Ahmad Fuad Afdhal Dalam Sebuah Talk Show TV (Sumber: Medcom.id)
Waktu menunjukkan pukul 19.05  waktu Yogyakarta, Senin, 19 Agustus 2019. Saya dan seorang teman sedang menyusuri Jl Samirono  ketika sebuah kabar yang menyentak datang. Sebuah pesan singkat dari seorang kawan di Bandung bahwa beberapa saat yang lalu Pak Fuad Afdhal telah meninggalkan kita semua. "I have a sad news about Mr. Fuad Afdhal. He passed away at 5 pm. Will be buried tomorrow at Karet Bivak Cemetery Jakarta.". Sontak saya berhenti berjalan, memandang ponsel dan terdiam. Hampir tidak percaya. Innalillahi wa inna raji'un.. sambil berusaha mengkroscek kebenaran berita itu, saya menghubungi Pandu, mantan asisten Pak Fuad. "Dapat kabar Pak Fuad meninggal. Betul ya Mas?". Datang balasan "iya Pak, meninggal di RSPI pukul 17.00 dan rencana (dimakamkan) besok siang di Karet Bivak, sehabis dhuhur". Sejak mengalami serangan jantung beberapa tahun lalu, beliau beberapa kali masuk rumah sakit. Menurut informasi terakhir, sebelum meninggal, beliau beberapa kali menjalani cuci darah.
Selintas terpikir bagaimana caranya agar saya bisa melihat wajah pembimbing tesis saya ini untuk yang terakhir kali. Mungkinkah saya bisa sampai di Jakarta paling lambat besok siang?. Tersadar kembali bahwa saya kan tidak bisa kemana-mana?. Saya telah terikat kontrak untuk mengikuti pelatihan bahasa Inggris selama tiga bulan di UNY Jogja. Saya sudah di hari kedua disini, bahkan malam ini saya dan teman saya belum mendapatkan kos. Kemarin hanya menumpang di kamar kos teman. Dengan perasaan sedih, saya hanya bisa mengirimkan surah Al Fatihah dan doa sambil membayangkan wajah guru saya yang begitu baik ini. Sekitar 4-5 hari yang lalu beliau masih sempat mengirim pesan singkat ke saya menanyakan apakah saya jadi mengikuti acara diskusi yang menghadirkan Norrie Thomas Ph.D-salah seorang koleganya-dari University of Minnesota, Amerika.
Namanya Ahmad Fuad Afdhal, MS, Ph.D. Biasa dipanggil Pak Fuad. Lahir dari ayah dan ibu berdarah Palembang dan Cirebon. Ia adalah alumni Farmasi ITB angkatan 1969.  Setahun sebelumnya ia sempat berkuliah di Fakultas Kedokteran UI. Tapi saya tidak tahu pasti mengapa beliau berpindah dari pendidikan dokter ke pendidikan farmasi. Yang pasti publik  kemudian tahu bahwa ia menekuni beberapa profesi mulai dari manajer eksekutif PMA farmasi, dosen, dekan hingga rektor, Kepala Public Relations perusahan ternama hingga menjadi Ketua Umum Asosiasi PR Indonesia, pengusaha, Ketua Umum Alumni Farmasi ITB  hingga terakhir kembali menjadi dosen dan komisaris sebuah BUMN farmasi.Â
Satu hal yang tidak berubah sejak dulu adalah ia pengamat sepak bola dan pengamat sosial yang handal. Ulasan-ulasannya sering dimuat di harian ternama Indonesia. Terakhir beliau mencetak buku tentang sepak bola dan berencana dalam beberapa bulan ke depan merilis buku otobiografinya. Beliau juga adalah seorang Kompasianer, beberapa kali membagikan tulisannya kepada saya melalui aplikasi Whatsapp. Kadang kala ulasannya menjadi topik bahasan yang hangat. Tapi saya tidak berani mendebat tulisan-tulisan beliau, walaupun mungkin ada bagian yang mungkin saya tidak sependapat di dalamnya. Takut kualat pada guru. Tulisan-tulisan beliau dapat dibaca di tautan ini: https://www.kompasiana.com/fuadafdhalÂ
"Anshar, kamu tahu tidak, saya dulu itu berangkat sekolah ke Amerika setelah diajak seseorang, padahal waktu itu belum selesai kuliah S1", Kata beliau suatu waktu. "Waktu mahasiswa, saya mewakili farmasi ITB menghadiri pertemuan IPSF (International Pharmaceutical Student Federation) di New Mexico", lanjutnya. Salah seorang panelis tiba-tiba berhalangan hadir sementara dua orang panelis yang lain telah siap. Oleh panitia saya didaulat untuk menggantikan pembicara yang tidak hadir ini". Saya diminta untuk berbicara tentang pengaruh negara yang berhaluan kiri terhadap perkembangan dunia farmasi". Ketika dua ahli itu selesai bicara, maka tibalah giliran saya. Bicaralah saya tanpa beban. Tentu saja dalam bahasa Inggris. Tanpa sama sekali terintimidasi oleh pembicara sebelumnya yang bergelar Profesor Doktor. Tidak ada rasa minder walaupun saya sendiri masih berstatus mahasiswa saat itu" ujarnya dengan semangat sambil sesekali merengutkan  lehernya ke arah kanan, ini gerakan khas beliau kalau serius bicara. Mungkin sejak mendapat serangan jantung, dan memasang ring, beberapa saraf motorik beliau sudah tidak senormal dulu seperti waktu lagi bugar-bugarnya.
"Sehabis saya mempresentasikan pikiran-pikiran saya, salah seorang panelis yang masih muda, usianya mungkin hanya terpaut 5-8 tahun di atas saya kemudian berbisik kepada saya, maukah kamu menjadi mahasiswa pascasarjana di tempat saya?. Saya bersedia menjadi supervisormu, katanya sambil menyodorkan kartu nama". Saya mengucapkan terima kasih kepadanya, di kartu namanya tertulis Director Program of Social and Administrative Pharmacy (SAPh), University of Minnesota. Saya katakan padanya waktu itu bahwa saya akan memberitahu orang tua saya dulu". "saya akan mengabari anda begitu saya tiba di tanah air. Nah, Anshar, doktor muda itu, yang menawari saya lanjut sekolah di Amerika, dialah Albert Wertheimer, Ph.D, salah seorang perintis ilmu farmasi sosial dan administratif." Sebuah ilmu yang sama sekali baru, yang pendekatannya berbeda sama sekali dengan ilmu farmasi yang mainstream. Inilah ilmu tentang aspek sosial, behavioral, ekonomi, politik, hukum, sejarah, psikologi, administrasi dan manajemen terhadap manusia, masyarakat dan sistem suatu negara dalam kaitannya dengan obat.Â
Singkat cerita, Fuad muda tiba di tanah air, lantas ia meminta izin orang tuanya. "bapak saya bilang, dapat uang dari mana Nak untuk kuliah S2-S3 di Amerika". "beliau pegawai level menengah di sebuah perusahaan milik asing. Walaupun begitu uangnya pasti bakalan tidak cukup untuk membiayai studi saya di luar negeri", lanjutnya. "Saya minta pendapat dari dosen saya. Dr. Lumban Toruan (alm) bilang, kamu berangkat ambil kesempatan itu, nggak usah nunggu apoteker dulu". "Saya pun mengirim surat ke Dr. Wertheimer." Beberapa minggu kemudian datang surat balasan yang isinya "Kamu datang saja kesini, nanti saya yang akan membereskan beasiswamu  disini". "Tapi saya mesti membayar sendiri tiket saya ke Amerika. Waktu itu alhamdulillah bisa kebeli, dapat uang dari orang tua dan bantuan beberapa orang termasuk Pak Jacob Utama". Saya menimpali "Jacob Utama Kompas?". "Saya sejak dulu adalah penulis di KOMPAS, Shar" lanjutnya.  Demikianlah, hingga ia berada selama 5 tahun di University of Minnesota hingga berhasil memperoleh gelar MS dan Ph.D pada tahun 1983 di bidang Farmasi Sosial langsung di bawah bimbingan Prof. Wertheimer. Dr. Fuad adalah doktor farmasi sosial pertama di Indonesia.
Hari ini di dunia, ilmu farmasi sosial ini berkembang sangat pesat, bahkan di sekolah farmasi Amerika ia menjadi pilar keempat bidang ilmu farmasi. American College of Pharmacy Education (2016) mencatat bahwa  SAPh melengkapi kurikulum tiga bidang ilmu farmasi yang lebih dulu mapan di pendidikan tinggi, yaitu: Biomedical Sciences (mata kuliahnya meliputi biokimia; biostatistik; anatomi manusia; fisiologi manusia; imunologi; mikrobiologi medik; patologi/patofisiologi); Pharmaceutical Sciences (mata kuliahnya antara lain kimia klinik; compounding; kimia medisinal; perhitungan farmasi; farmasetika/ biofarmasetika; farmakogenomik/genetika; farmakokinetik; farmakologi; toksikologi); Clinical Sciences (meliputi mata kuliah farmakokinetik klinik; informatika kesehatan; penelusuran informasi kesehatan dan evaluasinya; dispensing; distribusi dan administrasi obat; produk alam dan terapi komplementer dan alternatif; asesmen pasien, keamanan pasien; farmakoterapi; kesehatan masyarakat; farmakoterapi self-care). Sementara bidang Social/ Administrative/ Behavioral Sciences terdiri atas mata kuliah kesadaran kultural; etika; sistem kesehatan; sejarah farmasi; farmakoekonomi; farmakoepidemiologi; hukum dan regulasi farmasi; praktik manajemen; komunikasi profesional; pengembangan pribadi/ aspek sosial dan behavioral pratik; dan desain penelitian.
Kemajuan bidang Farmasi Sosial di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kiprah beliau. Beberapa penelitian  dan publikasinya menandai milestone bidang ini. Bukunya (antara  lain), Ide Kreatif: Dari Kepemimpinan Hingga Motivasi diberi kata pengantar oleh Dr. Sjahrir, ekonom terkemuka Indonesia. Pak Fuad memang bersahabat dengan Sjahrir sejak bersama menjadi aktivis IMADA (Ikatan Mahasiswa Djakarta). Lingkar pertemanannya sejak menjadi aktifis mahasiswa di ITB hingga menjadi manajer eksekutif dan menjadi Presiden ISPOR (International Society on Pharmacoeconomics and Outcomes Research) Regional Chapter Indonesia membuatnya dikenal hingga di kalangan pesohor Indonesia dan dunia.Â
Pada waktu menjemput beliau untuk menjadi pembicara di konferensi internasional di Farmasi Unhas, tahun 2018, beliau menceritakan bagaimana interaksinya dengan A. Rahman Tolleng-Ketum DEMA ITB- aktifis mahasiswa paling disegani di Indonesia pada masanya yang banyak mengajarinya menulis di media massa, hingga Pak Jacob Utama yang ikut membantunya berangkat ke Amerika. Bukunya yang lain  Farmasi Sosial: Membuka Sisi Baru Farmasi, dan juga Farmakoekonomi: Pisau Analisis Terbaru Dunia Farmasi menjadi bukti kepeloporannya di kedua topik penting ini di Indonesia. Beliau bersama Prof. Hasbullah Thabrany menjadi konsultan utama penyusunan buku Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.