Dengan tidak menutup segala kemungkinan yang terjadi, pada hemat saya, saat ini banyak orang menghabiskan hidupnya untuk hal-hal yang tidak esensial, atau tidak “penting”. Kita menjalani hidup yang palsu, karena dipaksa oleh pihak-pihak di luar diri kita, entah oleh keluarga, tradisi, atau kebiasaan-kebiasaan lainnya. Kita terjebak pada budaya massa, sehingga seringkali terbawa arus jaman, tanpa bisa melawan. Kita juga seringkali hidup untuk menumpuk harta, dan lupa mencintai, atau bahkan sekedar tertawa. Yang paling parah, terutama untuk situasi dalam masyarakat kita, banyak orang korupsi dengan memakan hak orang lain untuk memuaskan kepentingannya sendiri.
Situasi seperti ini tentu menciptakan penderitaan yang mendalam bagi diri kita sebagai manusia. Banyak orang terasing dari lingkungannya, kemudian jatuh stress, depresi, atau bunuh diri. Alam menjadi rusak, karena dihancurkan demi kepentingan manusia-manusia rakus. Banyak orang hidup dalam kemiskinan, karena hak-haknya diperkosa oleh para koruptor. Perang dan konflik mewarnai keseharian hidup manusia di berbagai penjuru dunia.
Apakah semua ini bisa kita ubah ke arah hidup kita yang lebih baik ? Kalau tidak bisa, maka taruhannya adalah kehancuran kita semua sebagai manusia, atau kita segera memiliki kemampuan berubah arah ?! Sementara, di tengah kepungan berbagai tawaran informasi sekarang ini, baik di media cetak maupun media elektronik, kata “arah” menjadi sesuatu yang amat berharga. Hal ini memang salah satu paradoks dunia di abad ini, dimana kita memiliki banyak informasi, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengolah informasi tersebut menjadi sebentuk pemahaman yang mendalam tentang kehidupan kita sendiri. Pendek kata, kita tahu banyak, tetapi kita tetap bodoh untuk menentukan hidup macam apa yang ingin kita jalani ?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 26 Juni 2016.