Film Belakang Layar terkesan ditunjukan untuk pemiliki hotel dan para investor. Memang tentunya ada unsur supaya pemerintah juga menilik karya film tersebut. Namun ambil andil pemerintah masih dirasa kurang dalam hal ini. Film di Belakang Hotel menunjukan BLH yang mau untuk kemudian memberikan tanggapan dan terjun langsung ke lapangan dalam menanggapi keresahan warga tersebut. Dalam film memang masih belum adanya indikasi bahwa pihak pemerintah memutuskan suatu hal, namun seolah-olah tetap menganggap Hotel Fave (dalam film) sudah benar dalam pembangunan dan juga izinnya.
Kemudian dalam film kurangnya ada penunjukan dari reaksi dari pihak hotel Fave dalam menanggapi berbagai penyampaian aspirasi yang dilakukan langsung di depan hotel. Ketika dalam film hanya terdapat cuplikan dari seorang talent bahwa pihak Hotel Fave sama sekali tidak memberikan respon terkait penyampaian suara warga tersebut.
Secara garis besar memang kemudian film tersebut dapat menimbulkan banyak respon, dilihat dari media yang memberitakan tentang karya film dokumentasi tersebut. Namun, akan lebih menarik ketika dalam film ditunjukan suatu fakta tentang ada tidaknya MoU atau perjanjian antara warga sekitar hotel dengan pihak hotelnya sendiri. Dengan melihat hal tersebut, maka paling tidak dapat dilihat tentang peran pemerintah dalam memutuskan izin untuk pembangunan. Ketika memang ternyata tidak ada izin, maka perlu muncul dipertanyakan ketika pemerintah memutuskan izin pembangunan apakah memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi dengan berdirinya banyak hotel dan apartemen?
Terkesan sangat mudah pemerintah dalam memberikan izin akan pembangunan yang terjadi. Ketika memang pemerintah mengizinkan berdirinya hotel, mall, ataupun apartemen maka setidaknya pemerintah perlu melakukan program tentang pemberdayaan lingkungan, salah satunya pengembangan air, yang ditunjukan langsung kepada masyarakat. Dalam film juga terdapat cuplikan mengenai hal tersebut. Dibicarakan tentang kemana lari uang dengan adanya pembangunan hotel dari pihak investor tersebut. Maka dari itu disayangkan bahwa sudut pandang dari film dokumenter Belakang Hotel ini kurang diarahkan pada bagian tersebut.
Film dokumenter Belakang Hotel sangat berisikan tentang kritik lingkungan. Menurut Salim (1976), secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempat dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Satu fokus dari film dokumenter Belakang Hotel adalah salah satu unsur lingkungan, yaitu air. Seperti yang dikatakan Salim, bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap kegiatan aktivitas manusia yang menjalani kehidupan di lingkungan tersebut. Dalam segi tersebut, film Belakang Hotel telah membuat pandangan bahwa sangat lekatnya lingkungan dengan individu yang terlibat di dalamnya. Hal itu ditunjukan dengan dominasi scene yang memperlihatkan masyarakat kesusahan dalam mengambil air.
Sebuah kekhawatiran tentunya dapat timbul dalam masyarakat Yogyakarta, jika Yogya menjadi sebuah kota seperti yang digambarkan Kevin Lynch (dalam Azis, dkk. 2010: 282) dalam tulisannya, The City as Environment (1965), ia berpendapat bahwa kota memiliki wajah atau penampilan yang buruk. Seperti halnya, jauh dari alam dan semuanya serba sama. Sebuah jurnal dari Nola Buhr terdapat tulisan tentang permasalahan lingkungan adalah manusiwa sendiri yang menyebabkan. Maka dengan begitu, permasalahan dan konflik tentang Jogja Asat juga merupakan tanggung jawab dari semua pihak.
Perkembangan penduduk yang terjadi di Yogyakarta menjadi perhatian bagi seluruh masyarakat pula dalam memperhatikan lingkungan yang telah menjadi keprihatinan dunia.
Kesimpulan
Film dokumenter dari Watchdoc telah mengubah pandangan dari banyak pihak terkait isu lingkungan yang terjadi di kota Yogyakarta. Film yang memvisualisasikan keprihatinan warga atas pembangunan yang tanpa memperhatikan kondisi masyarakatnya. Dengan mengambil sudut pandang dari perlawanan masyarakat terhadap pihak hotel, para investor dan keluhan terhadap pemerintah, membuat film ini menjadi bahan diskusi di banyak komunitas.Â
Beberapa kritik yang disampaikan terkait film adalah kurangnya konten dalam memvisualisasikan pihak fave hotel dalam menyelenggarakan pembangunan dan juga transparasi pemerintah dalam menanggapi hal permasalahan tersebut. Film tersebut hingga sekarang belum juga mendapat respon pemerintah daerah dengan cepat. Belum adanya regulasi jelas akan pembangunan dan tata kota di Yogyakarta.hal tersebut dilihat dari tetap maraknya pembangunan hotel dan mall yang masih ada di Yogyakarta serta respon dari pemerintah terhadap tindakan protes warga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H