Terngiang kembali kata-kata Pak Fuad "Kamu mesti buat sebuah lembaga riset, semacam think tank di Unhas yang fokusnya meneliti aspek Farmasi Sosial dan Kebijakan Obat. Mulai saja dari yang kecil-kecil dulu. Tapi jangan lupa kamu mesti Ph.D di bidang Farmasi Sosial". Dua tahun terakhir saya selalu meminta tanda tangan beliau di surat referensi untuk kelengkapan aplikasi beasiswa saya. Terakhir kali beliau bersemangat ketika saya menyebut bahwa Prof. Albert Wertheimer bersedia menjadi supervisor saya untuk studi S3 di Nova Southeastern University, tinggal mencari beasiswanya. "Bagus! semoga lolos beasiswanya dan titip salam untuk Wertheimer". Salah satu kesyukuran saya adalah bisa dibimbing langsung oleh beliau dalam tesis S2 saya di UI tentang Penggunaan Teknik Delphi untuk Mengidentifikasi  Standar Praktik Pharmaceutical Care Indonesia. Satu lagi obsesi 'kecil' saya, semoga bisa dibimbing studi S3 oleh "gurunya guru saya", yaitu Prof. Wertheimer. Semoga Allah meridhai.
Prof Fuad, begitu saya kadang-kadang menyapanya jika saling berkirim pesan singkat. Secara administrasi memang beliau belum di-SK-kan sebagai guru besar. Tapi dari kapasitas keilmuan dan kontribusinya di bidang Farmasi Sosial dan Administratif di Indonesia, bagi kami murid dan orang-orang yang akrab dengannya tentu dapat dapat bersepakat menyebut beliau sebagai begawan farmasi sosial di Indonesia. Ahmad Fuad Afdhal, MS, Ph.D meninggalkan seorang istri yang juga seorang dokter spesialis radiologi, 3 orang anak dan seorang (2 orang?) cucu. Selamat jalan Pak. Semoga kami bisa meneruskan jalan  yang telah Bapak rintis [*]  Â
Gondokusuman, Yogyakarta, 25 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H