Mohon tunggu...
Ansori Anhar
Ansori Anhar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pecat Sejumlah Kader, Alex Noerdin Panik dan Takut Dodi Kalah

19 Januari 2018   15:46 Diperbarui: 19 Januari 2018   15:52 2622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: sumselterkini.id

Pilkada Sumatera Selatan 2018 menjadi sorotan nasional dan cukup membuat heboh karena banyak memakan korban. Tidak tanggung-tanggung, beberapa ketua partai dinyatakan dipecat oleh satu kubu yang sedang kontes, atau bertarung di pilkada. Atas nama otoritas di partainya para kader diancam akan diberhentikan bahkan untuk para ketua tingkat kabupaten kota sudah dilakukan.

Diantara ketua partai yang diberhentikan adalah Bakal Calon Wakil Gubernur Mawardi Yahya yang merupakan ketua DPD Golkar OI, Bupati yang juga ketua DPD Golkar Muara Enim Muzakkir Soi Sohar dan kini ancaman pemecatan ditujukan kepada Walikota yang juga ketua DPD Golkar Prabumulih Ridho Yahya.

Mereka yang diancam atau sudah dikenakan sanksi itu dipersepsikan tidak loyal ke partai. Lebih gamblang lagi karena tidak mendukung puteranya yang secara resmi diusung partai untuk menggantikan dirinya sebagai gubernur.

Demikian alasan ayah kandung bakal calon gubernur Dodi Reza Alex yang juga gubernur merangkap Ketua DPD Golkar Sumsel Alex Noerdin kepada para wartawan di Palembang sebagaimana dikutip banyak media, Kamis (18/1).

Alex mengungkapkan alasan pemberhentian Ketua DPD Golkar Ogan Ilir (OI) Mawardi Yahya dikarenakan maju sebagai bakal calon wakil gubernur dalam Pilgub Sumsel.

Padahal di Pilgub Sumsel, Golkar mengusung putera kandungnya Dodi Reza Alex Noerdin. Lalu pemberhentian Ketua DPD Golkar Muara Enim Muzakir Sai Sohar karena mendukung istrinya, Shinta Paramitha Sari -- Syuryadi maju dalam Pilbup Muara Enim.

Padahal DPP Golkar mengusung bakal paslon yang lain. Terakhir, pemberhentian Ketua DPD Prabumulih Ridho Yahya dilakukan karena ia memberikan kritik. Menurut Ridho, keputusan DPP Golkar mengusung anak gubernur kurang tepat karena kader yang diusung tidak memiliki prestasi.

Saat dimintai tangapan atas gerakan pemecatan tersebut, kubu Herman Deru menyatakan tidak terpengaruh. Menurut salah seorang timses,  Sahrun Sobri dari tim Herman Deru saat dikontak media ini, Jum'at (19/01/ 2018), menegaskan Herman Deru santai saja menanggapi hal itu, ia justru lebih fokus pada persiapan dan konsolidasi jaringan pemenangan.

Menurut Sahrun,  Herman Deru telah mendengar adanya pemecatan tersebut, tetapi ia optimistis bahwa hal itu tidak akan menurunkan elektabilitasnya. Justru, sejauh informasi yang bisa akses, elektabilitas Herman Deru -- Mawardi Yahya justru makin tinggi, sulit dikejar.

Sahrun menambahkan, sikap panik dan takut kalah bisa dilihat dari tindakan politik model begitu. Apakah hal itu mendapat simpati kader, simpatisan dan masyarakat? Apakah kader yang dipecat itu tidak punya keluarga besar, pendukung dan simpatisan? Bukankah sebentar lagi akan pemilu partai, apakah tidak akan berkurang penumpang bus partai itu? Demikian beberapa pertanyaan retoris yang disampaikannya secara datar.

Sementara itu pengamat politik dari LSPI, Rachmayanti Kusumaningtyas saat dihubungi media ini, Jum'at (19/12018), menyatakan lumrah saja para politisi berbeda saat proses pengusungan. Itu karena satu partai hanya bisa mengusung satu kader. Hanya saja soal tindakan politik terhadap mereka yang dipersepsi tidak loyal idealnya mempertimbangkan unsur-unsur rasional dan logis.

Rachmaningtyas menyarankan kepada setiap kandidat bukan emosi yang dikedepankan, tetapi kepala dingin. Menurutnya, pilkada itu kontes, bukan perang hidup mati. Kecuali memang benar-benar takut kehilangan kekuasaan, bisa saja tindakan politik menjadi garang, main ancam dan main pecat.

Ia menambahkan, pilkada sebenarnya merupakan kontes individu calon bukan kontes partai. Partai hanya menjadi bendera atau kendaraan politik saja. Karenanya peran dan fungsi partai lebih banyak berada di fase pengusungan. Setelah memasuki fase penetapan peserta pilkada dan kampanye, tanggungjawab berada di pundak calon itu sendiri.

Intinya menurut Rahmaningtyas, perpecahan internal di satu partai yang terjadi karena pilkada sebenarnya menunjukan kurang dewasanya para pimpinan di situ. Seharusnya tidak ada yang tak bisa diselesaikan dalam politik, tapi semua berpulang pada mekanisme internal mereka, orang luar menonton saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun