Mohon tunggu...
Anthony Dio Martin
Anthony Dio Martin Mohon Tunggu... Human Resources - WISE (Writer, Inspirator, Speaker, Entepreneur), CEO HR Excellency - MWS Indonesia, Penulis 18 Buku, Ahli Psikologi, Profesional Coach

Anthony Dio Martin, WISE (writer, inspirator, speaker dan entepreneur) dan juga ICF certified executive coach, yang dijuluki "The Best EQ Trainer Indonesia". Beliau penulis 18 buku dan lebih dari 25 CDAudio. Salah satu bukunya menerima penghargaan MURI. Beliau pernah memandu beberapa program motivasi di TV kabel, saat ini punya siaran rutin program radio “Smart Emotion” di SmartFM. Youtube: anthony dio martin official IG: anthonydiomartin Kontak & info: 021-3518505 atau 3862521 atau email: info@hrexcellency.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Training Kecerdasan Emosional (EQ) di Perusahaan, buat Apa? Inilah 7 Alasannya!

2 Februari 2020   17:41 Diperbarui: 2 Februari 2020   17:46 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di ruang meeting, pimpinan perusahaan bertanya dengan serius, "Mengapa butuh pelatihan Kecerdasan Emosional (EQ)"? Itu! 

Pertanyaan itulah yang banyak kami terima. Dimulai sejak tahun 2002, ketika HR Excellency menyelenggarakan berbagai pelatihan soft skills, termasuk Kecerdasan Emosional (EQ) secara intensif di Indonesia.

Dari nada pertanyaan yang muncul, sebenarnya ada dua sikap. Satu. Sikap skeptis, karna merasa tidak membutuhkan dan tidak perlu yang namanya training EQ. Sikap kedua, karena memang penasaran dan pingin tahu. Kenapa sih perusahaan-perusahaan besar mengadakan training EQ?

Dari pengalaman 18 tahun itulah, kami belajar bahwa faktanya ada 7 manfaat penting. Sekaligus ini mengungkapkan, alasan mengapa perusahaan mengadakan training EQ (kecerdasan emosional) di tempat mereka.

1. Stress Management

Banyak yang berpikir stress itu buruk. Padahal, selain distress (stress yang berdampak buruk), ada juga eustress (stress yang berdampak baik). Jadi, stress bukan dihilangkan tapi dikelola. Profesional dengan level kecerdasan emosi (EQ) yang baik, bukan menghilangkan, tapi mengelola stres mereka.

Apa tips EQ dalam mengelola stres? EQ mengajarkan soal mengelola pikiran yang mempengaruhi emosi, yang memicu stress. EQ juga mengajarkan perlunya teknik-teknik relaksasi khusus di saat stress. Lebih baik berhenti sejenak untuk menenangka pikiran, daripada bekerja dengan kondisi kalut. Selain itu, EQ juga mengajarkan bagaimana pentingnya mindfullness, agar tidak terganggu oleh emosi-emosi kekuatiran dan kecemasan yang justru membuat level stress meningkat.

2. Conflict Management

Perbedaan pasti berpotensi menimbulkan konflik. Masalahnya, di tempat kerja, karyawan maupun pimpinan, punya berbagai latar belakang yang beda-beda. Belum lagi ditambah perhatian dan kepentingannya, juga beda. Akibatnya, tabrakan dan gesekan akan terjadi. Syukur-syukur kalau gesekan itu hanya berakhir di ranah personal. Kadang masalah itu sampai mengganggu kinerja unit hingga organisasi. Makanya, konflikpun perlu dikelola.

Bagaimana EQ membantu? Dalam EQ terdapat pembelajaran soal relationship management termasuk memahami kebutuhan emotional terselubung (unmet emotional needs) yang berbeda, dari tipe-tipe orang yang berbeda. EQ juga mengajarkan pentingnya memahami "hot cool button" orang dengan tujuan menghindari konflik tak cerdas. EQ pun mengajarkan bagaimana agar berikap tegas (asertif), serta menyampaikan komunikasi yang tidak menyinggung perasaan. Intinya, profesional dengan EQ baik akan menghindari konflik yang tak perlu.

3. Anger Management

Marah, adalah isu sentral dalam training kecerdasan emosional. Malahan, banyak peserta yang mengatakan kepingin ikut training EQ supaya marahnya bisa lenyap. Padahal, marahpun harus dikelola bukannya dilenyapkan. Marah, terkadang diperlukan untuk mengungkapkan ketidaksenangan dengan keadaan realitas yang tidak disukai. Juga untuk menegaskan hak kita, yang mungkin dilanggar. Namun, ketika kemarahan jadi tak terkendali. Disitulah sumber persoalan terjadi. Boss yang hobinya marah-marah, bisa membuat timnya jadi tak betah.

Lalu bagaimanakah training EQ membantu? Justru disinilah EQ mengajarkan bagaimana cara marah yang sehat (Smart Angry), misalkan bagaimana mengekpresikan marah tapi akal sehat (korteks) masih tetap ambil kendali. EQ memberikan tips mengendalikan amygdala agar tidak terbajak. Begitu pula, EQ memberikan tips bahwa kita perlu mengetahui pattern kemarahan kita, agar kita paham kapan saatnya emosi marah kita gampang terpicu. Lantas, kita belajar menjadi lebih waspada.

4. Energy Management

Pernahkah merasa malas untuk melakukan sesuatu? Apakah ini kaitannya dengan kekurangan vitamin atau stamin? Bisa jadi iya. Tapi, ada juga penyebabnya karena beban emosi dan sulitnya mengatur pikiran. Itulah sebabnya, belakangan ini dikatakan, "Kelola energi, lebih penting daripada mengelola waktu". Kadangkala orang bekerja lama karena energinya rendah. Sebaliknya kalau energinya tinggi, kerjaanpun cepat terselesaikan.

Nah, bagaimanakah EQ menolong pengelolaan energi ini? Pertama-tama EQ mengajarkan soal sumber penyebab kebocoran energi yang bisa menyebabkan "energi low". Begitupun, EQ memberikan tips bagaimana mengelola masalah-masalah emosi agar tidak jadi menghabiskan energi setiap hari. Diantaranya mengajarkan bagaimana cara "fokus", visualisasi energi emosi hingga mengelola "kodok besar" (menurut istilahnya Brian Tracy dalam buku "Eat the Frog") yang ternyata menghabiskan banyak energi.

5. Productivity Management

Produktivitas banyak tergantung pada kemampuan untuk berkonsetrasi. Persoalannya, ketika banyak masalah dan beban emosional, bagaimana bisa berkonsentrasi? Produktivitaspun sangat tergantung pada kemampuan berbagi kerja. Berkoordinasi kerjaan dengan orang lain. Banyak pula, orang yang tak produktif disebabkan semuanya dikerjakan sendiri tanpa koordinasi.

Nah,bagaimanakah EQ bisa membantu meningkatkan produktivitas kerja? EQ mengajarkan bagaimana menciptakan mood kerja yang baik. Termasuk bahwa passion kerja, antusiasme kerja adalah perasaan yang bisa dikelola dengan mengolah kata-kata maupun pikiran terhadap pekerjaan yang harus diselesaikan.

6. Change Management

Seringkali, penyebab sulitnya perubahan adalah masalah emosi. Kenapa? Sudah ter bukti, sulitnya perubahan umumnya karena rasa sakit buat memulai yang baru. Serta takut kehilangan rasa senang yang sekarang ini dinikmati. Jadi, urusan perubahan seringkalai adalah urusan emosi. Itulah sebabnya, penulis dan konsultan terkemuka William Bridge dalam buku legendarisnya "Transition" menyebutkan yang sulit bukan perubahan, tapi transisi fisik maupun mental. Banyak orang yang cuma berubah fisiknya, tapi mental emosionalnya masih belum mengalami transisi.

Nah,bagaimana EQ berperan dalam change management? Pertama-tama, EQ berfokus pada aspek-aspek emosional yang menyebabkan orang sulit berubah. Sebagai contoh dalam model perubahan ADKAR (Awareness-Desire-Knowledge-Ability-Reinforcement), perhatikan ada unsur Desire (Keinginan) yang terkait emosi. Artinya, orang bisa saja sadar ia harus berubah, tapi kalau tidak punya keinginan karena banyak yang mesti dia korbankan. Khususnya kesenangan saat ini. Maka, bisa saja akhirnya ia pun tak mau berubah sama sekali. Dengan memahami EQ, kita bisa menyimpulkan bahwa di saat rasa sakit (pain) lebih besar daripada rasa senang (pleasure), maka orang pun tak mau berubah.

 7. Leadership Management

Kepemimpinan tak pernah lepas dari mengelola orang. Justru disitu kuncinya. Apalagi, saat ini para leader banyak berurusan dengan milenial yang kebutuhan afeksi (emosional) sangat tinggi. Maka, leader pun butuh cerdas emosi. Banyak pimpinan tak cerdas emosi yang menyebabkan turn over (angka minggatnya karyawan) menjadi tinggi. Pimpinan, jaman sekarang dituntut memiliki CARE yang tinggi. Yakni, Concern, Attention, Relation serta Emotion dengan timnya. Pemimpin-pemimpin yang gagal membangun ikatan emosional dengan anggota timnya, dengan mudah akan kehilangan mereka. Sebaliknya, banyak anak buah yang bertahan, justru karna merasa "nyaman" dengan pimpinannya.

Lantas, bagaimana EQ bisa membantu para leader? Pertama-tama, EQ mengajarkan untuk menyeimbangkan antara logika dan emosi. Bahkan, salah satu definisi EQ menurut Peter Salovey, penciptanya EQ adalah "menggunakan emosi untuk pengambilan keputusan yang bagus". Leader yang baik, jutru menggunakan unsur emosi buat keuntungan diri dan timnya. Termasuk, kemampuan leader untuk memberikan apresiasi sebagai bentuk dukungan emosi. 

Bahkan, saat ini program EQ bagi leader juga memasukkan konsep "Growth Mindset" yang selaras dengan pemikran EQ. Konsep Growth Mindset yang dikembangkan oleh psikolog asal Stanford University, Carol Dweck mengungkapkan bahwa, beda dengan kemampuan IQ yang perkembangannya ada batasnya, EQ masih bisa dilatih. Jadi, leader pun belajar percaya soal dirinya dan timnya. Yakin, ia dan tim masih bisa terus berkembang dan belajar.

Begitulah, pengalaman selama 18 tahun lebih menyelenggarakan training kecerdasan emosional (EQ) di berbagai perusahaan nasional dan multinasional. Pengalaman itu menguatkan dan membuat kita yakin. Jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan disupport organisasi, program EQ ini sungguh memberikan dampak yang luar biasa.

Salam Antusias!

dokpri
dokpri
IG @anthonydiomartin

Youtube Channel: Anthony Dio Martin Offial

www.anthonydiomartin.com

www.hrexcellency.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun