Mohon tunggu...
ANTAWIRYA
ANTAWIRYA Mohon Tunggu... Lainnya - Antawirya

Selamat datang di blog saya, saya adalah salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pandangan Masyarakat Mengenai Pengujian UU Penyiaran

19 November 2020   21:43 Diperbarui: 20 November 2020   09:52 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini, PT. Rajawali Citra Televisi (RCTI) dan PT. Visi Citra Mulia (INEWS TV) melayangkan permohonan pengujian UU kepada Mahkamah Konstitusi pada akhir bulan Agustus 2020 kemarin. Permohonan pengujian tersebut berlandaskan Pasal 1 angka  2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dianggap sangat ambigu dan tidak pasti, mereka menilai bahwa keambiguan tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga mereka tidak ingin hal itu terjadi.

Pemohon juga menilai UU Penyiaran menyebabkan perlakuan berbeda (unequal treatment) antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio seperti yang menanyangkan acara melalui televisi dan kepada penyelenggara layanan siaran berbasis internet. Mereka menganggap perlakuan berbeda tersebut mengakibatkan ketidakadilan dalam penyiaran, mereka ingin saat kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran dan di media sosial.

Menerima permohonan tersebut, Mahkamah Konstitusi dan pihak pemohon akan memulai sidang yang nanti dihadiri oleh BuruhOnlineTV sebagai pihak terkait yang dipilih dan Imam Gozali sebagai kuasa hukum dari PT Fidzkarana Cipta Media. Pihak Terkait dipilih sebagai pemutus permohonan a quo dengan permohonan para pemohon dan menyatakan pasal 1 angka 2 UU nomor 32 tentang Penyiaran tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kita dapat memahami bahwa akan ada banyak kekhawatiran pihak pemohon sehingga nantinya pihak terkait akan tetap memilili kekuatan hukum mengikat. Kita sejatinya dapat memahami bahwa akan banyak kekhawatiran pihak pemohon terkait dengan adanya konten yang disajikan non lembaga penyiaran karena ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Permohonan yang dilayangkan pemohon menimbulkan berbagai pendapat. Sebagian besar masyarakat menilai bahwa seharusnya tidak ada yang perlu dipermasalahkan mengenai platform social media mengingat di zaman modern ini, semua kalangan memakai social media sebagai tempat berkreativitas, berkomunikasi, tempat berekspresi, sampai sumber ekonomi masyarakat sehingga tidak ada kerugian dalam memakai platform tersebut.

Pendapat lain datang dari Refly Harun sebagai pakar Hukum Tata Negara mengatakan "Ya ini gawat, bahaya betul-betul bahwa the giant tidak ingin disaingi. Sudahlah, kelompok bisnis besar ini kan sudah lama menikmati kue yang banyak, kok kesannya gimana ya," menunjukkan bahwa apabila permohonan pengujian UU dikabulkan maka akan berbahaya, akan menjadi bencana, menurutnya, permohonan pengujian UU tersebut didasari motif ekonomi karea social media telah menyaingi televisi sehingga tidak memungkinkan akan terjadi tuntutan dari masyarakat sebagaimana mereka mengandalkan platform social media untuk berbagai hal terutama dirinya sendiri juga termasuk pengguna platform Youtube.  

Badan Komunikasi juga menambahkan apabila permohonan pengujian tersebut secara resmi disahkan maka akan membuat masyarakat menjadi resah, melihat bahwa seakan-akan Hak Kebebasan masyarakat dibatasi, dan hal ini juga menunjukkan bahwa televisi tidak ingin disaingi platform lain.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat lebih memilih platform social media ketimbang televisi karena yang pertama adalah banyaknya tontonan di televisi yang kurang mendidik dan jam tayangnya tidak sesuai dengan waktunya, misal acara yang seharusnya tidak ditayangkan pagi hari malah ditayangkan pada pagi hari, beberapa program yang cenderung mengangkat gosip maupun sinetron, hal ini tentu saja dapat mempengaruhi psikologi anak di bawah umur dan berefek pada perilaku yang tidak baik.

Kedua adalah program televisi yang kurang menarik bagi pemirsa, sebagai salah satu platform media, televisi dapat dimanfaatkan sebagai sarana hiburan ataupun ilmu pengetahuan. Kenyataanya banyak program televisi yang cenderung menampilakn program dengan cerita yang kurang berbobot, serta tidak jelas tujuannya untuk apa, hal ini tentu membuat pemirsa merasa malas untuk menonton televisi.

Terakhir yang menjadi faktor masyarakat kurang berminat menonton televisi adalah program kartun yang dihilangkan. Kartun apat dikategorikan sebagai acara hiburan dan biasanya cocok untuk semua umur, namun televisi menghilangkan program ini sehingga pemirsa cenderung memilih platform Youtube untuk kembali bernostalgia dengan kartun kesayangannya.

Walaupun demikian, masyarakat memberikan solusi, ketimbang mengajukan permohonan pengujian UU, mungkin lebih baik pemohon menyesuaikan diri, memikirkan untuk beradaptasi seiring perkembangan zaman. Dinamika sosial yang terjadi akibat globalisasi tidak bisa dihindari karena sebagai makhluk sosial kita hidup dalam lingkungan ini. Social media cenderung canggih, instan, mudah diakses, dan kita sebagai manusia modern suka dengan hal instan, suka mengikuti perkembangan, bahkan dituntut untuk menyesuaikan diri sesuai lingkungan kita, oleh karena itu, hal seperti ini memang perlu dihadapi. Selain itu, perlu diketahui bahwa apapun keputusan akhirnya, globalisasi akan terus berlangsung dan mereka harus tetap siap dengan segala konsekuensinya.

Dalam hal ini, jika pemohon mengharapkan adanya pengaturan lebih ketat terhadap media layanan Over The Top (OTT) yang dikhawatirkan itu, mungkin bisa memanfaatkan UU ITE karena Over The Top (OTT) sendiri adalah bentuk layanan yang menawarkan penyiaran media langsung ke pemirsa. Layanan ini dapat melompati platform kabel, frekuensi, dan satelit perusahaan televisi pengendali. Otomatis dalam hal ini masuk ke ranah bagian UU ITE yang telah berlaku di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun