Alkisah didulu-dulu kala, bumi ini pernah hampir terbakar oleh kepanasan 10 matahari yang tergantung diatas langit, yang menurut cerita lama Tionghoa ataupun kabar yang dibawakan ke Tiongkok dari Aram-Mesopotamia, karena itu membikin orang tidak bisa memuaskan kehausannya setelah menggarap ladangnya, bukan sebab belum adanya es Coca Cola diwaktu itu, dimalampun tidak bisa istirahat karena tidur kepanasan, bukan sebab sebelum adanya air-con, dan hampir mati kelaparan karena ladangnya pada kering gara-gara kepanasan yang membakar itu.
Ternyata 10 matahari itu bukan lain adalah anak-anak Maharaja Giok di Nirwana yang bermukim di Lembah Air Panas di Lautan Timur, mereka ditugaskan untuk menerangi bumi dan memberi kehangatan dunia yang diatur oleh ibu mereka, Maharani Awang Kulon, Ratu Langit Barat, supaya bergilir hanya satu matahari bertugas untuk setiap harinya. Namun dari kejenakaan 10 kanak-kanak itu pada suatu hari mereka beramai-ramai serentak muncul dilangit dan tidak mau turun, sehingga mendatangkan malapetaka kepada bumi dan makluknya.
Untungnya ada satu pemanah tajam, seorang dewa ksatria Ki Ageng Pemanahan Hou-yi yang melihat kehidupan bahagia makluk didunia terancam oleh kemurkaan 10 matahari itu, dia tidak tahan lagi melihat semua orang juga menderita begitu, maka dipanahlah matahari-matahari dilangit itu dengan ketepatan mengenai setiap sasarannya. Satu persatu matahari berjatuhan. Sampai sudah menggugurkan matahari yang kesembilan, dia berhenti sejenak sebelum meneruskannya, dia lalu berpikir sebaiknya mengasihani yang terkecil itu, supaya bumi tetap ada sedikit penerangan yang memudahkan orang berburu dan menggarap ladangnya untuk penghidupan mereka, lagi pula mahal kalau orang harus selalu menyulutkan lilin siang dan malam.
Jasa menyelamatkan bumi dan makhluknya itu mendapatkan ganjaran amarah Maharani Awang Kulon karena anaka-anaknya dibunuh. Tanpa pengadilan dan kesempatan Hou-yi membela dirinya, dia bersama istrinya yang bernama Nyi Chang’e, diusir keluar dari Nirwana dan diasingkan ke Bumi. Seterusnya harus mencari nafkahnya sebagai pemburu disini.
Dia tetap mendapatkan pujian dari dewan perwakilan dewa-dewa karena jasanya menyelamatkan bumi ini. Suatu hari datanglah utusan perwakilan dewa yang menghadiahi piagam kehormatan dan secangkir kecil teh panjang umur yang hanya cukup untuk seorang kepada Hou-yi, dengan pesan, segera minumlah maka kamu bisa terus terbang kembali ke Nirwana dan panjang umur disana puluhan ribu tahun.
Wah, pikir Hou-yi, jika saya terbang begitu saja, bagaimana anak dan istriku, Chang’e nantinya? Gak bisa, walaupun kehidupan didunia ini begitu menyusahkan, juga gak tega saya akan meninggalkannya mereka begitu saja. Maka dipasrahkan kepada Chang’e, istrinya supaya menyimpannya baik-baik teh panjang umur itu.
Setelah mereka diturunkan kepenghidupan duniawi, Chang’e meresa tidak bahagia, sering bercekcok dalam keluarga. Sekarang lelaki duniawi Hou-yi pun bisa bermain serong dibelakang istrinya, dia punya kekasih perempuan lain Xin-fei, ini membikin Chang’e berkesal hati.
Rahasia mempunyai teh panjang umur itu ternyata dibocorkan Wikileak, sehingga mendapat perhatian simagang yang namanya Feng-meng. Sewaktu Hou-yi sedang keluar berburu, dia datang merampok rumah gurunya. Dengan kekerasan memaksa Chang’e untuk menyerahkan teh gaib tersebut. Ketimbang jatuh ditangan orang, pikir Chang’e sambil menggenggam sebuah botol kecil rapat ditangannya, lebih baik diminum sendiri saja dan biar meninggalkan suaminya yang serong itu. Segera dengan mata gelap dan tidak diragukan lagi, Chang’e menelan seluruh teh itu.
Wa’Allah, kaki-kaki Chang’e sekonyong-konyong melepas landas, whoosh, bagaikan roket Apollo 11 menge-jet keangkasa luar, tetapi sejauh Chang’e melayang dalam sekejab mata itu, hanya turun dibulan yang pada malam itu sangat besar, terang dan berdekatan dengan bumi pada tanggal 15 bulan 8 Imlik, kebetulan itu Tiong Ciu.
Segera Chang’e memindai sekitarnya, disana memang luas terbuka dan rata, tetapi mashallah, sunyi banget. Dipermukaan bulan yang sangat tandus itu, Chang’e kelihatan ada sebatang pohon besar dikejauhan, itu pohon seruni yang rindangnya luas, berbunga wangi dan batangnya sangat tinggi, hampir 2 kilometer tingginya, pantasan pohon itu bisa terlihat dari bumi, pikirnya.
Terlihat dibawah pohon itu sepertinya ada seseorang, dan orang itu tidak henti-hentinya memukulkan kapaknya sekuat mungkin pada batang pohon itu. Astaga, ternyata sudah ada orang yang mendahuluinya datang disini. Setelah Chang’e mengampirinya dengan rasa ingin tahu, mengherankannya bahwa batang pohon itu sama sekali tidak terluka oleh bacokan kapaknya.