Mohon tunggu...
Anselmus Puasa
Anselmus Puasa Mohon Tunggu... Dosen - nama panggilan Amos

Amos si penggemar film Kung Fu China

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tarif Pemimpin Zaman Now

15 Maret 2024   09:58 Diperbarui: 15 Maret 2024   09:58 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendahuluan

Hampir di semua lini kehidupan kita butuh yang  namanya tarif (ada harganya). Jikalau kita yang terbiasa melakukan perjalanan ke kota-kota, untuk buang hajat saja butuh tarif. Terkecuali bagi yang  mau pakai pempres, silahkan saja tidak perlu ke toilet umum yang disediakan di setiap terminal. Hal yang paling memprihatinkan kita semua adalah tarif yang tidak tertulis (pungli)  yang berlaku di semua instansi (pemerintah dam swasta) dalam hal mengurus sesuatu.  Praktek semacam inilah yang membuat praktek korupsi kian subur di republik ini.

Revolusi Mental

Presiden Joko Widodo , sadar sepenuhnya dengan keadaan bangsa Indonesia, secara khususnya para elite (para pemimpin) yang berada di Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif, telah kehilangan keteladanan.  Ada banyak karakter buruk (terutama perilaku koruptif) yang dilakukan dalam menjalankan seluruh tugas dan tanggungwajab mereka. Oleh karena itu, sang presiden menggagas dan mencanangkan apa yang disebut dengan Revolusi Mental.

Revolusi Mental (ReMen) yang digagas presiden Jokowi mencakup tiga hal: dalam kaitan dengan perubahan pikiran/cara pandang, perubahan budaya/sikap, dan perubahan perilaku (biasa dikenal sebagai "mind-set, culture-set, and behavior-set". Tentu saja ini pergumulan panjang bangsa ini yang tidak mudah dirubah dalam waktu singkat. Akan tetapi yang namanya perubahan itu, bukanlah suatu yang mustahil.

Perubahan cara pandang (mind-set); contohnya, para politisi dan bahkan kita semua sudah meyakini bahwa untuk menang dalam kompetisi politik (pilcaleg, pilkada,pilgub, dll) atau dalam kompetisi apapun, harus berlaku curang. Jika tidak, maka jangan bermimpi untuk memenangi kompetisi dimaksu. Salam cara pandang seperti itu, tidak dirubah, maka permainan kotor, curang dan busuk akan selalu mewarnai kehidupan politik bangsa ini. Sama halnya, bangsa ini tidak akan mampu mempertahankan kemerdekaannya, bila para pejuang tidak mengubah cara pandang mereka; sekalipun dengan peralatan yang seadanya, mereka punya tekad dan semangat yang kuat, sehingga bisa mengusir para penjajah. Makanya kita menyebut mereka yang mampu mengubah wajah bangsa ini ke arah yang baik adalah para Pahlawan.

 

Mengubah Sikap dan Perilaku

Mengubah budaya (culture-set), malas, korupsi (mencuri), nyontek saat ujian, seks bebas, kekanak-kanakan, suap-menyuap, dan masih banyak lagi, tidak hanya butuh usaha keras (perjuangan), melainkan butuh kemauan keras (good will) dari seluruh komponen bangsa ini. Orang Indonesia yang murah senyum, berbudi luhur dan berjiwa pekerti yang nyaris hilang dari kehidupan anak-anak bangsa,  harus ditanam dan ditumbuh-kembangkan lagi. Para pemimpin bangsa, para pengajar (guru/dosen) di sekolah dan di kampus, pada pemimpin umat (hamba Tuhan), dan para orang tua di rumah,  harus berjuang  secara sungguh-sungguh  untuk menanamkan karakter-karakter baik, jujur, tulus dan lurus dalam kehidupan anak-anak.

Bagaimana dengan perubahan sikap dan perilaku ? Sesuatu yang sudah menjadi budaya, atau sudah menjadi kebiasaan (lazim) akan sulit dirubah. Karena itu harus ada revolusi. Ya, kita semua  harus mendobrak segala  bentuk budaya yang hanya menghancurkan dan mematikan masa depan umat dan bangsa tercinta ini. Salah satu sikap dan perilaku politik yang mesti dihancurkan adalah hadirnya TIM SUKSES  yang hanya menjadi beban moral bagi para pemimpin terpilih. Sebab setiap waktu mereka mengejar tariff. Mestinya orang-orang yang jadi TIM SUKSES adalah orang-orang yang bisa menjadi TEAM WORK,  sehingga kehadiran mereka tidak ikut menguras kantong/dompet daerah yang seharusnya dinikmati oleh rakyat.

Apa itu TARIF ?

Tarif Pemimpin Jaman Now, tidak hanya berbicara tentang tarif dalam perspektif uang kotor atau uang haram yang mewarnai birokrasi dan semua sektor kehidupan di negara ini. Tarif yang dimaksudkan dalam tulisan ini tidak hanya  menyangkut dengan uang sebagaimana yang disinggung di atas. Tarif yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah akronim dari: Transparansi, Akuntabilitas, Responsibiltas, Integritas, dan Fealty.

Transparansi (Keterbukaan):  Era yang dihidupi sekarang adalah era keterbukaan. Apalagi kalau bicara soal uang. Orang melakukan korupsi karena, manejemen keuangan dilakukan secara tertutup. Sehinggga orang bisa seenaknya menggelapkan uang. Makanya tuntutan transparansi dalam pengelolaan keuangan sangat kuat. Agar supaya yang namanya penyimpangan keuangan itu dapat diminimalisir. Contoh, organisasi gereja dalam  hal ini di jemaat-jemaat lokal, terjadinya perpecahan dalam tubuh jemaat, biasanya, salah satunya karena tidak ada keterbukaan dalam hal mengatur keuangannya.

Akuntabel (pertanggungjawaban): Suatu organisasi yang menjunjung tinggi nilai transparansi, maka organisasi yang ada akan mendapat kepercayaan dari orang-orang. Sehingga organisasi tersebut, menjadi organisasi yang akuntabel (dapat dipercaya) oleh publik. Seorang pemimpin yang menjalankan tugas, harus mampu mempertanggungjawabkannya kepada publik; sehingga kepemimpinannya dan bahkan organisasi yang dipimpinnya dapat dipercayai. Jika tidak maka akan sulit dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya.

Resposibility (tanggungjawab): salah satu penentuan bahwa suatu organisasi dapat dipercaya (akuntabel) karena semua orang yang bekerja didalamnya adalah orang-orang yang cepat tanggap dan bertanggungjawab atas semua kerja yang diberikan. Sedapat mungkin menghindari kesalahan. Pekerjaan yang dapat diselesaikan, sesegera mungkin diselesaikan. Para pekerja dibiasakan untuk tidak menunda-nunda pekerjaan. Seorang pemimpin yang bertanggungjawab, jauh lebih disenangi daripada hanya suka melemparkan kesalahan kepada orang lain.

Integritas (konsistensi/keteguhan): harkat dan martabat seorang pekerja sangat ditentukan dari karakter dan kepribadian yang bersangkutan. Apakah kita merupakan pribadi yang benar-benar mampu menjaga integritas diri kita, ataukah kita menjadi pribadi yang seoalh-olah tidak punya kepribadian sama sekali. Para pemimpin bangsa dan negara ini termasuk para pekerja di bidang keagamaan telah menggadaikan hati nurani mereka dengan sekumpulan kertas yang benarma "rupiah." Hanya dengan sedikit uang, tanpa malu-malu kita lantas menjadi orang yang telah kehilangan moralitas dan etika.  Itulah yang dpertontonkan baik angota dewan yang terhormat maupun oleh para birokrasi bangsa ini. Contoh kasus "Papa minta saham" dari Setya Novanto adalah  gambaran dari para pejabat negara yang sudah kehilangan integritasnya. Sebetulnya tidak cukup hanya mengundurukan diri dari ketua DPR RI; seharusnya adalah mundur juga sebagai anggota dewan  yang terhormat, dan bersiap-siap diadili.

Fealty (kepatuhan): Setiap orang dituntut untuk setia pada pekerjaan dan setia pada setiap produk hukum dan aturan yang mengatur hidup bersama. Suatu organisasi dapat hancur ketika orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut, tidak lagi menghormati atau tidak lagi mentaati segala norma dan hukum yang berlaku. Kesetiaan tidak hanya diperlukan dalam satu perkawinan, tetapi dalam membagun hidup bersama sebagai suatu persekutuan, juga dibutuhkan kesetiaan kita bersama.

Penutup

Itulah TARIF yang harus kita bayar, bila kita mau berhasil dalam menjalankan birokrasi di negara ini maupun  organisasi atau dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin. Jadi kita tidak hanya mengejar tarif (uang) melulu; namun kita juga mengejar  karakter yang ber-TARIF.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun