Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karakter "Merasa Paling Benar"

23 September 2023   20:38 Diperbarui: 23 September 2023   20:53 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Dok. Pribadi.

Oleh Purwalodra

Seringkali kita tidak menyadari, bahwa saat kita berargumentasi atau mengemukakan alasan tentang sesuatu, baik yang digunakan untuk membela diri atau sekedar untuk mengalahkan lawan bicara. Kita menganggap argumen, alasan atau pendapat kita itu adalah yang paling benar ?!. Inilah titik awal dari penderitaan panjang, dimana kata-kata kita itu akan menjadi realitas hidup yang tak bisa kita hindari ?!

Perlu kita ingat, ketika hidup yang kita jalani ini merasa paling benar, maka hidup kita tidaklah benar. Hal ini merupakan kebenaran yang tidak bisa kita pungkiri, karena kebenaran tidak memungkinkan kita untuk jadi yang paling benar. Manusia memang selalu merasa hidupnya adalah benar. Benar dalam arti yang paling kita inginkan !!!. Benar atas segala keputusan dan kebijakan yang telah kita buat sendiri. Benar atas segala hasrat yang telah dibawa ke dunia ini.

Mengapa demikian ?! Hal itu terjadi karena manusia memiliki banyak imajinasi yang mampu menciptakan berbagai jenis kebenaran. Imajinasi itu sendiri merupakan suatu proses psikis yang menciptakan realitas baru, di mana realitas-realitas lama terserap oleh imajinasi baru, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang bermakna, baik dalam hal pemahaman maupun perilaku manusia.

Imajinasi adalah suatu kemampuan untuk membayangkan apa saja yang diperlukan, untuk menciptakan realitas baru atau kebenaran baru. Hal ini sama dengan proses berpikir yang didasarkan atas apa yang terjadi di dunia nyata. Dalam kebanyakan kasus, imajinasi akan memungkinkan para pengguna untuk mengendalikan dan mengatur segala hal yang ada dalam kehidupannya. Karena, hidup manusia akan selalu mencari sebuah kenyataan yang akan membuatnya merasa benar ?!. Termasuk kebenaran bahwa seseorang tidak memiliki daya untuk mengubah apa pun dalam hidupnya. Oleh sebab itu, hanya Allah yang memiliki kekuasaan untuk mengubah apa pun dalam hidup kita ini.

Pada saat hidup kita berakhir nanti, maka semua kebenaran akan terbuka dengan jelas dan kita tidak akan memiliki pilihan lain, selain mengikuti jalan Allah SWT. Ketika hal ini terjadi, maka kita tidak akan pernah merasa benar lagi, kecuali ketika kita berhasil berserah diri kepada-Nya, dengan memberikan seluruh jiwa, pikiran, dan jasad kita kepada-Nya.

Ketika kita memperoleh suatu kebenaran, maka kita akan menjadi "berarti." Artinya, bahwa kita telah menemukan tujuan hidup yang paling sempurna. Dalam pandangan Islam, jika seseorang tidak mengenal Allah SWT dan tidak berserah diri kepada-Nya, maka ia tidaklah mampu merasa benar dalam hidupnya, ia akan cenderung tersesat.

Kehidupan manusia merupakan suatu proses yang tidak dapat diharapkan akan selesai dengan cepat. Para pelaku spiritual biasanya sudah memiliki kemampuan dan keberanian untuk menghadapi berbagai macam tantangan, yang akan mereka hadapi setiap hari. Meskipun demikian, jika dilihat dari kenyataannya, banyak orang yang merasa hidupnya sudah benar-benar terlaksana. Mereka tidak perlu lagi melakukan sesuatu yang tersisa untuk dilaksanakan ataupun dipahami lebih jauh ?!

Mungkin, pada awalnya hal ini memang benar, namun tak lama kemudian mereka akan menemukan, bahwa hidup manusia tidaklah semudah itu, untuk diselesaikan secara singkat dan percuma. Pada saat manusia, merasa hidupnya sudah benar, maka ia merasa dapat menjadi manusia yang berkualitas dan penuh cinta. Namun, seandainya manusia itu benar-benar telah menjadi manusia yang berkualitas dan penuh cinta, bagaimana dengan kebutuhannya untuk memiliki kesenangan dan menginginkan sesuatu yang menyenangkan ?! Hal ini dapat dijadikan pertanyaan besar yang harus dijawab.

Kita merasa hidup kita benar, karena kita tidak pernah bertemu dengan orang yang lebih benar dari kita ?! Mungkin juga karena, setiap orang sangat mengkhawatirkan kebenarannya sendiri ?! atau mungkin mereka tidak ingin ada yang lebih benar dari mereka ?! Banyak orang mengatakan, bahwa mereka tidak beruntung, karena mereka tidak memiliki apa yang mereka inginkan. Padahal, hidup kita sebagai manusia, tidak selalu berjalan dengan cara yang sesuai dengan harapan dan keinginan manusia itu sendiri. Kita seringkali mencari kehidupan yang lebih baik saat ini, ataupun kehidupan yang lebih indah pada masa depan. Dan mungkin kita masih belum mengerti, bahwa perjalanan kehidupan ini selalu mengarah pada tujuan tertentu, yakni kematian !? Dan kematian itu adalah kebenaran sejati.

Semua orang memiliki keinginan yang sama, yakni mencari kehidupan yang lebih baik. Hal ini bisa dicapai dengan berbagai cara dan dengan berbagai macam strategi. Pertanyaannya,  Mengapa kita tidak bisa memiliki ini-itu?. Kemudian, pertanyaannya berubah menjadi,  bagaimana cara kita mengubah kehidupan ini agar lebih baik?. Sebab, jika kita sudah memiliki apa yang kita inginkan, maka hidup akan terasa seperti melayang-layang di atas awan. Tapi sayangnya, semua ini hanya berlangsung sebentar saja ?! ingat, hanya sebentar saja !!!

Ketika kita melepas semua kebutuhan akan pujian dari orang lain, dan menjadi orang yang bersyukur atas apa yang ada, maka semua perasaan cemburu dan takut, berubah  menjadi rasa syukur atas apa yang ada. Perlu kita sadari pula, bahwa tidak ada yang menyenangkan dalam kehidupan ini, kecuali kita menjadi orang yang bersyukur dengan apa yang terjadi di saat ini, disini, sekarang. Kita tidak pernah tahu berapa lama lagi kita hidup, dan kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada hari esok ?!

Ketika hidup kita merasa paling benar, maka kita akan terjebak dalam kegelapan. Karena kebenaran adalah sesuatu yang tidak bisa dipastikan dengan pasti. Ketika kita merasa hidup kita benar, maka kita lebih memilih untuk berhenti melihat segala sesuatu yang tidak memenuhi standar kebenaran itu sendiri ?! Dengan kata lain, kita tidak lagi dapat menikmati hidup ini dengan sepenuh hati dan penuh rasa ingin tahu.

Islam mengajarkan umatnya agar tidak merasa diri paling benar, paling bersih. Pihak lain dianggap salah dan kotor. Allah mengingatkan, "Apakah kami tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah mensucikan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun." (QS An-Nisa/4: 49). Sementara, Rasulullah SAW dalam hadis dari Abu Hurairah, baginda berkata, "Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya." (HR. Bukhari).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah berkata, "Jika Allah Ta'ala membukakan untukmu pintu shalat malam, jangan memandang rendah orang yang tertidur. Jika Allah membukakan untukmu pintu puasa (sunnah), janganlah memandang rendah orang yang tidak berpuasa." Dikatakan, "Dan jika Allah membukakan untukmu pintu jihad, maka jangan memandang rendah orang lain yang tidak berjihad. Sebab, bisa saja orang yang tertidur, orang yang tidak berpuasa (sunnah), dan orang yang tidak berjihad itu lebih dekat kepada Allah ketimbang dirimu."

Imam Syafii yang luas ilmu dan luhur akhlaknya pernah berkata bijak, kalamy shawaabu yahtamilu al-khathaa, wa kalamu ghairy hathau yahtamilu al-shawaaba.  Artinya: "Pendapatku boleh jadi benar tetapi berpeluang salah, sedangkan pendapat orang lain bisa jadi salah namun berpeluang benar."

Jadi, konsekuensi dari sikap merasa paling benar sendiri dalam kehidupan ini adalah ketertutupan pikiran, ketidakmampuan untuk menerima kebenaran dari orang lain, konflik dan perpecahan dalam hubungan, serta gangguan dalam mencapai kedamaian dan kesuksesan. Oleh karena itu, melalui sikap rendah hati dan keterbukaan untuk mendengarkan dan menerima sudut pandang orang lain, akan sangat penting dalam menciptakan harmoni dan kedamaian dalam kehidupan kita sendiri ?! Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 23 September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun