Mohon tunggu...
Anthony Tjio
Anthony Tjio Mohon Tunggu... Administrasi - Retired physician

Penggemar dan penegak ketepatan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Purnama Pertama Imlek dan Lontong Cap-Go-Meh

23 Februari 2016   13:59 Diperbarui: 23 Februari 2016   21:59 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makan ronde merupakan tradisi budaya Tionghoa dalam suasana tahun baru Imlik, namun telah kurang dikenal oleh peranakan di Indonesia zaman sekarang, melainkan di Jawa ada makanan nasional Lontong Cap-go-meh untuk itu.

[caption caption="gambar diambil dari avonturguide.blogspot" Lontong komplit yang dinamakan Cap-go-meh]

[/caption]

Lontong bukanlah makanan khusus tercipta untuk menggantikan ronde dalam perayaan Cap-go-meh, dan sausnya yang rasa santan paduan dari opor (putih) dan kare (kuning) mungkin merupakan pengaruh makanan India dan Portugis yang datang di Nusantara. Lauk pauk lainnya yang menjadikan campuran dalam hidangan memang hanya terdiri dari makanan biasa sehari-hari, lodeh di Jawa. Bila sekarang lontong cap-go-meh dikatakan makanan asal peranakan, disini hanya namanya saja “cap-go-meh” yang khas. Sedangkan siapakah yang menciptakan hidangan tersebut, mungkin keluar dari tangan seorang nyonya rumah tangga, atau seorang Nyai (wanita Jawa yang diperistri Tionghoa pendatang), ataupun sebagai karya baru dari suatu restoran peranakan, pasti bersangkutan pada hari perayaan Cap-go-meh, sehingga hidangan tersebut dinamakan demikian, yang kemudian menyebar dari pesisir antara Lasem dan Semarang sampai kemana-mana.

[caption caption="AH Tjio" Festival lampion di Guangzhou.]

[caption caption="gambar cctv.cn" Festival lampion di Wuhan 2016]
[/caption]

[caption caption="gambar cctv.cn" Lampion motip baru "Zaman Beranak dua"]

[/caption]

 

 

Perayaan Cap-go-meh ini terutama diselenggarakan diklenteng-klenteng yang menggantungkan banyak lampion merah dengan motip yang indah untuk melambangkan terang bulan yang pertama dalam tahun baru Imlik, sehingga disebut Festival Lampion. Dimasa lampau merupakan arena untuk menguji kecakapan sastra seseorang dan pertemuan muda-mudi. Disetiap lampion dihiasi dengan syair teka-teki pada sisi-sisinya yang jawabannya mungkin berupa suatu aksara Mandarin, nama binatang atau peristiwa dalam sejarah, untuk ditebak. Hal ini menjadi suatu alat perjudian yang disebut hua-hui (hui=festival, hua=bunga), yang juga pernah melanda Indonesia pada achir tahun 60’an abad yang lalu, dan kemudian menjelma menjadi perjudian “nomor buntut” sampai sekarang.

Para muda-mudi beramai-ramai mengelilingi lampion saling mengadu kepandaian mereka untuk memecahkan teka-tekinya. Sering dalam kesempatan itu bertemulah juga pasangan hati dalam cerita romantisnya, maka festival lampion juga dianggap sebagai malam perjodohan layak Valentine di Tiongkok zaman lalu.

[caption caption="AH Tjio" Festival lantern di Guangzhou 2016]

[/caption] 

Setiap tahun Imlik diberi satu simbol binatang horoskop, yang terdiri dari 11 binatang hidup seperti: tikus, kerbau, harimau, kelinci, ular, kuda, kambing, kera, jago, anjing, babi, dan satu binatang chayalan: naga liong. Ke-12 binatang horoskop ini dimulai dari si-tikus digilir mengulang setiap 12 tahun, dan tahun 2016 ini jatuh giliran si-kera atau yang pada umumnya disebut Tahun Monyet.

Dilaporkan dan Difoto oleh: Anthony Hocktong Tjio. 

Cap-go-meh, Monterey Park, 22 Pebruari 2016.

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun