Tahu nggak? Sebenarnya kebiasaan menunda adalah cara bawah sadar kita untuk menolak pekerjaan yang tidak kita sukai. Jadi sebenarnya, dalam batin ada keengganan serta rasa tidak suka dengan kerajaan itu, tapi bagaimana lagi? Itu harus diselesaikan. Lantas, tubuh pun meresponsnya dengan cara menundanya. Dengan mekanisme ini, kita merasa akan bisa mengurusi pekerjaan itu ketika waktunya mepet. Syukur-syukur, setelah nanti ditunda, malah akhirnya tidak perlu diselesaikan.
Kembali kepada soal pekerjaan yang harus diselesaikan. Kita tahu, ada ongkos besar yang harus kita bayar akibat dari kebiasaan menunda-nunda.
1. Kerjaan yang rendah kualitasnya
Karna ditunda dengan waktu yang mepet biasanya, atau lebih sering kualitas yang dikasih juga nggak maksimal. Biasanya, kalau ada waktu mungkin ada kesempatan untuk memikirkan dan melakukan banyak impovement, tapi karna mepet biasanya "boro-boro mau kasih improvement sana-sini, bisa selesai aja udah bersyukur".
2. Makin ditunda, makin berat bahkan sulit untuk diselesaikan
Saya pernah mengalami ketika menunda suatu pekerjaan. Pekerjaan itu terkait dengan PR tugas sertifikasi yang harus saya selesaikan. Waktu untuk mengerjakan PR itu sebenarnya satu tahun.
Tahukah Anda, kapan kah saya menyelesaikan tugas itu? Jawabnya, beberapa minggu sebelum batas waktu. Terus terang, saat itu tugasnya menjadi sangat berat. Apalagi, saya pun harus mengingat-ingat lagi materi yang sudah saya lupakan. Bayangkan betapa beratnya.
Nah, inilah yang paling berat yakni tatkala pekerjaan kita terkait dengan orang lain. Apalagi, ada banyak pihak yang sangat bergantung pada selesainya pekerjaan kita. Ada kalanya pihak yang menunggu, ada yang pasif dan tidak ngoceh. Tapi yang paling berat adalah ketika pihak yang menunggu mulai "teriak" dan tidak sabar menunggu pekerjaan kita dituntaskan.
4. Karir dan keberuntungan Anda pun bisa tertunda
Ini serius. Saya punya contoh menarik. Saat itu saya punya pekerjaan dengan nilai rupiah yang cukup menarik. Masalahnya, rekan saya ini terkenal suka menunda. Saya sudah mewanti-wanti agar tidak menunda. Ternyata, penyakitnya kumat lagi. Dua minggu dia tidak ada berita.
Klien pun cemas dan akhirnya memutuskan memberi kesempatan kepada pihak lain. Setelah dua minggu, barulah ia menghubungi akan mengerjakan. Masalahnya, kerjaan sudah diberikan kepada orang lain. Belum lagi ada masalah dengab karir Anda yang mungkin tertunda gara-gara Anda dianggap sebagai orang yang punya karakter tidak bisa diandalkan karna suka menunda-nunda pekerjaan.
Pertama-tama, menunda adalah penyakit mental bukan genetik. Pikiran kitalah yang memutuskan untuk menunda. Karena itu kebiasaan itu bisa pula diputuskan dengan keinginan dari kita untuk tidak mau dicap sebagai "orang yang suka menunda-nunda".
Kedua, bacalah kembali ongkos-ongkos akibat menunda itu. Kalau perlu perbesarlah rasa sakit (pain) itu dalam diri kita. Apakah akibat buruknya kalau kita terus-menerus menunda pekerjaan kita. Inilah bagian dari teknik yang namanya Neuro Associative Conditioning (NAC) yakni mengaitkan suatu perilaku dengan reward (hadiah) atau punishment (hukuman).
Ketiga, masih terkait dengan ilmu NAC, kaitkanlah dengan rasa senang ketika kamu bisa selesaikan pekerjaan tersebut. Apakah rasa bahagia, perasaan senang ataupun kelegaan tatkala pekerjaan yang menjadi bebanmu bisa diselesaikan?
Keempat, usahakan perpendek deadline-mu. Percayalah, secara psikologis, tidak ada bedanya deadline lama atau cepat. Bahkan ada hukum yang disebut Hukum Parkinson yang mengatakan bahwa lama kita mengerjakan suatu tugas akan berkembang mengikuti lamanya waktu yang tersedia.