Pada usia lanjutnya, Sayyidil Shamsudin Omar ditunjuk Kublai Khan untuk memerintah dan membangun kembali kota Xi’an yang sudah dibumi ratakan oleh Mongol sendiri dalam peperangan, disanalah beliau membangun kembali Masjid Gang Kajian Besar, yang dikemudian hari, dari sana Cheng Ho mengundang ustadz Hasan mengikutinya dalam pelayaran ke-5 Armada Ming, dan dia memperkenalkan bedug ke Nusantara di tahun 1414.
Lima tahun sebelum meninggal dunia, Sayyidil Shamsudin Omar diberi gelar Pangeran Yunnan Utara untuk memerintah bekas Kerajaan Karajang di Kunming sampai wafatnya ditahun 1279.
Jasanya besar sewaktu beliau menjabat gubernur di Yunnan, diantaranya, beliau memperkenalkan kebudayaan Tionghoa disana sambil berdakwah Islam kepada rakyatnya yang masih terbelakang dan biadab. Beliau memperkenalkan peti mati untuk menggantikan adat kremasi, membangun klenteng-klenteng Budhisme, Taoisme dan Konghucu, membangun juga gereja Kristen disamping masjid-masjid. Karena diwaktu itu, beliau memerintahnya dengan misi membangun peradaban dan memperkembangkan kebudayaan melalui ajaran Konghucu dan Islam yang bahu membahu disana, menjadikan Yunnan Tionghoa mualaf Islam.
Boleh dikatakan Sayyidil Shamsudin Omar adalah Sunan atau Wali satu-satunya di China, beliau berhasil me-mualaf-kan sekitar satu juta rakyatnya sebelum akhir hayatnya, yang sekarang sudah menyebar sebagai Muslim Tionghoa kemana saja.
Jabatan gubernur Yunnan tersebut dilanjutkan oleh Sayyid Ejjel Nasr ed-Din, yaitu anak sulung dari Sayyidil Shamsudin Omar, dan seharusnya jabatan itu diteruskan turun temurun. Setelah Nasr ed-Din yang mempunyai 12 anak wafat ditahun 1292, anak sulung Sayyid Ejjel Bayan meneruskan jabatan gubernur Yunnan, dialah kakek Mahmud Shamsudin Cheng Ho. Sedangkan anak lainnya, Omar, Jafar, Hussein, Saadi juga berjabatan tinggi dalam pemerintahan kaisaryah Mongol.
Salah satu anak Nasr ed-Din yang bernama Sayyid Ejjel Abubeker Bayan Fenchan diangkat gubernur di Zaitun, sekarang Quanzhou Hokkian, anaknya yang bernama Sayyid Ejjel Omar yang semula berjabatan di Luoyang Henan kemudian diangkat menjadi shahbandar di Teluk Zaitun, beliau mengambil nama eyang Sayyid Ejjel Nasr-ed-Din yang di Yunnan dan mengganti nama marga sesuai aliran Tionghoa menjadi Ding Jin 丁瑾, dan menetap dipemukiman Muslim di dusun Chendai, kabupaten Jinjiang, kota Quanzhou. Dialah eyang Marga Teng/Ting Hokkian, dan di Chendai sana juga dibangun Rumah Abu Marga Ding olehnya diakhir abad 14.
Hampir semua penduduk di Chendai yang sebesar 22ribu orang sekarang adalah muslim dan kebanyakan juga bermarga Ding. Semula penghidupan mereka susah, nasib mereka segera berupa setelah Tiongkok membuka Kota Xiamen menjadi daerah istimewa perkembangan ekonomi di tahun 1979. Xiamen tidak jauh dari Quanzhou dan lebih dekat lagi dengan Chendai.
Setiap warga didesa itu, dari suku Han dan suku Muslim bahu membahu bersama memcurahkan pikiran mereka untuk menerobos keluar dari kemiskinan. Dari semangat berjuang, kecerdasan berdagang dan jiwa tak mudah putus asa yang tersimpan dalam DNA leluhur Persia mereka, berlarian mereka mencari jalan, keluar belajar dan mengumpulkan modal. Tidak kurang juga pada saat itu mendapatkan tunjangan dari diaspora sanak famili seketurunan yang sudah lama keluar negeri, kembali untuk melawat dan ikut membangun tanah leluhurnya disana. Mereka mulailah menerima pesanan membikin sepatu.
Dipelopori oleh Perusahaan Sepatu Hong Xing yang menerima kontrakan membikin sepatu olahraga buat merk: Adidas, Reebok, Kappa, Puma, Jordan dan Air Jordan, Nike, dan lain-lain maupun membuat merk mereka sendiri 361 dan Erke. Di tahun 2000, sudah membuat satu pasang sepatu olahraga dari 5 pasang didunia dengan penghasilan ekspor sebanyak 3 milyar dollar Amerika setahunnya.
Sekarang di perkampungan Chendai yang luasnya hanya separuh wilayah Sidoarjo sudah menjadi Delta Emas, yang merupakan perkampungan nomor 2 yang terkaya diseluruh Tiongkok. Setiap keluarga disana bertanding produksi bahan sepatu mutu yang tinggi dengan harga yang merebut pasaran. Berdirilah disana 935 industri rumah tangga yang menyediakan bahan dasar untuk 250 pabrik sepatu yang memproduksi sedikitnya 15 merk Tiongkok mereka sendiri. Tidak ada pengangguran dan tidak ada yang sempat menganggur disana. Penghasilan penduduk yang dulunya hanya kurang dari 10 dollar Amerika sebulan di tahun 1978, sekarang rata-rata 1,500 dollar sebulan. Menjadikan Chendai, Jinjiang, ibukota Sepatu.