Isu-isu ekologis hadir dan menuntut jawaban tentang apa yang harus kita hadapi ketika kemajuan (progress) berkembang kearah dua sisi yang berseberangan, yakni ketika kita memiliki tanggung jawab baru terhadap generasi mendatang, dan ketika terdapat dilema etis bahwa mekanisme pertumbuhan ekonomi yang konstan, di satu sisi ukun membawa kita pada kemakmuran, sementara di sisi lain akan menimbulkan represi terhadap manusia dan juga alam.
Relevansi sosialnya bagi masyarakat Indonesia kontemporer sekarang ini khususnya pada sisi realitas sosial dengan realitas ekologis yang masih saling berhubungan, khususnya pada pengaruh dari aspek agama, aspek politik, aspek ekonomi, aspek pendidikan, dan aspek-aspek yang lain, jelas turut terlibat menentukan baik  buruknya lingkungan kita.Â
   Kerusakan lingkungan dan tidak adanya konservasi lingkungan secara baik merupakan salah satu dari aspek-aspek tersebut. Beberapa pakar berpendapat bahwa kegagalan pembangunan lingkungan di Indonesia, misalnya, tidak lepas dari persoalan ini. persoalan-persoalan tersebut antara lain :
Aspek agama.Â
Pengembangan kajian keberagamaan secara ekologis atau kajian ekologi dari perspektif  seharusnya lagi kegiatan-kegiatan ritual keagamaan hanya berkutat dengan peribadatan baku seperti: berdoa, puasa, dan lain-lain Akan tetapi, kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan pun harus dimaknai dan dijelaskan dalam bingkai religius. Seperti memasukkan kegiatan tidak menjarah pohon di hutan, tidak membakar hutan, dan lain-lain dalam amalan dosa-pahala.Â
  Gagasan besar yang mengajarkan umat-Nya untuk memelihara hubungan baik dengan lingkungan digali secara lebih mendalam. Oleh karena itu, kecintaan atas lingkungan hidup di bumi menjadi syarat utama agar manusia disayangi oleh makhlukmakhluk di langit seperti para malaikat.Â
  Sekalipun kajian ekologi agama masih mencari format yang komprehensif, Ini berarti, masih perlu langkah-langkah sistematis dan berkesinambungan. :Â
- Aspek hukum. Membangun ide dan kesadaran tentang penyelamatan lingkungan sebenarnya telah didukung oleh adanya dua undang-undang tentang lingkungan. Baik termaktub dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan maupun dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.Â
Meskipun dalamnya terdapat hak-hak menggugat negara jika masyatakat dirugikan akibat kerusakan lingkungan, agaknya kita belum biasa menyelesaikan persoalan lingkungan dengan cara konflik seperti itu. Â Sementara itu, dalam tingkatan penegakan hukum, perlindungan lingkungan sering kali mendapatkan kendala birokrasi sehingga tidak dilaksanakan secara baik.Â
Kerancuan-kerancuan ini ditambah dengan tidak adanya kemauan baik negara dalam menjalankan aturan-aturan yang telah dibuatnya. Oleh karena itu, dalam aspek hukum, pemberdayaan masyarakat agar memanfaatkan hak gugatnya pada negara merupakan persoalan penting yang segera dipikirkan.
- Â Aspek politik. Kesalahan kita yakni melihat lingkungan hanya dari sisi teknis atau praktis belaka Tanpa berani untuk menegaskan bahwa persoalan lingkungan juga bagian persoalan politik. Akibatnya, sekalipun masalahmasalah lingkungan banyak disebabkan oleh benturanbenturan relasi politik, jarang sekali ada pihak-pihak yang peduli lingkungan dalam arti memperjuangkannya melalui jalur politik.Â
Penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Rencana Wilayah), misalnya, jelas-jelas merupakan produk politik, sebab dilahirkan dari keputusan-keputusan baik eksekutif maupun legislatif. Akibat tarik-menarik kepentingan, tidak sedikit menghasilkan pertukaran yang saling menguntungkan. Implikasinya, lingkungan menjadi korban dari perselingkuhan" politik ini. Walaupun demikian, ada saja pihak-pihak yang tidak menganggap keterkaitan politik dengan persoalan krisis lingkungan yang telah terjadi.