Mohon tunggu...
Mohamad Ansori
Mohamad Ansori Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Salah satu cara mendekat pada Allah Swt adalah mentaati perintahNya tanpa bertanya mengapa harus melakukannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tujuh Belasan di Rumah Saja

15 Agustus 2021   10:52 Diperbarui: 15 Agustus 2021   12:28 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peringatan HUT RI ke 76 ini terpaksa kita masih harus bergelut dengan Pandemi Covid 19 yang belum juga teratasi.  Pilihan terbaik adalah tetap menjalankan semua aktivitas di rumah saja. 

Peringatan HUT RI di tingkat pusat pun dipastikan dengan peserta yang terbatas, demi mencegah paparan Covid 19. Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan kebiasaan-kebiasaan kita yang memperingati "tujuh belasan" itu dengan ramai-ramai bersama teman dan masyarakat disekitar kita?

Substansi Memperingati HUT RI

Inti peringatan HUT RI sebenarnya adalah mengingatkan kembali kita pada perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Dengan mengingat sejarah perjuangan itu, kita bisa menghargai, menghormati, dan meneruskan perjuangan para pahlawan. 

Sehingga substansinya bukan saja ramai-ramai, karnaval, pentas musik, pentas seni, dan sebagainya. Selama ini kita melakukan hal itu sebagai media mengingat kembali sejarah perjuangan bangsa.

Mengingat adalah tahap awal sebelum kita dapat menghargai perjuangan bangsa. Mengingat dapat kita lakukan dengan menceritakan kembali sejarah perjuangan itu. Membaca, melihat, mendengarkan, bahkan bermain peran fragmen perjuangan bangsa dimaksudkan agar kita mengingat apa yang pernah dilakukan oleh para pahlawan. 

Targetnya adalah bagaimana kita dapat merasakan apa yang terjadi kala itu. Bagaimana peluru berdesingan, bom-bom meledak disekitar kita, jerit kesakitan, tangisan para wanita dan anak-anak yang meratapi suami dan ayah mereka yang bersimbah darah, semuanya diungkap kembali dalam rangka mengingatkan kita akan situasi perjuangan pada masa itu. 

Hal itu akan membuat kita mengerti betapa kemerdekaan ini diperjuangkan dengan pertaruhan darah dan nyawa.

Setelah mengingat, tentunya kita harus menghargai. Banyak darah dan nyawa yang melayang demi kemerdekaan yang kita rasakan pada saat ini. Perjuangan merebut kemerdekaan bukan perkara main-main. Pertaruhan nyawa adalah pertaruhan terakhir yang bisa kita berikan. Nyawa adalah satu-satunya yang kita miliki. Itu pun telah diberikan. Apalagi yang bisa diberikan lebih dari itu?

 "Penikmat" kemerdekaan harusnya menghargai dengan sangat hal ini. Perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan sangat tidak pantas diabaikan, apalagi dikhianati. Melupakan apalagi mengabaikan perjuangan kemerdekaan cukup membuat generasi "berdosa" pada para pendahulu. Sehingga, pengkhianatan terhadap perjuangan kemerdekaan tentu harus mendapatkan status "dosa besar" terhadap bangsa dan negara.

Setelah menghargai, kita memiliki kewajiban menuruskan perjuangan para pahlawan. Perjuangan kemerdekaan sebagai negara memang sudah kita capai 76 tahun yang lalu. Tapi kemerdekaan bukan tujuan, tapi alat untuk mencapai tujuan. 

Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan didirikannya negara ini adalah "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial". 

Tujuan mulia yang telah ditetapkan oleh para founding fathers itu belum tercapai secara optimal sampai saat ini. Oleh karena itu, perjuangan dalam rangka mencapai tujuan akhir itu menjadi tanggung jawab generasi berikutnya. Tugas para pahlawan kemerdekaan telah selesai padaa saat kemerdekaan negeri ini telah diraih. Saatnya generasi penerus melanjutkan estafet perjuangan untuk mencapai tujuan didirikannya negeri tercinta ini.

Substansi peringatai HUT RI yang paling akhir adalah bersyukur. Dalam hal ini, para pendahulu telah menyatakan dengan tegas di dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan ini adalah "atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa". Pernyataan ini menunjukkan bahwa kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia bukan hanya usaha dan perjuangan dan usaha para pahlawan saja, tetapi merupakan karunia dari Allah Swt. Oleh karena itu, suatu keniscayaan jika kita sebagai bangsa mengutamakan rasa syukur disetiap memperingati HUT RI.

Alternatif Memperingati HUT RI di Masa Pandemi

Upaya yang paling utama dalam memerangi Pandemi Covid 19 adalah mencegah terjadinya kerumunan. Kerumunan adalah medan terbaik bagi virus corona untuk menyebar dari satu manusia kemanusia lain. Apalagi, jika prokes tidak diterapkan secara ketat. Tentu akan sangat membahayakan bagi semuanya. 

Satu orang terpapar bisa saja tidak merasakan efek paparan virus (OTG) tetapi, jika menghampiri orang lain dengan kondisi fisik yang tidak sama, tentu akan sangat berbahaya.

Oleh karena itu, alternatif memperingati HUT RI ke 76 ini dapat dilakukan dengan tetap mencegah terjadinya kerumunan atau pengumpulan masa. Bisa saja kita mengadakan do'a bersama secara virtual atau mengadakan berbagai perlombaan secara virtual, meskipun tetap dalam nuansa Agustus-an. 

Perlombaan menyanyi lagu-lagu nasional secara online, baca puisi, menulis, menggambar, dan sebagainya, semuanya dapat dilakukan secara virtual. Dialog-dialog antar anggota masyarakat, baik yang bersifat serius maupun berhias canda, dapat juga dilakukan. Intinya tetap saja, mengingat, menghormati, dan menghargai perjuangan para pendahulu bangsa.

Dala bentuk fisik, kegiatan-kegiatan seperti "bersih-bersih" rumah, atau mungkin menghias rumah dengan accessories bernuansa merah putih, juga bisa menjadi alternatif. Anggota masyarakat di kampung atau lingkungan tetap saja berada di rumah, saling menyapa dari jauh, sambil menunjukkan hasil karya "menghias rumah" kepada para tetangga. Aparatur lingkungan bisa menjadi dewan juri yang menilainya.

Pemerintah desa juga dapa menginisiasi perlombaan berbasis keluarga atau PKK. Misalnya, ibu-ibu PKK dipersilakan membuat makanan tradisional di rumah masing-masing dan mengirimkan hasil karyanya ke balai desa. Dewan juri akan menilai hasil karya masakan ibu-ibu PKK itu, untuk kemudian memberikan penghargaan bagi pemenangnya. Dan...., mungkin masih banyak lagi yang lainnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun