Kebaikan yang bersifat universal dapat dirasakan oleh semua orang, dapat dilakukan oleh semua orang, dan dapat menjadi inspirasi bagi semua orang. Kebaikan itu menjadi nyata tatkala ia terejawantah ke dalam perbuatan dan tersampaikan kepada yang membutuhkan.
Banyak hal yang menyertai perbuatan baik.Yang pertama tentunyamotivasi. Motivasi merupakan landasan paling dasar dari perbuatan baik. Kendala-kendala yang timbul saat seseorang atau sekelompok orang melakukan perbuatan baik akan teratasi dengan adanya motivasi yang kuat. Motivasi tentunya dipengaruhi oleh pengalaman hidup, identitas (keluarga,profesi,suku,agama,politik,dll), dan kepentingan tertentu.
Faktor selanjutnya adalahlembaga. Dalam hal ini, lembaga yang saya maksud adalah wadah menyalurkan perbuatan baik itu. Lembaga dapat berupa organisasi, kelompok, atau bentuk komunitas lain. Dengan adanya lembaga, perbuatan baik mendapatkan support berupa sarana, pelaku, pengorganisasian, maupun identitas. Namun identitas dan kepentingan lembaga tentunya akan menjadi lebih superior daripada idealisme individu di dalamnya.
Faktor ketiga adalahManfaat. Dalam manfaat terdapat nilai urgensi dan dampak.
Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi perbuatan baik seseorang, namun hanya tiga hal ini yang akan saya singgung dalam tulisan saya.
Esensi dari perbuatan baik itu seharusnya menjadi superior. Harus berada di atas motivasi amaupun lembaga : Motivasi bertujuan mewujudkan perbuatan baik dan Lembaga bertujuan melindungi/menjamin terwujudnya perbuatan baik. Dan semuanya kan bermuara kepada Manfaat. Manfaatlah yang pada akhirnya dirasakan si penerima perbuatan.
Namun apa yang banyak terjadi sekarang sangatlah mengecewakan. Perbuatan baik lah yang harus menyesuaikan diri. Nilainya menjadi di bawah Lembaga. Manfaat? dinomorsekiankan. Motivasi diselewengkan. Dan akhirnya apa yang baik, menjadi tercemar. Menjadi kurang bermanfaat. Yang menjadi tujuan utama adalah Lembaga, identitas lembaga. Sebuah Lembaga mempunyai daya untuk berbuat, ada beberapa pilihan perbuatan, dan yang dipilih akhirnya adalah yang membawa manfaat terbanyak bagi identitas Lembaga. Ya, identitas lembaga, yang seringkali bertentangan dengan tujuan awal lembaga itu dibuat, bertentangan dengan apa yang seharusnya lembaga itu perbuat. Padahal ada pilihan perbuatan lain yang akan jauh lebih bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan. Tapi nilai urgensi dan dampak ini sudah usang tampaknya.
Contoh yang paling ironis adalah yang dilakukan lembaga yang (katanya) paling mulia. Agama. Ya, agama. Perbuatan penganut dan ajaran yang harusnya dijalankan adalah sebuah paradoks. Menolong sesama yang membutuhkan adalah salah satunya. Saat masyarakat sekitarnya (yang notabene adalah umatnya) membutuhkan lapangan kerja, beasiswa pendidikan, pelatihan ketrampilan untuk bekerja, bantuan modal usaha, dan pertolongan yang lain,, yang dilakukan adalah membangun tempat ibadat bernilai milyaran rupiah. Paradoks. Tidak konsisten. Apakah untuk beribadat harus di tempat yang mewah? Apakah Tuhan begitu pemilih sehingga tidak mau datang di tempat ibadah yang reot? semuanya kembali kepada identitas Lembaga. Kemasyuran. Kesombongan. Nama baik.
Dan ajakan saya pada akhirnya adalah,,setiap dari kita secara individu dapat melakukan perbuatan baik secara mandiri tanpa bantuan lembaga..Kita bisa berbuat baik yang lebih membawa manfaat,lebih berdaya guna dan berhasil guna,,tanpa dicemari keharusan melacurkan modal perbuatan baik kita demi kepentingan lembaga, apapun bentuk lembaga itu. Jangan takut untuktidakbersedekah, menyumbang, beramal atau apapun namanya kepada lembaga tertentu...dan beralih menyalurkannya secara mandiri dan cerdas. Lihatlah sekeliling anda, dan pikiran jernih anda akan menjawab pertanyaan tentang apa perbuatan baik yang paling tepat, berdaya guna, dan berhasil guna untuk sekitar Anda..
Ya, Anda mampu.
Selamat berjuang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H