Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengkekasihkan Diri pada-Nya

13 November 2014   12:21 Diperbarui: 17 Oktober 2017   16:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Purwalodra

Judul di atas saya ambil dari pernyataaseorang motivator terkenal di negeri ini, yang memberitahukan pada kita bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang mampu mengkekasihkan diri kepada Tuhan, Allah Swt. Makna dari mengkekasihkan Diri adalah sebuah komitmen pada diri seseorang, dimana orang itu mampu memposisikan diri sebagai seorang kekasih. Sementara, kekasih adalah orang yan dikasihi di sayangi dirindukan. Jadi mengkekasihkan diri Pada Allah, tentu merupakan orang yang mampu memposisikan diri sebagai kekasih Allah Swt.

Memang tidaklah mudah memposisikan diri sebagai manusia yang dikasihi Tuhan. Manusia yang dikasihi Tuhan merupakan orang-orang pilihan yang amal perbuatannya mencerminkan apa-apa yang perintahkan dan apa-apa yang dilarang. Ketika manusia di beri ruang kebebasan untuk memilih berbuat baik atau jahat, upaya untuk menghekasihkan diri kepada Tuhan tidak mudah untuk dilakukan. Manusia yang berani mengkekasihkan diri pada-Nya, orang yang selalu berjuang untuk selalu berada di jalan-Nya, di jalan yang Allah amanatkan kepada kta sebagai manusia ber-Iman, ber-Takwa dan bermanfaat bagi sesama.

Upaya untuk selalu mengkekasihkan diri pada sang Khaliq sudah semestinya memiliki kekuatan bathin yang mampu meyakinkan dirinya untuk berada pada posisi yang benar, baik dan sesuai tuntunan. Kebenaran menjadi keberpihakan selama hidupnya. Kedamaian menjadi sahabatnya, dan kebaikan menjadi nafasnya sehari-hari. Kerendahan hati menjadi fikirannya. Kemudian, apa yang dimilikinya merupakan kebermanfaat bagi orang lain.

Disadari atau tidak, bahwa hidup manusia sangatlah terbatas. Sifat keterbatasan ini yang menjadikan manusia tidak mampu atau tidak bisa memperoleh apa yang ia inginkan. Oleh karena itu, banyak informasi dan ayat-ayat Allah, baik yang tersurat maupun yang tersirat, menginformasikan kepada manusia untuk memiliki kemampuan keluar dari keterbatasan ini, mulai dari hal-hal yang bersifat fisik maupun spiritual. Namun demikian, kerinduan akan hal-hal yang berharga bagi manusia akan terus ada, yakni kerinduan akan kebenaran, kebaikan dan keindahan yang sejati. Kerinduan dan pengejaran akan kebaikan, kebenaran dan keindahan juga adalah kerinduan akan keabadian.

Ketika komitmen kita mampu menyatakan diri bahwa manusia mampu mengkekasihkan diri kepada-Nya, maka cinta adalah kekuatan di balik semua gerak yang dinamis ini. Dalam arti ini, cinta memiliki arti yang sangat luas, yakni cinta yang bersifat spiritual. Sementara, ada bentuk lainnya dari usaha manusia, mahluk yang terbatas ini, untuk menjadi abadi dan tak terbatas, melampaui dirinya secara fisik. Seorang seniman menjadi abadi dengan karya-karya yang ia hasilkan. Politikus dan anggota parlemen menjadi abadi dengan hukum-hukum maupun kebijakan-kebijakan yang ia rumuskan. Kebutuhan dasar setiap orang, yakni untuk menjadi abadi melalui karyanya.

Hidup manusia adalah bentuk dari sebuah kerinduan, yakni kerinduan pada kebaikan, kebenaran dan keindahan yang sejati. Manusia adalah mahluk yang dengan cintanya terus berusaha untuk mencari ketiga hal ini di dalam hidupnya, tetapi tidak pernah sungguh bisa menemukannya.

Kebahagiaan juga merupakan hal yang ingin diraih manusia, tetapi tidak akan pernah bisa diperolehnya. Kebahagiaan bisa didekati, tetapi tidak akan pernah bisa digenggam dan dimiliki. Walaupun begitu, kita, manusia, terus berusaha untuk menggapainya. Para filosof menyebut ini sebagai keadaan yang terus merindu dan mencari ini sebagai bentuk tertinggi dari keberadaan manusia.

Manusia adalah mahluk yang terus mencari. Ketika ia menemukan yang ia cari, ia tidak akan pernah bisa memilikinya, karena yang ia temukan itu otomatis akan lepas dari tangannya. Jadi, manusia adalah mahluk yang mencari, tanpa pernah menemukan. Ia mendapatkan, tanpa pernah memiliki. Ini memang terdengar sedih. Akan tetapi, semua ini mengajak kita untuk menyadari keadaan ini, dan menjadi bangga atasnya.

Sikap manusia ini juga adalah tanda kerendahan hati. Orang yang terus mencari berarti akan terus belajar. Ia tidak akan pernah puas dengan hal-hal yang ia ketahui. Ia tidak akan pernah memutlakkan pemikirannya sebagai kebenaran utama yang harus diikuti orang lain.

Dorongan terdalam dari sikap selalu mencari ini adalah cinta. Cintalah yang mendorong manusia untuk terus berusaha mencari, walaupun tak pernah menemukan. Cintalah yang mendorong manusia untuk maju terus, tanpa pernah sampai pada tujuan yang diinginkan. Cinta adalah kekuatan dasar manusia yang membuatnya terus bergerak, walaupun belum tentu ada arah yang ingin digenggam.

Dengan cinta inilah, manusia mencoba mengkekasihkan diri pada Tuhan, sebagai upaya membungkus kerinduannya pada keabadian. Proses untuk pencapaian ini merupakan tujuan itu sendiri. Tidak ada tujuan yang ingin dicapai, karena perjalanan hidup yang penuh dengan pencarian itu adalah tujuan itu sendiri. Inilah kebijaksanaan tua yang mulai lenyap di dalam hidup kita yang penuh dengan tujuan-tujuan jangka pendek, yang kerap hanya mencari kenikmatan dangkal semata. Wallahu A'lam Bishshawwab.

Bekasi, 13 November 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun