Mohon tunggu...
Anselmus Puasa
Anselmus Puasa Mohon Tunggu... Dosen - nama panggilan Amos

Amos si penggemar film Kung Fu China

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Waktunya Memilih Pemimpin Daerah

5 November 2020   09:55 Diperbarui: 5 November 2020   10:14 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Soal bahwa ada praktek bayar-membayar untuk mendapatkan dukungan partai politik, adalah soal lain.  Tetapi satu hal yang pasti, bahwa orang-orang yang tampil sebagai kandidat, akan tampil sebagai pemimpin daerah.

Bicara soal figur yang layak atau pantas untuk dipilih, sangat bergantung juga dari mentalitas dan moralitas para pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Pemilih yang emosional, akan menentukan pilihan mereka berdasarkan ikatan primordial dan atau berdasarkan kepentingan, sebagaimana yang dijanjikan oleh kandidat.

Bagi pemilih yang rasional, akan memakai nalar politik untuk mengukur kredibilitas atau kapasitas serta profesionalitas dari sang kandidat. Apakah orang itu layak dipilih ataukah tidak.

Tidak dapat disangkal, selain pemilih yang emosional dan yang rasional, ada juga pemilih yang tidak dapat digolongkan sebagai pemilih emosional dan rasional, tetapi sangat bergantung pada doi-sional (kondisi keuangan); artinya, mereka akan memilih, bila mereka mendapat keuntungan secara finansial.

Makanya, orang-orang seperti itu, tidak mengukur kandidat dari visi dan misi yang disampaikan kepada mereka, tetapi mereka melihat seberapa besar gizi yang mereka dapatkan. Kandidat yang punya uang, peluangnya jauh lebih besar, dibandingkan dengan kandidat yang kere.

Kita butuh uang. Pemimpin atau penguasa butuh uang; apalagi rakyat, pasti butuh uang. Demikian halnya pelaksanaan ajang sekelas pilkada, butuh uang yang banyak. Uang untuk membeli tiket, guna mendapatkan dukungan partai politik; fulus untuk para "cukong" yang memuluskan  segala kepengurusan dengan partai politik; demikian  juga uang untuk kampanye, uang para tim sukses dan lain sebagainya.

Memperhatikan pelbagai item yang butuh pendanaan tersebut, bagi orang awam, bisa saja dipandang sebagai suatu yang tidak wajar. Apalagi bagi kita orang beragama yang masih menunjung tinggi, nilai dan prinsip etika dan moral. Namun begitulah, faktanya. Konon, orang mati saja butuh uang, apalagi orang yang masih hidup.   

Apa pun kata orang, tetapi prinsip moralitas yang baik, mesti sepakat mengatakan bahwa pemimpin daerah yang menggunakan segala cara untuk memenangkan dan mendapatkan kursi kekuasaan, yakni dengan money politics dan dengan cukong politik, sesungguhnya hanya akan mengebiri dan memberangus iklim demokrasi di negara ini.

Sudah seharusnya atau sepatutnya kita selaku rakyat yang sudah memiliki kesadaran politik dan demokrasi yang baik, jangan memilih pemimpin yang bermain uang dan politik kotor tersebut. Kita harus berani  katakan tidak, pada politik kotor dan busuk.

Akhirnya, sebagai pemilih yang cerdas, kita harus berani menolak untuk tidak memilih figur/kandidat yang digolongkan sebagai politikus busuk, anti demokrasi, dan predator bagi masyarakatnya sendiri. Ingat, pilihan kita sangat menentukan masa depan daerah kita sendiri. Selamat mencermati dan selamat memilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun