Mohon tunggu...
Anthony Tjio
Anthony Tjio Mohon Tunggu... Dokter - Retired Physician

Pencinta dan penegak ketepatan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perayaan Makan Cang Menyambut Musim Kemarau

10 Juni 2024   05:46 Diperbarui: 10 Juni 2024   05:46 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari AH Tjio

Di Nusantara ada perayaan Pehcun yang artinya mendayung kapal. Perayaan yang diadakan pada hari terpanjang dalam setahun, di bulan Juni, yang bertepatan dengan hari ke 5 bulan 5 tanggalan Imlek, yang menandakan dimulainya Musim Kemarau.

Seiring itu disertai kebiasaan makan kue cang pada perayaan Pehcun tersebut.

Sedangkan di Tiongkok sana, Tionghoa hanya mengenal hari itu Hari Cang.

Hari perayaan makan Cang ini sejarahnya sudah sejauh 3000 tahunan.

Pacuan perahu Naga atau Pehcun itu hanya diadakan baru baru saja, resminya dimulaikan pada tahun 1930 di Canton.

Apa itu "Cang"?

Pada hari Summer Solstice, atau dalam istilah Mandarin-nya "Duan-wu", adalah Hari Cang. Sedangkan Pehcun yang artinya mendayung perahu itu hanya sebutan dari para perantau Tanglang di kemudian hari.

Cang adalah semacam tumbuhan liar yang daunnya panjang dan melebar di bagian tengahnya, cukup panjang untuk membentuk bungkusan bentuk piramida, dan kuat untuk direbus dalam air mendidih dengan waktu yang lama.

Menggunakan daun cang ini dibuatkan makanan dari bahan nasi itulah yang dinamakan Kue Cang, yang diisi daging menjadi bak-cang.

Asal usul Kue Cang:
Sejak sebelum terbentuknya kebangsaan Tionghoa, lebih dari 5000 tahun lalu, ada banyak suku bangsa yang bertaburan bagaikan bintang bintang di langit di sekitar Sungai Yangtze.

Mereka bercocok tanam padi yang mempercayai adanya Naga dalam air sungai yang menguasai musim dan cuaca, sehingga perlu menyuap Naga tersebut supaya tidak menyebabkan bencana alam di waktu musim panas.

Suku bangsa yang di sebelah selatan Sungai Yangtze tersebut percaya sama kedukunan dan paganisme dan menyebut sehari yang terpanjang dalam setahun itu adalah Hari Setan.

Maka pada Hari Setan tersebut, rakyat yang percaya kedukunan dan paganisme pada mendayung perahu ke pertengahan sungai untuk melemparkan sesuguhan nasi bumbung mereka ke kali.

Suatu ketika pada sekitar 2500 tahun lalu, sewaktu Tiongkok dalam perpecahan di keakhiran Dinasti Zhou, daerah di selatannya Sungai Yangtze ini dibawah kekuasaan Negeri Chu, yaitu masa yang pernah diceritakan dalam seri TV berjudul Mi Yue, tepat pada suatu keramaian perayaan Hari Setan, di dekat kediaman Putri Mi Yue sana ada seorang bangsawan Chu yang bernama Qu Yuan (baca Ji Yan) menerjun ke kali, bunuh diri disitu.

Kejadian itu terlihat oleh orang di seberang kali, tanpa mengerti siapa yang jatuh ke kali, perahu berburu buru menuju menolongnya. Namun tidak berhasil menemukan mayat korban tersebut.

Beberapa hari kemudian diketemukanlah mayatnya dan dikenalilah siapa korban tersebut.

Setelah diketahui bahwa orang itu Qu Yuan, seorang pujangga yang tidak terkenal. Dari peninggalan tulisannya menunjukkan dia sedang depressi, berkali kali sudah mau terjun kedalam sumur di rumahnya, akhirnya terjun ke dalam kali pada ketika perayaan Hari Setan itu, supaya mendapatkan perhatian.

Dari penulisan orang setelah beberapa ratus tahun kemudian, ada yang menceritakannya sebagai pecinta negerinya, dan setelah seribuan tahun kemudian juga ada yang meluapkan dia menjadi pahlawan.

Qu Yuan itu memang keturunan bangsawan negeri adipati Chu, bukan seorang besar, tidak menjabat posisi penting dalam kerajaan di zaman Spring and Autumn Dinasti Zhou, jabatannya sekedar pegawai protokol penyambut tamu asing, yang kemudian dicopot dari jabatannya, terus pulang desa tanpa pernah berjasa apapun pada negerinya.

Namun dari puisi yang ditulisnya sesaat sebelum bunuh diri, yang diberi judul "Li Sao" yang artinya "Selamat Tinggal Kerisauan", beliau dijadikan lambang pecinta negara.

Di abad ke 4 Masehi pada Dinasti Jin, sekitar 2000 tahun setelah meninggalnya Qu Yuan, dipermudah pembuatan sesuguhan nasi bumbung ini.

Oleh orang Dinasti Jin yang merantau ke Tiongkok bagian selatan yang menjadikan Tanglang orang Hokkian di Cuanciu sekarang, menggantikan bumbung bambu dengan daun cang.  

Cang di Hokkian ini diisi daging dan sebagainya, menjadikan bacang yang kemudian dibawakan oleh Tanglang yang menyebar kemana saja.

Hingga hari ini di Tiongkok hanya mengenal Hari Cang bukan Pehcun. Karena pacuan Peh-cun itu baru dimulai sekitar 90 tahun lalu di 1930an, di kota lama Guangzhou (Canton).

Tidak ada ucapan Happy Bacang Day, karena makan cang sekedar memperingati hari kematian seorang yang bernama Qu Yuan.

Selamat makan Cang.

oleh: Anthony Hocktong Tjio.

Monterey Park, 6-10-2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun