Oleh. Purwalodra
Siapa yang pernah mengira bahwa semua yang pernah kita katakan atau ucapkan itu akan menjadi pembunuh yang begitu mematikan, untuk diri kita sendiri. Sebagian besar orang tidak pernah menyadari bahwa apa yang telah diucapkan seseorang itu memiliki berbagai konsekuensi logis. Jika saja seseorang berkata-kata baik, arif dan bijak, maka ia akan menuai kebaikan, kearifan dan kebijakan dalam hidupnya. Begitupun sebaliknya, jika saja seseorang berkata-kata buruk, menyakitkan hati orang lain, bahkan mengadu-domba, maka jalan hidup yang didapatkannya pun sama, akan lebih buruk, lebih menyakitkan dirinya sendiri, dan bahkan akan menjadi sasaran fitnah dari banyak orang.
Pengalaman saya mengajarkan, bahwa apa yang saya katakan dan ucapkan akan kembali ke dalam kehidupan saya sendiri. Kata-kata dan ucapan yang buruk, curiga, prasangka buruk kepada orang lain dan bahkan melakukan dengan sengaja fait accompli (menjadikan orang lain mengalami kejadian memaksa yang tidak dapat dihindari melainkan harus dihadapi). Semua ini akan kembali kepada orang itu sendiri, dimana ucapan dan perkataan itu bersumber.
Benar juga apa yang pernah di teliti oleh para pakar energi, bahwa apa yang kita ucapkan atau katakan tidak pernah akan hilang, karena apa yang kita ucapkan itu berawal dari pikiran (entah disadari atau tidak) sampai ucapan dan perkataan itu termanifestasi dalam kehidupan yang nyata. Pikiran kita adalah energi yang keluar dari diri kita yang kemudian diucapkan melalui mulut kita. Energi yang kita keluarkan tidak mudah dihilangkan di alam semesta ini, karena energi adalah kekal, seperti apa yang telah dikemukakan oleh James Prescott Joule, fisikawan Inggris, dengan hukum kekekalan energinya.
Jadi, bisa dikatakan bahwa ucapan atau perkataan yang buruk dari mulut kita itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika kita berkata-kata buruk, mengumpat, memfitnah, berkata bohong dan lain-lain, maka kitapun akan menemukan hidup kita dalam penderitaan, diumpat orang, difitnah orang, bahkan dibohongi oleh orang lain. Oleh karena itu, sarannya begini, sebabkan tiadanya ucapan yang menyakitkan !. Sebabkan tiadanya umpatan dan fitnah pada orang lain !. Dan, sebabkan tiadanya penderitaan dalam hidup kita sendiri ?!.
Pengalaman saya telah membuktikan ini, dan bahkan teman-teman saya terpaksa harus menjilat ludahnya sendiri, akibat dari semua ucapan dan perkataannya itu ?!. Sebenarnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sudah mengingatkan kita bahwa : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang BAIK atau DIAM.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)
Ucapan dan perkataan kita melalui lisan (lidah) memang tidaklah mudah dikendalikan, selama pikiran kita tidak mampu dikendalikan. Sekali saja terucap kata-kata yang menyakitkan orang lain, maka ucapan kita itu kelak akan membunuh diri kita sendiri, cepat atau lambat, tergantung kepada keikhlasan orang yang tersakiti hatinya. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.
Sebagai contoh saja, bahwa dua orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan. Suami dan istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan. Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah karena lisan. Sungguh betapa besar bahaya lisan.
Sebuah Hadist Riwayat Abu Dawud juga menyatakan bahwa ketika seseorang mengumpat dan menjatuhkan martabat orang lain, maka perbuatan ini sama halnya dengan memakan daging sesama manusia, serta merusak tubuhnya sendiri dengan kuku-kukunya yang tajam dari tembaga. Dari Anas ra., bahwa "Rosululloh Muhammad saw. bersabda: "Ketika saya dimi'rajkan, saya berjalan melalui suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga yang dengan kuku-kuku tadi mereka menggaruk-garukkan muka serta dada-dada mereka sendiri.” Saya bertanya: "Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab: "Itulah orang-orang yang makan daging sesama manusia - yakni mengumpat - dan menjatuhkan kehormatan mereka." (Hadits Riwayat Abu Dawud)
Selanjutnya, kita bisa melihat kondisi masyarakat kita hari ini, ketika kita tak mampu mengendalikan ucapan atau kata-kata dari lisan kita, maka yang terjadi adalah kemunafikan !. Kita sedang hidup di dunia yang penuh dengan kemunafikan. Bagaikan udara, kemunafikan terasa di setiap nafas yang kita hirup. Kemunafikan juga tampak di setiap sudut yang terlihat oleh mata. Mungkin, konsep ini benar, bahwa : kita munafik, maka kita ada!!!.
Seringkali kemunafikan yang kita lakukan ini tidak disadari. Keberadaannya ditolak. Ketika kita menyangkal bahwa kita adalah mahluk munafik sebenarnya merupakan suatu kemunafikan tersendiri. Yang kita perlukan adalah menyadari semua kemunafikan yang kita punya, dan berani “menelanjangi bentuk-bentuk kemunafikan” yang bercokol di dalam diri kita sendiri.