Mohon tunggu...
Anthony Dio Martin
Anthony Dio Martin Mohon Tunggu... Human Resources - WISE (Writer, Inspirator, Speaker, Entepreneur), CEO HR Excellency - MWS Indonesia, Penulis 18 Buku, Ahli Psikologi, Profesional Coach

Anthony Dio Martin, WISE (writer, inspirator, speaker dan entepreneur) dan juga ICF certified executive coach, yang dijuluki "The Best EQ Trainer Indonesia". Beliau penulis 18 buku dan lebih dari 25 CDAudio. Salah satu bukunya menerima penghargaan MURI. Beliau pernah memandu beberapa program motivasi di TV kabel, saat ini punya siaran rutin program radio “Smart Emotion” di SmartFM. Youtube: anthony dio martin official IG: anthonydiomartin Kontak & info: 021-3518505 atau 3862521 atau email: info@hrexcellency.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ini Rahasia Bagaimana Membuat "Training" yang Berdampak

20 Juni 2018   14:40 Diperbarui: 21 Juni 2018   22:22 3759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.neighborhoodindicators.org

Kalau Anda praktisi training, pengajar dan tahu tentang Kirkpatrick, teruslah membaca. Kali ini kita kan sedikit mengobrak abrik pemikirannya!

Tapi, sebelumnya, buat Anda yang sama sekali belum kenal Donald Kirkpatrik, kita perkenalkan dulu.

Jadi begini. Adalah Donald Kirkpatrick yg pertama kali membuat kita sadar. Sadar soal apa? Bahwa training perlu diukur secara akurat efektivitasnya.

Kalau tidak, training kita sia-sia. Karena itulah, Kirkpatrick lantas memperkenalkan 4 level untuk mengukur apakah sebuah training itu bagus atau tidak. Nah, apakah ke 4 level ukuran tersebut?

Sumber: www.kirkpatrickpartners.com
Sumber: www.kirkpatrickpartners.com
Level Pertama: Reaksi (Reaction)

Inilah yang biasanya paling gampang diukur. Umumnya, trainer atau pengajar membagikan form evaluasi ataupun melalukan survei.

Bahkan ada juga yang melakukan wawancara langsung: "Bagaimana kesan Anda tentang pelatihan ini? Apa yang Anda sukai? Apakah yang kurang Anda sukai dari pelatihan ini". 

Respon inilah yang dijadikan dasar untuk menilai bagaimana perasaan dan kesan peserta selama pembelajaran berlangsung.

Namun perlu diingat, ini adalah respon yang paling gampang dan sederhana. Masalahnya, peserta bisa saja merasa senang dan suka, tapi belum tentu mereka belajar. Inilah yang jadi dilemanya! Suka, belum tentu berfaedah. 

Malahan, kadang terjadi dimana peserta ditanya, "Bagaimana kesanmu tentang seminar dan training kemarin?". Mereka menjawab, "Seru sih, trainernya lucu!". Lalu ditanya lagi, "Kalian belajar apa?". Mereka menggelengkan kepala sambil bilang, "Nggak belajar apa-apa sih, cuma trainernya kocak aja".

Level Kedua: Pengetahuan (Knowledge)

Di level kedua, ukurannya adalah apakah peserta mengingat atau belajar sesuatu. Untuk pembelajaran teknis, level kedua adalah bagian yang penting.

Alasannya, apa yang mereka pelajari dan ketahui inilah, yang nantinya akan dipraktekkan. Kebayang kan, kalau tahu aja nggak, bagaimanakah akan dipraktekkan?

Hal yang umumnya dilakukan di level ini adalah melakukan tes, quiz ataupun bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menguji atau mengetes pengetahuan yang diingat, setelah training.

Dasar idenya sederhana. "Knowing is the beginning of applying". Tahu dulu, supaya bisa melakukan.

Namun, apakah masalahnya di level dua ini?

Menurut Kirkpatrick, problem yang sering terjadi adalah banyak peserta yang tahu, tapi belum tentu dipraktekkan.

Kadangkala, ada faktor kemauan dan intensi, yang menghalangi orang melakukan apa yang diketahuinya.

Level Ketiga: Perilaku (Behavior)

Di level ketiga ini, ukuran kesuksesan training adalah menjawab hal yang "missing" di level kedua yakni perilaku. Harapannya, setelah peserta belajar, mereka sanggup melakukannya atau paling tidak mengubah mereka. 

Kembali ke ilmu Psikologi Belajar, definisi belajar adalah, "Perilaku seseorang berubah". Jadi kalau seseorang mengaku belajar sesuatu, namun belum berubah maka berdasarkan teori ini, dia dianggap belum belajar. Simpel.

Di level ini, peserta mendapatkan gambaran soal apa yang harus segera dilakukan setelah training. Jadi, persoalannya bukan hanya tahu tapi juga mampu dan mau.

Level Keempat: Hasil (Result)

Inilah level tertinggi menurut Kirkpatrick, yakni training kita ada hasilnya. Dengan demikian di level ini, peserta menunjukkan bahwa setelah mereka ikut training, membawa dampak buat kehidupan maupun pekerjaan mereka. Jadi ada hasil positif yang diperoleh.

Biasanya dalam hal ini, trainer bertanya pada manajemen ataupun bosnya peserta, "Bagaimana dampaknya?".

Maka, di level ini suatu training dikatakan sukses tatkala jawabannya adalah, "Kerjaanya lebih efektif, lebih efisien, lebih meningkat hasilnya, lebih sedikit kesalahannya, lebih meningkat dari levelnya yang dulu". Disitulah dikatakan oleh Kirkpatrick, barulah sebuah training dikatakan berhasil dan berdampak.

Bagaimana Cara Trainer Bikin Training Berdampak Dari Pembalikan Konsep Kirkpatrik?

Umumnya, trainer akan membaca level Kirkpatrick ini dari level 1 sampai dengan 4. Tapi, belakangan kalau kita belajar dari trainer-trainer profesional yang hasilnya dahsyat, cara kerjanya justru terbalik.

Artinya, paradigma Kirkpatrick harus dibalik, kalau kita ingin menciptakan training yang sungguh-sungguh berdampak. Inilah rahasianya.

Pertama-tama, trainer harus berpikir dari level 4. Bagaimana hasil training yang ingin saya capai. Seperti apa harapan klien dan bagaimana yang bisa saya upayakan.

Dan pertanyaan yang paling sederhana adalah, "Bagaimana caranya supaya training ini memberikan hasil yang memberi dampak buat peserta?"

Di sini umumnya, trainer harus "berpikir keras" membantu peserta ataupun organisasi, agar training yang diperoleh bisa diaplikasikan. 

Sebagai contoh, dalam pelatihan customer service. Dampak penting tentunya, tingkat complain customer menurun. Ataupun, level servicenya meningkat.

Saran saya, penting sekali bagi trainer untuk paham mengenai sistem dan situasi dimana peserta harus mengaplikasikannya.

Lantas, pertanyaan berikutnya diinspirasikan dari level ke 3. Intinya, supaya bisa memberikan dampak seperti itu, perilaku dan perubahan apakah yang perlu terjadi?

Di level ini, pikiran trainer adalah memikirkan tips serta strategi apa yang harus dilakukan. Konsep dan teori tidak cukup! Trainer harus memikirkan apa action plan apa yang cocok. Kasih tips, ide. Kasih strategi.

Setelah itu, level berikutnya adalah memikirkan supaya terjadi perubahan perilaku, pengetahuan apakah yang dibutuhkan?

Tema utama disini adalah kemampuan si trainer untuk menata dan menstrukturkan pengetahuan yang dimiliki.

Untuk yang satu ini, ingatlah kalimatnya Einstein, "Seorang yang jenius itu mempermudah dan menyederhanakan, bukan merumitkan". Jadilah trainer jenius.

Dan akhirnya, pertanyaan terakhir, bagaimana membuat suasana pembelajaran menyenangkan sehingga peserta merasa puas?

Hal terpenting disini, terkait dengan metode dan variasi pembelajaran yang terjadi.

Nah, di sinilah trainer keren berpikir, tatkala peserta bosan, salahkanlah diri Anda sebagai trainer, bukan peserta.

So, sudahkah Anda menjadi trainer yang berdampak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun