Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harga Setiap Perubahan

16 Oktober 2014   20:48 Diperbarui: 21 Januari 2016   16:25 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Purwalodra

Kemaren sore sebelum pulang kantor, seorang teman mengajak saya berdiskusi seputar pendidikan. Diskusi diawali dengan membahas berbagai hal seputar perilaku Tenaga Pendidik dan Kependidikan yang saat ini menyita banyak pikiran dan tenaga bagi lembaga pendidikan, khususunya sekolah-sekolah yang akan dan memulai melaksanakan kurikulum 2013. Penerapan kurikulum 2013, saat ini, menurutnya perlu diupayakan sebuah perubahan mental, cara berfikir, perilaku keseharian untuk Tenaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan yang ada di sekolah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah pelatihan yang mampu memperkenalkan energi perubahan dan cara-cara bagaimana perubahan ini bisa dilakukan oleh setiap individu di lembaga Pendidikan. Nah, ini berarti ada order buat saya untuk menjadi salah satu pembicara yang mengupas tentang berapa harga sebuah perubahan itu.

Tentu saja, harga setiap perubahan yang akan saya sampaikan dalam pelatihan nanti, tidak ada hubungannya dengan harga seorang pembicara yang memberikan pencerahan perubahan itu sendiri. Mungkin saja harga seorang pembicara untuk berbicara tentang perubahan jauh lebih murah, daripada pencerahan yang berhasil ditimbulkan dari ceramahnya tersebut. Atau bisa jadi sebaliknya. Bagi saya yang penting, apa yang saya sampaikan nantinya bisa dipahami dan peserta pelatihan mampu memiliki kekuatan untuk berubah.

Saat ini, banyak sekali metode dan sistem, bagaimana perubahan dalam diri sesorang itu bisa dibangun. Namun, tidak semua individu bisa menyesuaikan diri dengan metode dan sistem yang ditawarkan oleh instrukturnya. Dan, hal inilah yang menjadikan para 'trainer' untuk mampu memiliki kreatifitas, dan memiliki improvisasi agar peserta pelatihan bisa mengapresiasi motode dan sistem yang ditawarkan tersebut. Oleh karena itu, apapun kondisinya seorang 'Trainer' harus mampu menyentuh perasaan peserta yang paling dalam, agar perubahan pada diri peserta pelatihan dapat terwujud.

Energi perubahan akan sangat diperlukan bagi setiap pendidik, karena proses pendidikan dari waktu ke waktu pun berubah. Hal ini bukan hanya metode dan sistemnya saja yang berubah, namun sikap mental dan pola pikir pun harus mampu berubah. Oleh karena itu, kesadaran untuk terus berubah inilah yang perlu ditanamkan di dunia pendidikan saat ini. Bagi seorang pendidik, perubahan adalah sebuah kewajaran, dan hukum perubahan adalah perubahan itu sendiri.

Dengan demikian, kalimat kunci bagi seorang pendidik dalam mengapresiasi perubahan adalah menjadikan dirinya sendiri sebagai seorang pembelajar. Seorang pendidik harus terus-menerus belajar, karena modal utama seorang pendidik adalah kemauan untuk terus belajar. Dengan begitu energi perubahan akan terus bergerak dan menggerakkan setiap peserta didiknya. Pada akhirnya, energi perubahan yang disemangati oleh kemauan belajar ini akan beresonansi kepada peserta didiknya.

Kemauan pendidik untuk terus belajar merupakan salah satu syarat untuk menggerakkan seluruh elemen pendidikan di sebuah sekolah. Hal ini disupport oleh adanya sertifikasi guru dari pemerintah, yang tujuannya agar setiap Guru yang memperoleh sertifikasi mampu mempertahankan dirinya berkemauan dan berkemampuan belajar. Sangat naif jika sebuah sekolah yang guru-gurunya banyak memperoleh sertifikasi, namun pimpinan sekolah atau yayasan yang menaunginya tidak mampu memotivasi guru-gurunya untuk terus belajar, misalnya dengan melanjutkan pendidikannya ke strata yang lebih tinggi.

Dan kita layak prihatin, ketika ada sekolah atau yayasan, yang memang tidak mengehendaki guru-gurunya maju dan terus melanjutkan pendidikannya, dengan alasan akan memboroskan anggaran sekolah atau yayasan, padahal guru-guru tersebut melanjutkan pendidikan dengan biaya sendiri. Menurut yayasan atau sekolah yang mempekerjakan guru tersebut, menyatakan bahwa guru yang sempat melanjutkan pendidikan pasti akan menuntut gaji/honor yang lebih tinggi, setelah ia menyelesaikan pendidikan. Ketika yayasan atau sekolah tidak mampu memenuhi tuntutan guru tersebut, maka guru itupun mengundurkan diri, pindah ke sekolah lainnya. Persoalan seperti ini terjadi ketika energi perubahan melalui pembelajaran hanya dimiliki oleh para pendidiknya saja. Tidak diikuti oleh pengurus yayasan atau pimpinan sekolah yang bersangkutan.

Oleh karena itu, perubahan dalam pendidikan harus dilakukan secara komprehensif, baik kepada sekolah maupun dari jajaran pengurus yayasannya. Karena pengelolaan pendidikan saat ini di Indonesia sudah menyimpang dari aturan main yang semestinya. Sebagai contoh, pengelolaan Dana BOS, Blog Grand dan dana-dana lain dari pemerintah, yang diperuntukkan untuk pengembangan sekolah, sudah diambil alih oleh yayasan dimana sekolah tersebut bernaung. Kepala sekolah hanya menandatangi saja, baik penerimaan dan pelaporannya. Seluruh pengelolaannya hanya dilakukan oleh pengurus yayasan.

Dari gambaran diatas, kita bisa menarik simpulan bahwa perubahan tidak bisa lagi dihindari. Hukum perubahan adalah perubahan itu sendiri. Mungkin hanya orang yang buta dan tuli saja yang menyamakan kreatifitas, perofesionalisme dan kemajuan secara individu, organisasi dan masyarakatnya, dengan anggaran yang tersedia. Semoga bermanfaat. Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 16 Oktober 2014.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun