Sehabis kunjungan sejarah Presiden Amerika Richard Nixon diatas Tembok Besar Badaling yang menyerukan  "Only a great nation can build such a magnificent Great Wall," pada tanggal 24 Februari 1972. Tiongkok membuka pintu tirai bambunya untuk dunia dan jutaan orang sudah melangkahkan kakinya di Great Wall tersebut.
Tionghoa sudah ribuan tahun mengenal tembok besarnya, namun diterlantarkan selama itu, karena tembok besar tersebut memberikan kesakitan dalam pembangunannya yang memakan banyak korban, gagal kegunaannya untuk membendung serangan musuh asing yang berulang-ulang datang menduduki negaranya, dan mengingatkan kepedihan sejarah penghinaan dari luar pada bangsanya. Sekarang sudah melambangkan semangat bersatunya Tionghoa dan mendirikan persahabatan antar bangsa untuk generasi yang mendatang. Â Â
Kita menamakan itu Tembok Besar Tiongkok dan Nixon menyebutnya The Great Wall, bangunan itu sudah dikenal Tionghoa lebih dari 2200 tahun sejak disebutkan didalam Kitab Catatan Sejarah Tionghoa, Shi-ji, dengan satu kata "Chang Cheng" yang artinya Tembok Panjang.
Hanya dengan satu kata chang cheng saja dari mahasejarahwan Sima Qian didalam Hikayat Maharaja Pertama Qin Shi-huang-di, maka sejak abad pertama sebelum Masehi itu juga, Tionghoa selalu mengaitkan Tembok Panjang ini dengan setiap rekayasa maniak Qin SHD yang memprakarsai perbudakan dijamannya.
Disana tidak diperjelaskan bagaimana pembangunannya maupun menceritakan rupa tembok panjang tersebut, karena "chang cheng" yang sepintas disebutkan didalam Catatan Sejarah Shi-ji itu, hanya merupakan tempat pembuangan tawanan perang yang diperbudak untuk membangunnya.
Kenyataannya riwayat Tembok Besar Tiongkok yang kita selama ini ketahui, bukan semuanya betul, dan tembok panjang yang dibangun pada waktu First Emperor Qin SHD itu juga tidak sesungguhnya panjang. Dengan kesimpulan bahwa tembok yang secara legenda dibangun sekitar 2300 tahun lalu itu, belum patut disebut the Great Wall maupun Chang Cheng yang sesungguhnya.
Sejak dijaman Perunggu lebih dari 4000 tahun lalu, bangsa-bangsa dari Mesopotamia yaitu sekarang Persia sudah mulai mendirikan kerajaan Xia, Shang dan Zhou disepanjang Sungai Yellow River di Henan, dan menjadikan bangsa Tionghoa di Tiongkok Semula.
Pada waktu yang bersamaan itu juga, sudah ada banyak negeri-negeri besar kecil yang berbentuk benteng tanah dan batu yang berada di Persia. Tidak terhitung banyaknya benteng itu yang merentet disepajang jalur yang kemudian hari disebut Silk Route, yang terus menjalar ke jurusan timur sampai di Tiongkok Semula itu.
Sampai dimasa akhir Dinasti Zhou dari 475 sampai 221 BC, dimana-mana berdirilah negeri-negeri adipati yang dari sekecil satu pedesaan sampai sebesar satu kabupaten, yang tersebar seperti bintang-bintang memecah belah Tiongkok Semula selama 250 tahun. Mereka membangun batas wilayah masing-masing negerinya dengan benteng tanah dan batu, maka sampai ada seratusan disana.
Mulailah mereka saling berperang satu dengan yang lain, dimana adipati yang lemah dimusnahkan, dan meluaslah wilayah adipadi yang mencakupnya. Setiap ada perluasan wilayah setelah pencakupan itu, maka tembok benteng negerinya juga harus diperbaharui untuk perluasannya, sehingga ada tembok tanah yang merupakan jaringan labah dimana-mana.
Sampai akhirnya hanya tinggal 7 negeri adipati di sana, diantaranya, Negeri Qin yang terletak dibagian yang paling barat Tiongkok Semula itu yang paling kuat, yang memiliki militer dengan arsenal modern Romawi, sehingga Qin SHD dengan sekejap mata bisa memusnahkan lain-lain negeri, dan menyatukan Tionghoa untuk pertama kalinya ditahun 221 BC.
Maharaja Pertama Qin SHD dalam waktu sesingkat 10 tahun berhasil menggarap negaranya yang berpusatkan didekat Xi'an untuk persatukan bahasa, aksara, mata uang, dan segala ukuran-ukuran dari bekas-bekas negeri adipati tadi. Membangun jalan raya kesegala jurusan negaranya untuk keperluan niaga dan kepentingan militer, dan demi mempersatukan Tionghoa, dia pun membongkar dinding batas wilayah adipati yang tadinya simpang siur. Selain itu dia masih terus memperluas wilayahnya ke timur dan selatan. Hanya saja dia sekarang menemui tantangannya disebelah utara.
Di Utara ada suku bangsa pengembara Xiong-nu (Hun) yang sedang mengganas, mereka yang dikemudian harinya menjadi bangsa-bangsa Siberia, Cathay, Hakka dan Mongolia, sering menyerang Tionghoa diperbatasan utara bilamana mereka mengalami kekurangan persediaan makanan untuk musim dinginnya, bagaikan bandit yang sehabis menyerbu dan merampok terus kembali ke sarangnya lagi.
Sehingga Qin SHD pun tidak berdaya menangkis serangan gerilya mereka yang berulang-ulang, kecuali membendungnya. Maka dari sisa tembok tanah peninggalan negeri adipati seperti Yan, Zhao, Wei dan Qin sendiri disepanjang perbatasan dengan Xiong-nu, semuanya dipertahankan dan diperkuatkan untuk dijadikan tebeng wilayah yang disebelah utara.
Inilah yang disebut Tembok Panjang Qin dalam sejarah, semata-mata penyambungan dan penambalan tembok benteng dari tanah campur racikan merang yang sudah ada sebelumnya, sehingga tidak sesungguhnya panjang karena berlika-liku dan terputus-putus dari bekas wilayah Qin semula di Lintao Gansu sampai ujungnya dibekas wilayah Yan di Semenanjung Liaodong di Laut Bohai. Panjang sesungguhnya tidak pernah diukur tetapi sudah diperluapkan "wan li chang cheng" yang berarti sepanjang puluhan ribu mil.
Tembok panjang buatan Qin SHD tersebut mempergerakkan sekitar 300ribu tenaga tawanan perang, tahanan kriminal kejahatan maupun politik, lelaki yang menampung hidup di mertuanya, dan para pedagang.
Mengapa pedagang juga tersangkut? Ini disebabkan oleh ajaran Konghucu yang menciptakan 4 kasta masyarakat Tionghoa, dimana menganggap pedagang adalah orang yang paling curang dan statusnya harus paling rendah didalam masyarakat. Qin SHD sendiri benci pada ayah tirinya yang namanya Lv Bu-wei, dia merupakan konglomerat yang begitu kaya diwaktu itu, sehingga dijadikan dewa rejeki (cai seng ya) Tionghoa sampai sekarang. Ayah tiri tersebut bersama dengan ibunya sendiri, dua-duanya dipaksa bunuh diri oleh Qin Shi-huang-di.
Kaisaryah Qin hanya bertahan 15 tahun lalu digantikan Han. Sekarang terjadi pembangunan Chang Cheng phase ke-2 yang lebih panjang, yang menerus ke barat sampai di Turkistan Timur, sekarang Xinjiang. Sekali lagi tembok tersebut masih terbuat dari tanah dan racikan merang.
Dinasti Han ini mula-mulanya sangat perkasa, melebihi Qin dalam mengatasi masalah Hun dan berhasil menggusur bandit-bandit itu ke Barat sampai di Eropah Timur, sehingga Tionghoa dalam sejarah mendapatkan kehidupan yang tenang dan makmur untuk pertama kalinya. Sebegitu bangganya Tionghoa pada masa kejayaan ini, sehingga menyebutkan dirinya juga bangsa Han yang menjadi kebiasaan sampai hari ini.
Setelahnya Han, Tembok Panjang ini kehilangan fungsi pertahanannya selama seribu tahunan, karena diwaktu dinasti-dinasti berikutnya, Jin, Tang dan Song, Tionghoa sudah terbuka untuk perniagaan, pertukaran budaya dan peleburan dengan suku bangsa disekitarnya, sehingga hampir tiada serangan dari utara Tembok Panjang lagi. Kedamaian ini berlangsung sampai masa akhirnya Song karena ada munculnya Genghis Khan di Mongolia yang hendak mencakup Tiongkok.
Teknologis pembangunan tembok diwaktu Qin sampai Han diabad 3 BC, boleh dikatakan masih primitip kalau dibandingkan dengan tata pembangunan benteng-benteng dijaman Song setelah abad 10 AD, karena tembok-tembok Qin itu hanya merupakan tumpukan tanah dari campuran merang yang ditumbuk rapat supaya padat dan kukuh, yang tahan serangan panah dan tembakan peluru batu dijaman senjata dingin itu, namun lama kelamaan bangunan tanah itu selain sudah terkikis oleh cuaya, juga terjadi kerusakan mutlak dari peperangan dengan Tartar Mongol Genghis Khan, yang untuk pertama kalinya mempersenjatakan meriam diabad 12-13 AD. Dengan seketika tembok tanah tadi dihancur-leburkan.
Dari situlah mengapa Marco Polo tidak pernah menyebutkan Great Wall dalam cerita petualangannya di Khitai, cara Mongol Tartar menyebut Tionghoa, Cathay, sehingga banyak penulis kritiknya, seperti Francis Wood, yang menyangsikan kebenaran cerita Marco Polo kalau pernah datang di Tiongkok.
Mereka tidak meninjau keseluruhan sejarah Tionghoa, sedangkan Polo juga tidak melalui jalan dari utara dimana letaknya tembok-tembok tersebut, karena ada pendapat yang mengatakan tembok panjang yang dibangun oleh Qin SHD itu, sebenarnya berada didalam wilayah Republik Mongolia sekarang, dan, meskipun Polo juga pernah melewati itu tumpukan tanah yang sudah tidak berupa apapun diwaktu itu, tentunya juga tidak bakal berkesan untuk menuturkannya didalam cerita petualangannya di Tiongkok. Apalagi, menurut Polo sendiri, hanya menceritakan 10% dari pengalamannya didalam bukunya itu.
Jadi kapan dan siapakah yang membangun Tembok Besar yang disebut Nixon 'Great Wall' itu? Jawabannya dibawah ini. Boleh dikatakan gara-gara Jepang.
Asal usulnya dari adanya serangan perompak Wokou, yang artinya "bandit kerdil" yang merajarela, mereka mendarat dan merampok di pesisiran tenggara Tiongkok setelah Armada Ming pimpinan Cheng Ho bubar diabad 15.
Wokou tersebut merupakan gerombolan para Ronin yaitu preman Samurai yang mengasingkan diri di Okinawa, lalu melalui Formosa (Taiwan) terus menyerang Teluk Zaitun di koloni perniagaan Muslim Persia/Arab di sekarang Quanzhou, Hokkian sejak abad 14.
Pusat perekomian Tionghoa Ming di Teluk Zaitun ini menghasilkan hampir separuh keuangan kaisaryah yang didatangkan dari perniagaan Jalur Sutra Maritim. Bandit Kerdil Jepang disana merampok, memperkosa dan membunuh, yang mengakibatkan pengrusakan perekonomian di Teluk Zaitun dan penggusuran Muslim Tionghoa peranakan dari sini ke Champa.
Lebih dari seratus tahun Ming kehabisan akal untuk menanggulangi masalah keamanan di pesisiran itu. Pasukan habis pasukan dikirimkan kesana juga kewalahan mengatasi serangan gerilya perompak itu. Untuk memperbedakan kapal nelayan Hokkian dari kapal perompak yang datang, maka juga diadakan penyegelan laut untuk melarang kapal-kapal keluar ke laut. Pelarangan berlayar yang ketat sebegitu pun sia-sia untuk menyetop perompak mendarat dimana-mana, maka akhirnya Kaisar Ming Jia-jing diabad 16 mengirimkan jendral besar kelahiran Shandong, Qi Ji-guang kesana untuk membereskannya.
Pertama-tama Jendral Qi menduduki pangkal perompak yang di Teluk Zaitun dan disana dia membangun benteng pertahanannya di Chong-wu, di kabupaten Hui-an, Hokkian.
Tidak jelas desain dari arsitek siapa, tentunya bukan asal gagasan dari Jendral sendiri, karena pembangunan benteng tersebut ternyata lain daripada yang lain, dan adalah yang pertama di Tiongkok, daripada yang sebelumnya hanya terbuat dari tanah tumbukan yang tidak lama itu sudah dihancur remukkan oleh senjata meriam Mongol Tartar, yang baru ini terbuat dari bahan batu.
Tidak mengherankan bisa membangun benteng modern dari batu seperti ini disana, karena sejak ratusan tahun, Teluk Zaitun sudah merupakan pangkal perniagaan jalur maritim, yang dari Zaitun Quanzhou sini melalui Gujarat menuju Teluk Hormuz di Yaman, lalu terus ke Venesia Italia melalui Dubrovnik di Kroasia, dan sampai tujuan akhirnya di Valensia Spanyol, maka dari sana pun ada banyak bangsa asing dari Persia dan Latin yang datang, yang bersama mereka juga kedatangan juru pembangunan benteng-benteng di Teluk Zaitun.
Sudah banyak tembok benteng yang terbuat dari bahan batu disepanjang Jalur Sutra, contohnya, Karavanserai yang merupakan benteng batu sudah banyak dibangun di Persia sampai di Turki, juga ada benteng batu Pelabuhan Dubrovnik dan yang serupa Tembok Batu di Ston di pangkalan niaga Yunani dan Venesia di Laut Adriatika, lagi pula sudah ada Masjid Al-Ashab bangunan Muslim Yaman dari dinding batu di Zaitun sendiri. Tidak mengherankan, dari model yang sudah ada dari Barat bisa membangun benteng batu Chong-wu ini.
Terbuat dari roti berbentuk bulat dan keras yang bisa bertahan berhari-hari, lalu disunduk dengan tali untuk digantungkan di leher, itulah roti Kompiang. Penamaannya dari lafal orang Hokjia yang artinya pia (piang) bapak Qi Ji-guang (kom). Dengan demikian tidak perlu lagi memindah-mindahkan dapur rangsum tentara dengan adanya persediaan kompiang ini.
Satu yang disini baru beres, terjadi kekalutan disebelah utaranya, sekarang Bandit Kerdil muncul di pesisiran Zhejiang, Jendral Qi yang baru saja menarik nafas dalam di Chong-wu, segera dikirim ke Linhai, Zhejiang pada tahun 1555.
Kebetulan pernah ada sepotong tembok tanah diatas bukit diselatannya Sungai Yangtze di Linhai dekat Taizhou. Menurut ceritanya bekas tembok yang sepanjang 4 kilometer itu sudah berada disana kira-kira 1,600 tahun, yang semulanya dibangun pada jaman Dinasti Jin Timur ditahun 402 AD untuk pertahanan terhadap pergolakan para petani atau membendung pasang laut disana. Kemudian pernah dipugar di jaman Dinasti Song Selatan pada abad 11, yang sekarang sudah hancur dan terdapat banyak lubang-lubang tanda serangan panah pada tembok tumpukan tanah tersebut.
Sekarang Jendral Qi menggerakkan 4000 tentara dari petani asal Yiwu, dengan mempergunakan dasar tembok yang pernah ada di Linhai tersebut, membangun kembali garis pertahanan terhadap serangan Bandit Kerdil disana.Â
Selama 8 tahun bertugas disana dia memperluas, mempertinggi dan memperpanjang bangunan tembok itu sampai 6 kilometer, dengan memakai model yang sudah ada di Chong-wu maka Tembok Linhai ini juga dibangun dengan lapisan bahan batu yang tahan serangan meriam dan dilengkapi beberapa bangunan gardu pengawasan diantaranya, sehingga sangat kukuh dalam kegunaan pertahanan perang maupun menolak banjir air laut.Â
Bangunan ini persis dengan Tembok Batu Ston yang satu-satunya berada di Eropah, dan 5 tahun kemudian, Tembok Batu Linhai ini menjadi prototipe dari pembangunan Tembok Besar Tiongkok di Beijing.
Mongol Tartar Kublai Khan pernah menduduki Tiongkok selama 90 tahun dari tahun 1271 hingga 1368, sudah dikalahkan oleh Tionghoa Ming dan diusir dari wilayah Tiongkok 200 tahunan. Kebanyakan sisa-sisa Mongol Tartar melarikan diri ke utara kembali ke Mongolia, yang lainnya sebagai Muslim Mughal dari Yunnan menuju ke Afghanistan yang kemudian menduduki India.
Selama 16 tahun Jendral Qi disana mempertahan Tionghoa Ming terhadap serangan yang berlarut-larut dari Altan Khan di Jizhou, Hebei, dan diatas dasar Tembok Panjang yang kawakan itu dia membangun tembok batu ala Chong-wu dan Linhai tadi.
Semula, Tembok Besar phase 3 ini dikenal "Wan Li Chang Cheng" () yang memperingati  "tembok panjang yang dibangun dalam era Kaisar Ming Wan-li", kemudian, Tionghoa yang membanggakan bangunan raksasa sekarang itu bagaikan rekayasa Qin Shi-huang-di 2300 tahun lalu, maka sejak dipermulaan abad lalu, penamaan "Wan Li Chang Cheng" yang bermakna "Tembok Panjang Puluhan Ribu Mil" () dipakai lagi.
Walaupun kelihatannya besar dan kukuh, hampir tidak pernah Tembok Panjang atau Tembok Besar tersebut berhasil melaksanakan kegunaannya untuk membendung serangan bangsa asing dari utara, akibatnya selama 2000 tahun berkali-kali Tionghoa jatuh ditangan kekuasaan bangsa asing. Namun dari mereka yang berhasil memasuki Tiongkok, juga akhirnya meleburkan diri sebagai suku yang diresap kedalam Kebangsaan Tionghoa sekarang.
Sudah jutaan orang yang pernah melangkahkan kakinya di Great Wall tersebut, dan disana juga mengambil foto kenangan di sisi prasasti batu yang berukiran huruf merah kata Chairman Mao Zedong: "Bukan jantan bila tidak naik kesini".
"Se apena suma pessoa assistir, e gostar...eu ja estarei satisfeito!" (Bila seorang saja yang membaca, dan menyukainya...saya sudah puas).
Oleh: Anthony Hocktong Tjio.
Monterey Park, 14 Oktober 2014, diperbarui: 8 Agustus 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H