Mohon tunggu...
Antariksa Muhammad
Antariksa Muhammad Mohon Tunggu... Pelajar -

#Babibankproject

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peta Kekuatan Si Calon Independen DKI 1

28 Maret 2016   13:37 Diperbarui: 28 Maret 2016   13:51 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Calon Independen DKI (gambar: nbcindonesia.com)"][/caption]Perebutan Pilkada DKI kian sengit, antusiasme yang tinggi oleh masyarakat terhadap pesta demokrasi ini pun disambut dengan persaingan para calon kandidat gubernur DKI yang kian panas. Persaingan ini pun seakan memunculkan aroma persaingan baru selain antar pasangan calon, yaitu lebih meluas pada kemunculan persaingan antara calon independen dan calon yang diusung oleh Parpol. Apabila dilihat mengenai historis munculnya bakal calon independen ini sebenarnya bukan selalu hal yang instant akan tetapi hal ini berawal dari Keputusan MK mengabulkan gugatan judicial review terhadap beberapa pasal yang menyangkut persyaratan pencalonan Pilkada. Melalui keputusan No 5/PUU-V/2007, MK menganulir UU 32/2004 pasal 56, 59 dan 60 tentang persyaratan pencalonan kepala daerah. Menurut MK, ketentuan UU No 32 Tahun 2004 yang menyatakan hanya partai atau gabungan parpol yang dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

Untuk menindaklanjuti keputusan MK tersebut kemudian DPR melakukan revisi terbatas terhadap UU 32/2004 dan menerbitkan UU Nomor 12 Tahun 2008. Dalam undang-undang ini diatur secara rinci tentang berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon perseorangan. Pasal 59 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2008 menyatakan bahwa salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon perseorangan adalah berupa berupa bukti sejumlah dukungan dari masyarakat. Secara teknis bentuk dukungan resmi dari masyarakat ini dibuktikan melalui fotokopi kartu tanda penduduk (KTP). Dengan kata lain keputasan MK ini membuka babak baru bagi Pilkada di Indonesia yakni dengan diperbolehkannya calon perseorangan maju dalam Pilkada.

Polemik permasalahan munculnya calon independen kian menimbulkan pro kontra didalam masyarakat terutama terkait dengan isu adanya deparpolisasi. Deparpolisasi pemerintah memiliki arti, ada upaya untuk menghilangkan peran partai politik di dalam proses pemerintahan. Melihat istilah deparpolisasi secara tersirat sudah menggambarkan bahwa permasalahan
ini sangat berbahaya dalam kelangsungan suatu negara yang berbasis demokrasi. Partai politik adalah sebuah institusi yang hakiki di dalam sebuah system demokrasi. Urgensi partai politik disebuah negara demokrasi sejatinya adalah tulang punggung dari demokrasi. Partai politik ada karena kebutuhan hubungan yang intensif antara masyarakat sipil dengan pemerintah. Karena konsep kehadiran partai politik seperti termaktub dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik pada pasal 10 ayat 1 dan 2 diatur akan tujuan umum dan tujuan khusus partai politik sebagai berikut: Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Secara tersurat dari ketentuan UU partai politik ini menggambarkan bahwa partai politik merupakan suatu wadah untuk mengakomodir kepentingan rakyat agar tercapainya tujuan negara. Munculnya calon independen ini kian ramai diperbincangkan akhir-akhir ini setelah salah satu kandidat gubernur DKI Jakarta yaitu Ahok melayangkan statement untuk maju sebagai bakal calon gubernur melalui "jalur maut" yaitu jalur independen. Sekarang berbicara mengenai potensi kemenangan Ahok ini kita bisa melihat sejauh ini banyak lembaga survey independen yang berlomba-lomba melakukan survey elektabilitas Ahok dan hasilnya cukup mengejutkan karena dari beberapa lembaga survey banyak menyatakan elektabilitas Ahok ini sangat tinggi bahkan ada beberapa lembaga survey yang menyatakan bahwa untuk saat ini tingkat elektabilitas Ahok terkuat sejauh ini.

Hasil survey tersebut sangat kontradiktif dengan fakta dilapangan mengenai kepala daerah yang dipilih melalui jalur independen sejauh ini masih relatif rendah dan kepala daerah di Indonesia masih didominasi oleh kepala daerah yang diusung oleh Parpol. Yang menarik dalam pilkada DKI ini ialah munculnya sosok Ahok yang sangat fenomenal karena langkahnya yang sangat progresif dalam memimpin Jakarta banyak mendapat respon positif dimasyarakat. Jadi tidak mengherankan bahwa untuk Ahok ini sepertinya ada pengecualian dimana probabilitas untuk terpilih sebagai DKI 1 relatif besar walaupun berasal dari jalur independen karena selain melihat kinerja yang dianggap memuaskan masyarakat, iklim politik di Indonesia juga kurang mendukung bagi para calon yang berasal dari Parpol karena ditengah memburuknya citra partai politik di mata masyarakat, calon perseorangan yang maju dalam Pilkada sebenarnya memiliki kesempatan yang besar meraih simpati masyarakat dan memenangkan Pilkada. Selain itu ada pandangan dimasyarakat bahwa kehadiran calon perseorangan ini justru dianggap sebagai salah satu solusi untuk memperbaiki sistem demokrasi yang telah dirusak oleh elit partai politik. Dengan kata lain bahwa yang merusak sistem demokrasi selama ini adalah partai politik.

Anggapan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa pelaku tindak pidana korupsi memang banyak berasal dari para elit politik. Tidak heran bahwa kini ada perubahan paradigma dimasyarakat mengenai konsep Parpol yang dianggap sebagai sumber biang kerok dari carut marutnya pemerintahan. Berbicara tentang bagaimana peta kekuatan calon independen kadang ini yang pertanyaan dibenak kita, dari mana calon independen mendapatkan masa? Sedangkan apabila kita lihat ketika masa kampanye tiba sangat mudah melihat bagaimana besarnya gelombang masa dari Parpol yang mendominasi ketika kampanye. Jumlah yang relatif besar dari para simpatisan partai inilah yang membuat para calon independen harus memutar otak, akan tetapi berbeda kasusnya pada Ahok kemunculan tim relawan Ahok yang lebih dikenal dengan Teman Ahok seakan membawa angin segar, karena untuk memenuhi persyaratan sebagai calon independen yang dirasa cukup berat dimana harus mengumpulkan KTP yang telah ditentukan jumlahnya. Sedangkan untuk memenuhi persyaratan ini sangat memerlukan bantuan dari pihak ke 3 berupa relawan. Bentuk tim relawan yang dinamakan Teman Ahok ini mendapat respons positif dimasyarakat karena tim ini dihuni oleh anak muda, penggalangan dukungan dari tim relawan ini saya rasa sangat prospektif dalam mendulang dukungan dimasyarakat.
Kehadiran anak muda disini juga sangat plural artinya background yang beragam dari Teman Ahok ini menjadi nilai plus tersendiri. Karena background yang beragam ini sangat berpotensi memperluas areal promosi calon independen, selain itu para anggota tim ini bisa menempati pos-pos yang strategis sesuai kompetensinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa peran anak muda sebagai agen perubahan bangsa yaitu dengan mengaplikasikan konsep membangun dengan perubahan bisa menjadi basis kekuatan utama Ahok untuk memperkuat posisinya sebagai calon independen.

Melihat keterlibatan anak muda didalam demokrasi, tidak bisa di pandang sebelah mata bahwa di era modern merekalah yang sangat berpotensi mengubah tatanan paradigma tentang bagaimana berpolitik di Indonesia? Melihat besarnya pengaruh anak muda dalam membentuk perubahan cara berpolitik Indonesia tidak lepas dari berkembangnya budaya politik itu sendiri. Dahulu orang masih terpaku pada sikap apatis dalam berpolitik akan tetapi kini orang telah sadar dampak dari sikap apatisnya, kini tatanan berpolitik di Indonesia seakan digebrak oleh anak muda yang kian kritis. Selain itu perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat penyaluran pikiran kritis anak muda ini pun juga sangat mudah tersebar baik dalam bentuk tulisan maupun visual. Melalui media tersebut perlahan maysrakat mulai mengikuti alur pemikiran generasi muda yang kian kritis, alhasil kini dapat kita lihat iklim demokrasi di negara ini kian membaik pemerintah sudah mendapat social control dari masyarakat yang kini berperan aktif. Apabila dikaitkan bagaimana kontribusi anak muda yang tergabung di Teman Ahok seakan membuka babak baru didalam cara berfikir masyarakat tentang partai politik, kalo dulu para calon independen yang digilas oleh parpol. Fenomena ini kontradiktif dengan pilkada DKI yang mana perlahan tapi pasti Parpol lah yang tergilas oleh calon independen. Apabila berbicara mengenai jumlah anak muda yang tergabung didalam Teman Ahok sebenarnya tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan simpatisan partai. Akan tetapi kemampuan mereka dalam mempengaruhi masyrakat sangat besar kontribusinya, contohnya dalam kampanye konvensional para parpol kadang dibarengi dengan pemberian bantuan hingga yang paling sederhana yaitu pemberian baju kampanye. Nah apakah pemberian ini bisa menjadi jaminan bahwa orang tersebut akan memilih si calon? Ataukah malah menjadi bumerang kepada si calon karena masyarakat malah menganggap bahwa ada maksud terselubung dibalik pemberian ini dan mereka bisa saja mengaitkan dengan money politik. Hal ini terjadi karena implikasi dari perubahan cara berpikir masyarakat tentang politik yang kian kritis contohnya hingga muncul istilah "ambil uangnya jangan pilih orangnya".

Berbeda halnya dengan Teman Ahok yang bermanuver lebih halus tetapi tepat sasaran, melalui karya tulisan dan visual kadang cara ini lebih membuat orang tertarik secara mendalam artinya masyarakat menilai secara pribadi pantas atau tidaknya calon tersebut tanpa adanya "paksaan" yang menjurus ke money politik dan kadang caranya lebih bersifat edukatif.

Selain itu media yang digunakan pun saya rasa lebih efektif dikarenakan penggunaan internet dewasa ini telah menyentuh berbagai lapisan masyarakat. Kini orang lebih tertarik dengan konten-konten internet dibandingkan jika harus berpanas-panas dilapangan untuk mendengarkan orasi parpol. Selain itu sasaran dari tim relawan Ahok ini juga menyasar kaum intelektual karena pengaruh dari kaum intelektual ini relatif besar yang diharapkan nanti akan mempengaruhi orang lain disekitarnya. Strategi ini saya rasa yang menjadi peta kekuatan Ahok sebagai calon independen yang tidak bisa diremehkan selain memanfaatkan situasi politik yang kurang mendukung bagi parpol kehadiran relawan ini juga turut memberi andil besar dalam meningkatkan elektabilitas Ahok.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun