Mohon tunggu...
Anthonius Iwan Adhi Praja
Anthonius Iwan Adhi Praja Mohon Tunggu... -

pekerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Reaktor Nuklir Soal Manajemen "Nuklir"

25 Maret 2011   14:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:26 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan reaktor nuklir di Indonesia kembali menuai pro kontra. Setelah rencana pembangunan reaktor nuklir di Muria berhasil "digagalkan" masyarakat dan LSM, kini rencana pembangunan reaktor nuklir di Bangka sedang digenjot pemerintah.

Kejadian rusaknya reaktor nuklir di Fukhusima dan efek radiasinya yang sudah menjalar ke berbagai tempat tak menyurutkan niat pemerintah untuk meneruskan rencana pembangunan reaktor ini.

Pemerintah dan para pakar nuklir beralasan Indonesia sudah seharusnya tak boleh ketinggalan dari negara-negara tetangga yang sudah lebih dulu membangun PLTN. Para pakar juga mengatakan reaktor nuklir yang akan dibangun nanti merupakan teknologi generasi terakhir yang dipastikan akan jauh lebih aman dari yang ada di Fukhusima Jepang. Juga, reaktor nuklir jauh lebih ekonomis dari pembangkit energi yang lain macam batu bara.

Untuk penelitian, reaktor percobaan juga telah dibuat di Indonesia yaitu di Bandung (reaktor Triga Mark II - berkapasitas 250 kW diresmikan 1965, kemudian ditingkatkan kapasitasnya menjadi 2 MW pada tahun 2000 ), Yogyakarta, (reaktor penelitian nuklir Kartini - kapasitas 250 kW operasi sejak 1979), dan Serpong (reaktor penelitian nuklir MPR RSG-GA Siwabessy - kapasitas 30 MW diresmikan tahun 1987).

Reaktor-reaktor tersebut memang selama ini relatif tak punya masalah berarti, tetapi persoalannya bagaimana jika reaktor itu dibuat dalam skala besar?

Indonesia selama punya beberapa proyek yang bertumpu pada teknologi, seperti misalnya pembangunan pesawat di PT Dirgantara Indonesia, ataupun pembuatan kapal di PT PAL Surabaya. Proyek-proyek ini membanggakan, dan membuktikan putra-putra bangsa mampu membuat itu semua.

Hanya saja, proyek-proyek itu tak berisiko tinggi jika gagal atau mengalami kerusakan. Kapal tenggelam atau pesawat jatuh bukan hal baru di Indonesia, tetapi jika sekali saja reaktor meleleh/meledak? Jutaan orang terkena imbasnya. Dampak radiasi juga bisa mencapai puluhan ribu kilometer. Inilah yang menjadi akar pro kontra pembangunan reaktor nuklir di Indonesia.

Faktor risiko ini yang berkali-kali menjadi perhatian para ahli yang menolak pembangunan reaktor nuklir di Indonesia. Banyak orang percaya, putra-putra Indonesia mampu membangun reaktor nuklir. Hanya, mereka ragu apakah kultur masyarakat/pemerintahan kita yang suka ceroboh mampu mengelola reaktor tersebut.

Faktanya jelas, banyak kecelakaan kereta api, kecelakaan pesawat juga sudah tak terhitung, belum lagi soal budaya koruptif kontraktor dan pemerintah. Mental pemerintah Indonesia dinilai belum mampu sampai ke tahap "nuklir". Mental dan etika pemerintahan kita belum masih belum bisa mengimbangi otak-otak jenius nan cerdas dari para putra bangsa yang bersekolah nuklir ke Jepang dan ke penjuru dunia yang lain.

Seperti dikatakan ahli nulir Kunta di Harian Kompas. Kunta adalah salah satu dari 12 mahasiswa Indonesia yang belajar nuklir di Tokyo.

Kunta mengatakan, kebocoran nuklir di reaktor Fukushima Daiichi menjadi pelajaran penting bagi para teknisi nuklir untuk berefleksi. Dari kasus ini, dia belajar banyak tentang kerepotan sekaligus kesigapan Pemerintah Jepang dalam menangani kasus ini.

Pemerintah Jepang sangat transparan soal kadar radiasi dan kondisi produk pertanian yang kemungkinan tercemar radiasi dalam upaya melindungi keselamatan warganya.

Bagaimana jika nuklir di tangan pemerintah yang tidak memiliki kredibilitas tinggi?

Bagaimana jika Pemerintah Indonesia jadi membangun PLTN di Jepara dan terjadi kebocoran di sana? Menjawab hal itu, Kunta mengatakan, ”Masalah nuklir bukan sekadar perhitungan teknis. Ada masalah etika dan perilaku, yang itu di luar kontrol kami, para insinyur nuklir.”

Ia menambahkan, sebagai teknokrat nuklir, ia dan kawan-kawannya memang berharap Indonesia akan membangun PLTN. ”Tetapi, melihat kondisi saat ini, kami bertanya-tanya soal kesiapan Pemerintah Indonesia, terutama soal perilaku dan tanggung jawabnya ke publik yang masih lemah,” katanya.

Nah, sudah siapkah Pemerintah Indonesia berperilaku dan beretika "nuklir". (iwan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun