Suatu siklus anggaran (budget cycle) dimulai sejak Penyusunan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan Anggaran serta Pelaporan dan Pertanggungjawaban Anggaran. Setiap satuan kerja yang mengelola Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang bersumber dari APBN, mempunyai kewajiban untuk membuat dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran di satuan kerja masing-masing kepada Bendahara Umum Negara. Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada Pasal 8 Ayat (1) disebutkan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Selanjutnya pada Ayat (2) disebutkan Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
Kemudian lebih diperjelas lagi pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pada Pasal 19 Ayat (1) disebutkan Menteri Keuangan selaku BUN mengangkat Kepala KPPN selaku Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Selanjutnya dalam Ayat (2) juga disebutkan Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. Disini jelas bahwa setiap satuan kerja wajib menyusun laporan dalam rangka mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya yang bersumber dari APBN, laporan tersebut disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dalam bentuk Laporan Pertanggungjawaban Bendahara atau LPJ Bendahara.
Sesuai dengan Prinsip-Prinsip Dasar Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) yang diantaranya adalah Transparansi dan Akuntabilitas. Transparansi, adalah proses keterbukaan untuk menyampaikan aktivitas yang dilakukan sehingga pihak luar (termasuk masyarakat lokal/adat, pelaku usaha, maupun instansi pemerintah lain) dapat mengawasi dan memperhatikan aktivitas tersebut. sedangkan Akuntabilitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pertanggungjawaban atau keadaan yang dapat dimintai pertanggungjawaban.
Setiap satuan kerja dalam menyampaikan LPJ Bendahara harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Secara khusus seperti telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.Â
Dalam Peraturan Menteri Keuangan diatas telah diatur bagaimana laporan pertanggungjawaban bendahara dibuat dan kapan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 40 Ayat (1) bahwa Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran pada satker wajib menyampaikan LPJ kepada:
a.
KPPN selaku Kuasa BUN, yang ditunjuk dalam DIPA satker
yang berada di bawah pengelolaannya;
b.
Menteri/pimpinan lembaga masing-masing; dan
c.
Badan Pemeriksa Keuangan.
Kemudian pada Pasal 42 juga diatur kapan LPJ Bendahara tersebut harus disampaikan kepada KPPN, pada Ayat (1) disebutkan Penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (4) dilaksanakan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Dan pada Ayat (2) Dalam hal tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (4) dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya.
Dari sini diharapkan, ketertiban satker dalam memenuhi kewajibannya untuk menyampaikan LPJ Bendahara kepada KPPN selaku Kuasa BUN di daerah dapat tepat waktu yaitu sebelum tanggal 10 bulan berikutnya. Tetapi, pada kenyataannya yang terjadi ada saja satuan kerja yang memilih untuk menyampaikannya di akhir-akhir periode penyampaian laporan (menjelang tanggal 10) setiap bulannya. Padahal dengan lebih awal menyampaikan, jika satuan kerja mengalami kesalahan dalam penyusunan LPJ Bendahara masih terdapat waktu untuk melakukan perbaikan, berbeda jika menyampaikannya terlalu ‘’mepet’’ dengan tanggal 10 bulan berikutnya, waktu perbaikannya pun akan semakin sempit. Padahal, sesuai dengan Peraturan Meneteri Keuangan Nomor 162.PMK.05/2013 telah disebutkan pada Pasal 43 ayat (1) Dalam hal penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (4) melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, KPPN mengenakan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP maupun SPM-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran. Adapun pada ayat (2) disebutkan Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan Bendahara dari kewajiban untuk menyampaikan LPJ.
Artinya, yang akan dirugikan adalah satuan kerja sendiri, dengan dikembalikannya SPM-SPM Bendahara yang diajukan ke KPPN tersebut, mungkin akan mengakibatkan penundaan pelaksanaan kegiatan yang menyebabkan output dan outcome yang ada di satuan kerja tidak tercapai. Terutama di masa-masa jelang akhir Tahun Anggaran seperti saat sekarang, memasuki bulan Desember, biasanya fenomena yang terjadi pada satuan kerja adalah semakin naiknya load pekerjaan mereka. Fenomena ini masih terjadi sampai dengan saat ini, dari sisi Kuasa BUN Daerah sebenarnya sangat mengharapkan dan selalu menghimbau kepada seluruh satuan kerja yang ada di wilayah bayarnya untuk dapat tepat waktu dalam menyampaikan LPJ Bendahara setiap bulannya.
Meskipun fenomena ‘’penumpukan’’ dalam penyampaian SPM di akhir tahun anggaran masih terus terjadi, tetapi atas nama mengoptimalkan penyerapan anggaran terutama di masa pandemi COVID-19 seperti yang kita rasakan bersama dampaknya dalam 2 (dua) tahun terakhir ini, penundaan/penolakan/pengembalian atas SPM yang diajukan oleh satuan kerja amat sangat tidak kita inginkan bersama. Karena, itu artinya akan dapat menghambat program percepatan pemulihan ekonomi nasional yang sedang digalakkan oleh Pemerintah saat ini. Oleh karena itu, kami selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah sangat berharap seluruh satuan kerja dapat memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya, karena sekali lagi, seluruh satuan kerja harus mengingat bahwa dalam siklus anggaran (budget cycle) dimulai dari sejak penyusunan/perencanaan anggaran sampai dengan pertanggungjawaban anggaran, bukan berhenti hanya sampai dengan pelaksanaan anggaran. Semoga…
Ditulis oleh:
Dion P. Antariksa
Kepala Seksi Verifikasi, Akuntansi dan Kepatuhan Internal
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Tanjung Redeb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H