Mohon tunggu...
Ansarullah Lawi
Ansarullah Lawi Mohon Tunggu... Dosen - Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Batam (ITEBA)

Pengampu Matakuliah Perancangan Produk dan Technopreneurship, Peneliti Ergonomi dan Lingkungan, Pengamat Politik, Pemerhati Pendidikan di Era Digitalisasi, Penggemar Desain Grafis, dll Semuanya dicoba untuk dirangkum dalam beberapa tulisan blog. Stay Tune! (^_^)v

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cermin Sejati: Bagaimana Teknologi Ini Menyingkap Wajah Asli yang Tersembunyi?

10 Mei 2024   10:37 Diperbarui: 10 Mei 2024   17:24 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Cermin Sejati di New York yang ditemukan sebagai cara radikal untuk memandang diri sendiri (Sumber: truemirror.com)

Mengapa kebanyakan orang merasa tidak mengenal diri mereka sendiri ketika pertama kali melihat refleksi mereka dalam Cermin Sejati? Jawabannya terletak pada keunikan dan inovasi di balik cermin ini. Cermin Sejati, atau dalam bahasa Inggris disebut 'True Mirror', bukanlah cermin biasa. Dibuat oleh John dan Catherine Walters di New York, cermin ini merupakan hasil dari eksperimen yang melibatkan dua cermin yang disatukan dengan sudut tepat, sehingga mengeliminasi garis tengah dan menciptakan refleksi yang tidak terbalik. Ini adalah refleksi yang benar-benar menunjukkan apa yang dilihat orang lain ketika mereka memandang kita.

Cermin biasa yang kita gunakan setiap hari sebenarnya memberikan gambar yang terbalik secara horizontal. Ketika kita mengangkat tangan kanan, tampak seolah tangan kiri di cermin yang ikut terangkat. Perbedaan ini mungkin terlihat sepele, tetapi secara psikologis memiliki dampak yang mendalam terhadap persepsi diri kita. Dalam penggunaan sehari-hari, tanpa kita sadari, kita telah terbiasa dan menerima distorsi ini sebagai 'normal'. Namun, ketika pertama kali berhadapan dengan Cermin Sejati, banyak yang merasa asing dan tidak nyaman. Tiba-tiba, seseorang bisa melihat diri mereka sebagaimana adanya, dengan segala ketidaksimetrisan dan keunikannya.

Di sebuah galeri di Brooklyn, tempat Cermin Sejati dipamerkan, pengunjung dapat melihat refleksi diri mereka dalam berbagai ukuran dan bentuk cermin. Pengalaman ini seringkali mengubah cara seseorang melihat diri mereka sendiri. Bagi beberapa orang, ini adalah momen pencerahan yang mendalam. Mengamati diri sendiri dalam Cermin Sejati bisa menjadi pengalaman yang sangat disorientasi pada awalnya. Pengunjung cenderung mencoba menyesuaikan kepala atau pose mereka, hanya untuk menemukan bahwa perubahan yang mereka lakukan malah memperburuk gambaran yang mereka lihat. Fenomena ini menarik karena menunjukkan betapa dalamnya pengaruh kebiasaan dan persepsi visual kita terhadap gambaran diri kita.

Cerita Cermin Sejati di New York yang ditemukan sebagai cara radikal untuk memandang diri sendiri (Sumber: truemirror.com)
Cerita Cermin Sejati di New York yang ditemukan sebagai cara radikal untuk memandang diri sendiri (Sumber: truemirror.com)

Momen ini tidak hanya terbatas pada pengalaman visual. Ketika berdiri di depan Cermin Sejati, banyak yang mulai mempertanyakan lebih dalam tentang identitas dan esensi diri mereka. Apa yang mereka lihat bukan hanya sekedar refleksi fisik, tetapi juga simbolis terhadap bagaimana mereka melihat diri sendiri dan bagaimana mereka ingin dilihat oleh orang lain. Ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang keaslian dan representasi diri dalam masyarakat yang seringkali lebih menghargai citra daripada realitas.

Lebih lanjut, penggunaan Cermin Sejati dapat membuka wawasan tentang bagaimana kita berinteraksi dengan dunia. Dalam dunia yang serba cepat dan terobsesi dengan citra, cermin ini mengingatkan kita bahwa ada lebih banyak tentang diri kita daripada apa yang bisa ditangkap oleh mata. Ini mengajak kita untuk mengeksplorasi dan menerima keunikan diri kita, bukan hanya menerima norma-norma yang ditetapkan oleh masyarakat. Dalam prosesnya, Cermin Sejati memberikan kesempatan bagi seseorang untuk berdamai dengan diri mereka sendiri, menghargai keaslian, dan bahkan mungkin memulai perjalanan menuju penerimaan diri yang lebih dalam.

Cermin ini juga menantang kita untuk memikirkan bagaimana kita mempresentasikan diri di dunia. Apakah kita memilih untuk menampilkan diri kita sebagaimana adanya, atau apakah kita memilih versi yang lebih disukai atau dapat diterima secara sosial? Kebenaran yang disajikan oleh Cermin Sejati bisa sangat berbeda dari apa yang kita percaya atau apa yang kita harapkan untuk dilihat. Ini mengajukan pertanyaan tentang integritas dan kejujuran dalam representasi diri kita.

Dari perspektif sosial dan psikologis, fenomena Cermin Sejati ini menggugah pemikiran tentang pentingnya keaslian dalam era di mana citra seringkali diutamakan daripada realitas. Ini menunjukkan bahwa meski teknologi dan media sosial telah memungkinkan kita untuk menyajikan diri dalam cahaya terbaik, seringkali apa yang kita sajikan bukanlah gambaran sejati dari siapa kita sebenarnya.

Menjadi diri sendiri dalam dunia yang terus menerus mengharapkan kita untuk menyesuaikan atau mengubah diri kita bisa menjadi tantangan. Cermin Sejati mengajarkan kita bahwa ada nilai intrinsik dalam melihat dan menerima diri kita sebagaimana adanya, tanpa filter atau modifikasi. Ini adalah pelajaran yang berharga dalam keaslian dan kejujuran yang, jika diterapkan, dapat memperkaya cara kita berinteraksi dengan diri sendiri dan dengan orang lain.

Dengan memahami dan menerima gambaran nyata diri kita, kita dapat memperkuat identitas kita dan, pada akhirnya, cara kita hidup. Melalui refleksi yang tidak terdistorsi, kita diajak untuk mempertanyakan dan mungkin mengubah cara kita memandang diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Cermin Sejati bukan hanya alat untuk melihat lebih jelas, tetapi juga metafora untuk pengertian yang lebih dalam dan lebih penuh kasih tentang diri kita dan hubungan kita dengan dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun