ekonomi yang tk mampu untuk aku sekolah lagi aku berfikir untuk bekerja, alhamdullilah aku bekerja di jogja , kerjaku membersihkan rumah jika rumah selesai aku bisa istirahat kalau tidak aku bisa membantu di apotik yang letaknya di lantai bawah. Waktu berlalu, aku di telfon untuk pulang dan aku pulang , ternyata aku dijodohkan kakek ku dengan salah seorang temanku yang ternyata dia sudah suka denganku lama, aku takut karena kakek berkata bahwa aku bukan cucunya jika aku tak mau menikah dengannya.

Aku menuruti keinginan kakek, aku menikah dengannya. Awal pernikaha kami baik saja, meski aku tak cinta, aku tahu tugas istri kepada suami, aku layani dia semua yang ku bisa. Kami di karunia i anak laki-laki di lahir dengan berat 3,8 kg. Aku sangat senang karena bisa menjadi ibu, dn tahu perjuangan seorang ibu melahirkan anaknya. Tapi ternyata setelah anak kami lahir, semua berubah. Suamiku mulai tak pernah dirumah hanya satu dua hari di rumah dan pergi lagi.

Aku sendirian mengurus anaku, ia mulai memberi uang dengan menjatahnya, lalu dia mulai tak memberikan nafkah kepada kami, diamulai kasar denganku dan keluargaku. Kasar dalam berkata dan sikapnya. Aku mulai tak tahan dengan semua ini, kapan dia marah dia selalu kasar denganku atau anakku, lalu dia bawa pakaiannya dan pergi, aku capek. Setelah pernikahan kami 5 tahun aku sudah tak tahan dan bulan februri aku memutuskan unuk bercerai. Sampai saat ini aku masih sendiri dan anakku ikut dengan ku, aku lebih memilih sendiri tapi bhagi, aku tinggal dengan anak dan keluargaku lagi.

Kami lebih bahagia, tapi kadang aku berfikir kapan semua ujian kan berakhir.Aku berfikir tak apa ya Alloh kau beri aku jodohku orang tak punya asalkan dia bisa setia, tanggung jawab, menerimaku dan anakku apa adanya, dan bisa menuntunkudan anakku selalu dijalan mu. Aku yang sekarang lebih bisa tersenyum bahagia dari yang dulu. Karena lebih baik derita ini aku rasakan sendiri daripada anak dan keluargaku yang menderita.

Salam dariku Rianti, maaf jika kataku tidak berkenan untuk para pembaca.

TEMANGGUNG, 27 agustus 2017-08-27

RIANTI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun