Mohon tunggu...
Ano suparno
Ano suparno Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Jalanan

FREELANCER Pernah di Trans TV sebagai Reporter, Kameraman lalu Kepala Biro TRANS. Sebelumnya, sebagai Stringer Tetap BBC London siaran Indonesia, reporter hingga Station Manager Smart FM Makassar. Setelah di Trans, saya mendirikan dan mengelolah TV Lokal sebagai Dirut. Sekarang Konsultan Media dan Personal Branding

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cerita Toleransi dari Kampung

19 Desember 2019   13:49 Diperbarui: 19 Desember 2019   14:33 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: wisequotesi.blogspot.com

Kampung kami baru saja panen berlimpah ruah. Para petani juga telah mengadakan pesta panen yang tak mengundang seorang pun pejabat masuk ke kampung sekedar untuk memotong batang padi kemudian mengundang wartawan, memoto dirinya lalu diberitakan. 

Padahal sejak menyemai benih hingga panen tak satu pun pejabat menyentuh sawah-sawah petani di kampungku. "Mereka tukang klaim saja," sebut Kuripan sambil memandangi hasil panennya.

*******
Kini pesta demokrasi di kampungku tinggal beberapa pekan lagi. Rapat panitia nyaris berlangsung setiap hari, membahas teknis serta apapun yang tengah berkembang di masyarakat. Salah satu kesimpulan adalah akan menggelar debat calon kepala desa di mana seluruh warga wajib hadir. Panitia juga telah menetapkan tema debat yakni "Toleransi dari kampung Labitar".

Alasan panitia memilih tema tersebut sebab toleransi yang selama ini telah toleran tengah terancam oleh karena toleransi itu sendiri. Rasbuddin, seorang yang dianggap tokoh masyarakat di desaku sebab setiap hari sejak masa panen berlangsung dirinya tak pernah makan apalagi minum di rumahnya. 

Rasbuddin mulai pagi buta bertandang ke rumah rumah tetangga hingga pulang pada larut malam. Ia minum dan makan di rumah tetangga, tinggal menggilir saja. Mungkin seperti ini yang Rasbuddin maksud adalah toleransi dari kampung.

*******
Sahabud, adalah seorang petani sekaligus tengkulak kelas teri di kampungku.  Setiap saat meminjamkan uangnya ke warga setiap kali itu pula ia malah merugi.  Sudah sangat banyak masyarakat  yang menjadi "warga" nya sehingga ia menyatakan dirinya pantas terpilih sebagai Kepala Desa. 

Melalui rekannya sesama tengkulak modern di kota, Sahabud lalu menyewa konsultan. Ia rela mengeluarkan dana demi ambisinya sebagai kepala desa.  Sahabud memiliki sejumlah pengikut atau loyalis. Ke mana mana, Sahabud dikelilingi oleh para loyalis ini. 

"Pertama tama yang kamu harus lakukan adalah, menyingkirkan para dayang dayang itu", pinta Alhakim saat diskusi bersama Sahabud di teras rumahnya. 

"Mengapa, saya tak percaya diri tanpa mereka di sekitarku," alasan calon kades Sahabud pada Alhakim. Mereka lalu rapat tak kunjung sudah hingga jelang subuh hari. Tim SHD, mereka namai juga telah terbentuk.  Segala poster juga telah mereka sediakan, foto SHD yang mengenakan baju berwarna pink  telah mengitari kampung Labitar.  

Tiga calon kepala desa lainnya tak memiliki persiapan apalagi membentuk tim. Termasuk seorang calon kepala desa, Kasbandia. Perbedaan antara calon kades Kasbandia dan Sahabud bagaikan langit dan bumi. Kasbandia, yang tak menyelesaikan sekolahnya pada tingkat SMP mengakui hanya ingin meramaikan pesta demokrasi tingkat desanya, ia ingin merasai jika dikalah. Bukan merasakan menang. 

Maka sejak saat itu, SHD mengolok-olok Kasbandia dan keluarganya.  Apalagi tema kampanye Kasbandia sangat sederhana, jika terpilih ia tak akan merepotkan warga nya,mengurus KTP dan sejenisnya tak perlu ke kantor desa, dirinya yang akan menemui warga di rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun