Mohon tunggu...
Ansarullah Lawi
Ansarullah Lawi Mohon Tunggu... Dosen - Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Batam (ITEBA)

Pengampu Matakuliah Perancangan Produk dan Technopreneurship, Peneliti Ergonomi dan Lingkungan, Pengamat Politik, Pemerhati Pendidikan di Era Digitalisasi, Penggemar Desain Grafis, dll Semuanya dicoba untuk dirangkum dalam beberapa tulisan blog. Stay Tune! (^_^)v

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Amikus Curiae: Antara Pencerahan Hukum dan Bayang-Bayang Politik

20 April 2024   07:21 Diperbarui: 20 April 2024   07:28 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi suasana mahkamah konstitusi indonesia (Sumber: ideogram)

Di dunia hukum Indonesia, fenomena Amikus Curiae bisa menjadi sebuah cerminan bagaimana interaksi antara politik dan sistem peradilan bisa mempengaruhi persepsi publik tentang keadilan dan legitimasi keputusan hukum. Cerita ini dimulai dari sebuah ruang sidang yang sering kali dianggap sakral karena diharapkan menjadi tempat di mana keadilan murni ditegakkan.

Namun, apa jadinya ketika ruang-ruang tersebut mulai disentuh oleh kepentingan politik? Amikus Curiae, atau yang dikenal dengan 'teman pengadilan,' adalah konsep yang pada dasarnya bertujuan baik. Di banyak negara, praktik ini dimaksudkan untuk membantu pengadilan dengan memberikan pandangan, informasi, atau interpretasi hukum yang mungkin tidak tersedia selama proses pengadilan. Para 'teman pengadilan' ini biasanya adalah individu atau kelompok yang memiliki keahlian atau pengalaman yang relevan dengan kasus yang sedang diadili, memberikan perspektif yang mungkin tidak dimiliki oleh para pihak yang terlibat langsung dalam kasus tersebut.

Namun, ketika Amikus Curiae berbaur dengan politik, garis antara memberikan informasi dan mempengaruhi keputusan bisa menjadi samar. Di Indonesia, kasus-kasus politik yang melibatkan Amikus Curiae sering kali menimbulkan pertanyaan besar tentang apakah intervensi mereka benar-benar untuk kebaikan hukum dan keadilan, atau hanya sekedar alat bagi kekuatan politik untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu contoh nyata dari situasi ini adalah ketika Amikus Curiae digunakan dalam konteks pemilihan umum atau pilpres, di mana keputusan pengadilan bisa memiliki dampak jauh mencakup kestabilan politik nasional.

Sering kali, dalam kasus besar yang menarik perhatian publik, Amikus Curiae dapat dipandang sebagai upaya kelompok tertentu untuk mempengaruhi hasil keputusan hukum. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran tentang independensi pengadilan dan integritas proses hukum itu sendiri. Di satu sisi, pengadilan memang membutuhkan sebanyak mungkin informasi dan perspektif untuk mengambil keputusan yang adil dan tepat. Namun di sisi lain, harus ada batasan yang jelas agar 'teman pengadilan' tidak menjadi alat bagi kepentingan politik yang hanya ingin mengendalikan keputusan hukum untuk keuntungan mereka sendiri.

Peran media dan pengamat hukum sangat penting dalam kasus-kasus seperti ini. Mereka berfungsi sebagai penjaga agar praktik Amikus Curiae tetap berada dalam jalur yang benar. Melalui pemberitaan dan analisis yang mendalam, mereka bisa membantu masyarakat luas untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik layar proses hukum, dan apakah ada kepentingan yang tidak seharusnya ikut campur dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan.

Pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap sistem peradilan adalah kunci dari berfungsinya negara hukum. Tanpa kepercayaan tersebut, masyarakat mungkin tidak lagi menganggap pengadilan sebagai lembaga yang dapat melindungi hak dan keadilan untuk semua. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu mengawasi dan mempertanyakan praktik seperti Amikus Curiae, terutama ketika terlihat adanya potensi penyalahgunaan untuk kepentingan politik.

Menurut Margarito Kamis, "Amikus Curiae seharusnya menjadi alat untuk memperkaya pemahaman pengadilan akan aspek-aspek hukum yang kompleks dalam sebuah kasus, bukan menjadi alat bagi kepentingan politik yang ingin mempengaruhi keputusan pengadilan."

Fenomena Amikus Curiae dan interaksinya dengan politik di Indonesia adalah contoh nyata dari bagaimana hukum dan politik dapat terjalin dalam sebuah tarian yang kompleks. Kadang kala, tarian ini bisa memperkuat fondasi hukum dan demokrasi, namun pada saat lain, bisa juga mengikis legitimasi dan kepercayaan yang telah susah payah dibangun. Bagi para pembuat kebijakan, pengamat hukum, dan masyarakat umum, penting untuk terus berdialog, mengawasi, dan memastikan bahwa hukum tetap menjadi alat keadilan, bukan alat politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun