Akhir-akhir ini polemik penggunaan KTP elektronik kembali muncul ke permukaan. Di masa pandemi ini banyak masyarakat yang gagal mendapatkan vaksin hanya karena permasalahan KTP. Polemik berkaitan dengan KTP elektronik telah terjadi sejak awal digulirkannya wacana pembuatan KTP elektronik.
Sudah rahasia umum, pada awal rencana proyek pembuatan KTP eletronik menjadi bancakan bagi oknum anggota DPR. Bahkan pimpinan DPR saat itu menjadi tersangka utama dalam kasus korupsi dana KTP elektronik. Aib luar biasa, wakil rakyat menzalimi rakyatnya sendiri dengan mengkorupsi dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat.Â
Slogan "dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat" tinggallah slogan karena pada kenyataannya tidak seperti itu tapi "dari rakyat, untuk wakil rakyat, oleh wakil rakyat". Akibat perilaku zalim anggota wakil rakyatnya kepercayaan masyarakat semakin berkurang karena kenyataannya mereka bukan mewakili rakyat tapi mewakili kepentingan diri sendiri ataupun golongan tertentu.
Polemik KTP elektronik tidak selesai pada raibnya dana proyek tapi juga berlanjut pada permasalahan teknis di lapangan yang berdampak langsung kepada masyarakat. Proses pembuatan KTP eletronik tidak merata.Â
Beberapa kasus di daerah, masyarakat harus menunggu hingga berbulan-bulan untuk mendapatkan KTP elektronik.Â
Bahkan kesalahan data identitas masyarakat masih ditemukan karena kesalahan pengambilan data. Tidak hanya itu, hingga kini praktik calo dan pungutan liar untuk pembuatan KTP elektronik pun kerap ditemukan.Â
Akibatnya tujuan utama pembuatan KTP eletronik untuk memodernisasi dan mempemudah administrasi hanya jadi angan-angan  karena ribetnya sekadar mengurus pembuatan KTP elektronik.Â
Selain sulit dan rumitnya administrasi pembuatan dan penggunaan KTP eletronik juga terindikasi rentan membahayakan data masyarakat. Seharusnya penggunaan KTP elektronik mempermudah dan melindungi data masyarakat dalam mengurus berbagai administrasi. Kasus-kasus penjualan data masyarakat terjadi di pasar-pasar gelap.Â
Penjualan data KTP elektronik masyarakat terjadi karena belum terintegrasinya penggunaan KTP eleltronik dengan lembaga-lembaga. Masyarakat masih harus menggunakan fotokopi KTP elektronik untuk mengurus berbagai administrasi.Â
Padahal digadang-gadang bahwa teknologi KTP-el sudah canggih, tetapi kenyataan pemanfaatannya masih konvensional dan belum optimal.
Kerugian yang harus ditanggung masyarakat akibat proyek KTP elektronik belum optimal semakin berlipat, sudah tertimpa tangga tertimpa cangkang durian pula. Sudah dirugikan secara materil akibat dana KTP elektronik yang dikorupsi, masyarakat juga dirugikan secara imateril karena belum optimalnya penggunaan KTP elektronik untuk kepentingan administrasi di berbagai lembaga.
Bagi masyarakat yang dibutuhkan saat ini tidak hanya moderinisasi administrasi tapi juga memodernisasi sumber daya manusia di lembaga pemerintahan agar lebih bermoral. Polemik KTP elektronik jangan terus berlanjut mencabik-cabik kepentingan rakyat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H