Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Situ Terkadang Saya Merasa Sedih?!

25 November 2015   07:26 Diperbarui: 25 November 2015   08:16 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 (Kado Para Guru Dan Dosen)

Oleh. Purwalodra

Hari Rabu ini adalah hari Guru dan Dosen Nasional, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan bahwa tanggal 25 November merupakan hari guru nasional, dimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 yang dikuatkan oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Dan, tanggal 25 November ini sekaligus menjadi hari lahirnya Persatuan Guru Indonesia.

Bicara tentang Guru atau Dosen, tidak bisa lepas dari niat baik seuatu negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya. Karena seara mental, pertahanan terakhir yang harus tetap kuat, sesungguhnya berada di tangan guru. Karena, tidak akan maju satu negara jika negara itu tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang handal. SDM yang handal ada karena peran guru atau Dosen di negeri tersebut.

Mungkin kita, bisa mengingat kembali tragedi yang melanda Jepang akibat bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Dimana, hal pertama dan hal yang terpenting yang ditanya oleh Kaisar Jepang pasca ledakan bom atom tersebut, adalah masih adakah guru yang tersisa. Pada akhirnya, Jepang mencoba bangkit dengan menumpukan harapan kepada para guru. Dan hasilnya sekarang, Jepang menjadi raksasa industri dunia meski sebelumnya porak poranda.

Apabila kita mau menelisik lebih jauh, sepertinya ada yang terlewatkan oleh para  pembuat kebijakan. Seakan-akan mereka tidak menyadari, bahwa seorang Guru atau Dosen dalam menjalankan tugasnya, bukan hanya berhadapan dengan benda mati dengan segudang administrasinya, melainkan juga dengan makhluk hidup yang bernyawa dan punya karakter, serta kepribadian yang beragam. Guru atau Dosen yang profesional tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik. Untuk itu, guru atau Dosen sangat membutuhkan pikiran yang jernih, tanpa ada beban berlebihan terhadap fisik dan mentalnya, agar kegiatan mengajar dan mendidik bisa lebih fokus dan mampu memberikan pencerahan bagi murid-murid dan mahasiswanya.  

Guru dan Dosen bertanggung jawab menjadikan peserta didiknya seorang yang pintar dan cerdas serta berkepribadian. Namun, di banyak yayasan pengelola pendidikan, belum memiliki kemauan baik untuk memberikan penghasilan yang layak bagi Guru atawa Dosesnya. Sebab, Guru atau Dosen, tak hanya dibebani tugas mengajar dan mendidik, tetapi juga bertanggung jawab terhadap hasil peserta didiknya, baik akademik maupun psikologis dan mentalnya.

Selain persoalan kesejahteraan Guru atau Dosen yang sampai saat ini belum tuntas, ternyata negeri ini juga mengalami krisis keteladanan tokoh publik, maraknya kebohongan, dan peristiwa ketidakadilan tak bertuan telah menenggelamkan peserta didik kita pada kubangan pembodohan dan pembebalan moral. Realitas keseharian yang mestinya menjadi obyek pembelajaran akhirnya hanya menjadi realitas penuh dusta. Pembelajaran pun hanya dalam buaian mimpi, penuh kepura-puraan dan kepalsuan.

Sehingga, gaung pengajaran tentang prinsip keadilan, nilai-nilai kehidupan, ajaran moral, hingga ragam aturan keagamaan segera senyap ketika tak terpetakan lagi dalam hidup keseharian masyarakat kita. Guru atau Dosen sering harus puas dengan jerih payahnya yang hanya menyentuh dimensi rasional. Realitas negeri yang penuh kebohongan telah menghancurkan prinsip pendidikan tentang rasionalitas, yang seharusnya dapat dipertanggungjawabkan. Dampak tragisnya adalah lahirnya generasi pandai tetapi bebal secara moralitas. Di situlah terkadang saya merasa sedih ?!

Dalam kondisi seperti ini, para Guru atau Dosen dihadapkan pada tantangan pengelola lembaga pendidikan yang memperjual-belikan Ijazah dan gelar palsu. Sampai hari ini, ternyata masih banyak lembaga pendidikan yang melakukan ini dengan alasan untuk menutupi cashflow lembaganya. Dalam praktek semacam ini, sebenarnya para Guru atau Dosen, banyak yang tidak mengetahui ulah lembaga yang mempekerjakannya !.

Namun demikian, upaya untuk menjadi seorang Guru atau Dosen yang baik dan profesional harus tetap menjadi niat baik. Menurut Richard Leblanc, pengajar di York University, Ontario, Kanada, bahwa seorang guru harus hidup dalam suatu paradoks. Di satu sisi, ia harus bersikap penuh hormat dan kelembutan pada murid-muridnya. Di sisi lain, ia juga harus bersikap keras dan menerapkan displin secara konsisten pada murid-muridnya, sehingga mereka bisa mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin.

Leblanc juga berpendapat, bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu bersikap seimbang secara kreatif. Artinya, ia mampu membuat kurikulum pengajaran yang baku, tetapi juga siap, bahwa dalam penerapan, kurikulum tersebut bisa berubah sesuai dengan dinamika kelas, dan perkembangan ilmu yang ada. “Guru yang baik adalah tentang keseimbangan kreatif antara diktator yang otoriter di satu sisi, seorang pendorong (motivator) yang baik di sisi lain.” Dari tuntutan inilah, maka seorang Guru atau Dosen harus mampu berimprovisasi layaknya seorang aktris atau aktor.

Leblanc menegaskan, bahwa seorang guru atau Dosen harus punya gaya (style). Ia harus bisa menghibur murid atau mahasiswanya. Dan ia juga tidak boleh kehilangan kedalaman ilmu maupun refleksi ilmiahnya. Ia harus mampu berkeliling kelas, dan menyapa mahasiswanya untuk berpikir serta belajar dengan rajin. Guru atau Dosen bisa dianalogikan sebagai pemimpin orkestra, sementara murid-muridnya adalah pemain beragam alat musik yang ada. Jadi, pendidikan yang baik bagaikan musik yang indah.

Menurut Leblanc, pengajaran yang baik tidak bisa dilepaskan dari humor dan tawa. Guru atau Dosen yang baik tidak terlalu serius dalam melihat kehidupan. Ia selalu bisa menertawakan ironi dan absurditas hidup. Ia bahkan bisa menertawakan dirinya sendiri, menertawakan kegagalan dan kebodohannya sendiri. Hal ini begitu penting, supaya suasana belajar jadi lebih santai dan murid melihat gurunya juga sebagai manusia yang punya kelemahan, dan pernah gagal dalam hidupnya. Murid-murid pun bisa melihat wajah manusia di dalam sosok gurunya yang, walaupun penuh kelemahan, mampu belajar dari kegagalannya, dan maju terus menjalani kehidupan.

Yang menjadi ruh dalam proses pendidikan, menurut Leblanc bahwa guru yang baik adalah mencintai dan merawat murid-muridnya. Untuk bisa menerapkan cinta tersebut, ia butuh memberikan waktu dan tenaganya, bahkan lebih daripada yang dituntut darinya.  Karena itu, menjadi guru yang baik berarti memberikan waktu banyak untuk mengoreksi, membuat dan mengubah materi pengajaran, dan mempersiapkan bahan untuk mengembangkan mata pelajaran atawa mata kuliah itu sendiri.

Seorang Guru atau Dosen yang baik dalam mengajar, karena ia senang mengajar. Ia mendidik, karena ia menemukan kebahagiaan di dalam mendidik. Uang dan nama baik adalah urusan belakangan, yang akan datang sejalan dengan kualitas pengajaran dan pendidikan yang diberikannya. Oleh karena itu, Guru atau Dosen yang cerdas secara akademik dan pintar mentransformasikan ilmunya, merupakan  Guru atau Dosen yang akan lebih mudah menjadi profesional dan menghasilkan peserta didik yang berkualitas !?. Wallahu A’lamu Bishshawab.

Bekasi, 25 November 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun