pemain keturunan dan diaspora yang dipanggil dan menjadi andalan Tim Nasional Indonesia baik di tim senior maupun di kelompok umur dari usia 17 (U17) sampai dengan U23.
Unggahan Peter F. Gontha di laman Instagram pribadinya memancing diskursus sosial media atas isu yang telah lama muncul sebagai konsekuensi dari begitu banyakBeberapa poin kekhawatiran Peter F. Gontha merujuk kepada pertandingan terakhir kualifikasi ronde ketiga Piala Dunia antara Indonesia melawan Australia yang mana sembilan dari sebelas utama pemain Timnas diisi oleh pemain keturunan (naturalisasi). Kekhawatiran yang kembali membuka perbincangan lama terkait perang dingin antara suporter Timnas yang pro naturalisasi dan kontra naturalisasi.
Sebelum melangkah lebih jauh, tentu permasalahan mengenai kontra narasi dari proses naturalisasi dapat dipahami sebagai bom waktu yang bisa muncul kapan pun apabila terkait dengan menanjaknya performa Timnas Indonesia di kancah sepakbola dunia. Tanpa mengurangi  rasa hormat kepada bapak Peter F. Gontha dan sumbangsihnya selama puluhan tahun kepada negara, rasanya kita juga perlu melihat mengapa secara liar saat ini pemain naturalisasi kita rasa-rasanya lebih dibela dan di backup setengah mati oleh suporter dan mungkin kita sendiri.
Sebelum melihat mengenai pernyataan tersebut saya mencoba untuk membeda kembali poin-poin keresahan bapak Peter F. Gontha di dalam unggahan Instagramnya.
Singkatnya, dalam suatu kesempatan, pak Peter F. Gontha baru saja mengusir salah seorang koleganya yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) karena tersinggung dengan sindiran sang kolega di kantornya terhadap PSSI selaku induk sepakbola tertinggi di negeri ini. Sindiran yang ternyata membawa pak Peter F. Gontha ke dalam situasi galau yang membuatnya akhirnya menaikkan unggahan Instagram tersebut.
Jika kita membaca secara utuh poin-poin keresahannya, menurut hemat saya, bisa kita pahami poin-poin keresahan dari pak Peter F. Gontha cukup beralasan dan diterima sebagai bagian dari diskursus yang progresif untuk kebaikan sepakbola nasional kedepannya.
Dalam unggahan tersebut, pak Peter F. Gontha mengurai enam poin keresahannya antara lain kebanggaan atas pencapaian Timnas Indonesia dan di satu sisi rasa malu bagaimana bagsa dengan jumlah penduduk yang banyak seperti Indonesia masih bergantung kepada pemain-pemain keturunan yang tentu tidak bisa disalahkan sama sekali.
Kemudian, poin yang cukup memantik reaksi yang keras adalah apakah nasionalisme para pemain keturunan sama dengan pemain lokal atau non naturalisasi? dan pertanyaan apakah para pemain keturunan benar-benar telah melepaskan keturunan telah melepaskan status kewarganegaraannya dengan segala privilege dan benefit yang tidak mungkin disediakan oleh negara dunia ketiga seperti Indonesia mengingat seluruh pemain keturunan tersebut berasal dari Belanda (mohon koreksi jika salah) yang notabene adalah negara maju dengan gap ekonomi yang jauh dengan Indonesia.
Saya mencoba menarik suatu sudut pandang dan mengurai kembali isu ini kembali seperti di bagian-bagian awal tulisan ini bahwa kontra narasi atas naturalisasi adalah suatu keniscayaan dan bom waktu yang akan selalu muncul setiap kali PSSI melakukan proses naturalisasi pemain keturunan atau bahkan pemain asing yang dianggap akan memberi nilai tambah bagi Timnas Indonesia. Poin bahasan yang menjadi concern dari Pak Peter F. Gontha akan saya lihat dan bahas secara acak sekali lagi bukan dalam kapasitas menolak atau tidak bangga dengan pencapaian Timnas Indonesia.
Namun, semata-mata ini adalah pandangan pribadi atas situasi yang terjadi yang mungkin juga sudah jadi bagian dari pertimbangan di PSSI sebagai induk organisasi sepakbola tertinggi di negeri ini.
Pertama jika kita membahas apakah nasionalisme pemain naturalisasi dan lokal sama atau apakah para pemain naturalisasi telah benar-benar melepas kewarganegaraan lama mereka atau tidak dan secara rela melepaskan segala bentuk keuntungan yang mereka dapat sebagai warga negara di tempat mereka berasal. Menurut pandangan saya, tidak ada suatu ukuran pasti dan bukan hak orang lain untuk menentukan seberapa besar nasionalisme setiap individu terhadap negaranya.