Kebebasan berekspresi bagi warga bukanlah hal yang baru, pembaruan arah ini sudah mampu diperhatikan sejak masa lengsernya pemerintahan Soeharto yang kemudian diikuti dengan pengesahan UU yang mengatur tentang Pers.Â
Indonesia saat ini mengalami masa kebebasan demokrasi yang utuh, terlihat dari peraturan yang mengatur tentang kebebasan berpendapat di muka umum. Termasuk bagaimana masyarakat dapat mengelola informasi yang dibuatnya secara pribadi.
Hal tersebut tentu tidak lepas dari kemajuan yang terjadi di masyarakat, era digital menjadi suatu hal yang tidak bisa dipungkiri. Informasi yang didapat oleh masyarakat sudah bisa diakses di internet, dalam satu genggaman gawai atau lewat tabletnya. Dengan dampak menghasilkan suatu kebiasaan baru bagi masyarakat, teknologi informasi komunikasi yang hadir memberikan karakteristik baru pula untuk media baru.
Menurut Haddow&Haddow (2014), karakteristik yang ada di media baru ini adalahÂ
- Munculnya media interaktif yang berbasis digital
- Muncul pengalaman teksual yang dialami oleh audiens
- Permudahan di bidang hypertextual atau mencari kata kunci tentang sesuatu
- Jaringan komputer yang saling terkoneksi
- Interaktivitas dengan audiens
- Stimulasi atau proses terjadinya sesuatu yang bisa dirasakan masyarakat.
 Hal tersebut yang mendasari bagaimana media-media besar juga membaca karakter masyarakat. Multimedia dan interaktivitas menjadi kunci bagi media untuk bisa memfasilitasi masyarakat untuk turut terlibat menjadi audiens aktif. Jurnalisme warga sendiri sebenarnya sudah ada sejak media masih berbentuk media konvensional dalam bentuk cetakan untuk media cetak, maupun via telepon oleh media penyiaran. Namun di era digital ini semuanya sudah menjadi suatu bentuk konvergensi yang mengkombinasikan semua media.Â
Seperti yang dikatakan Denis dalam El-Nawawi dan Khamis (2013) bahwa:
Hubungan sosial menambah informasi melalui kemunculan teknologi yang memperbolehkan distribusi konektivitas dan berbagi informasi.
Jurnalisme warga bisa dikatakan bermula dengan proses civic journalism yang melawan jurnalis media besar yang kurang memperhatikan kepentingan publik karena hanya berorientasi pada keuntungan semata. Kemudian jurnalisme warga  hadir menjadi bagian dari era digital yang menurut Deuze dalam El-Nawawi dan Khamis (2013) bahwa netizen adalah orang yang didefinisikan sebagai pengguna aktif internet, berbagai kanal dan peralatan untuk saling bertukar pandangan dan informasi dibutuhkan untuk mengekspresikan kebebasan pers. Yang kemudian diterjemahkan melalui website maupun blog sebagai realisasi dari bentuk komunikasi dua arah di depan publik.
Kategori Jurnalisme Warga menurut Lasica dalam Hasfi (2010), ada 5 tipe yakni:
- Partisipasi Audiens: tipe audiens dapat berkomentar dalam suatu artikel di media massa
- Situs web berita maupun informasi independen: kompas.com atau tempo.co
- Situs berita partisipatoris murni: ohmynews
- Situs Media Kolaboratif
- Bentuk lain dari media 'tipis'
- Situs penyiaran pribadi: blog
Jurnalisme warga di luar negeri didukung oleh wartawan media massa, seperti Richard Sambrook yang bekerja di BBC's World yang mengatakan bahwa Di era global yang memungkinkan adanya interaksi antara pemilik media dengan audiens yang akan membentuk jaringan informasi tersendiri.
Jurnalisme warga di Indonesia sendiri sudah berkembang lewat portal-portal media yang memfasilitasi seseorang dapat mengunggah hasil liputannya.