Mohon tunggu...
Ano suparno
Ano suparno Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Jalanan

FREELANCER Pernah di Trans TV sebagai Reporter, Kameraman lalu Kepala Biro TRANS. Sebelumnya, sebagai Stringer Tetap BBC London siaran Indonesia, reporter hingga Station Manager Smart FM Makassar. Setelah di Trans, saya mendirikan dan mengelolah TV Lokal sebagai Dirut. Sekarang Konsultan Media dan Personal Branding

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dunia Barista yang Telah Naik Strata

5 Desember 2019   00:05 Diperbarui: 5 Desember 2019   17:21 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Ano (dokumentasi pribadi) 

"Pesan apa, Om? Single origin, cappucino, atau kopi yang kekinian?"

Beginilah sekiranya beberapa sapaan akrab di sejumlah kedai-kedai kopi, bar-bar kopi, atau coffee shop.

Kini bulan Desember pun tiba. Di bawah awan yang mulai nampak kegalauan antara hitam dan biru, saya memulai berjalan menuju salah satu cafe di Jalan Ratulangi Makassar.

Hujan tentu tak lama lagi akan membasahi bumi. Akan terbentuk garis-garis kecil oleh karena dialiri air, selokan menderu, beberapa pengendara motor mampir berteduh di bawah pohon.

Rutinitas berlama-lama di kafe telah kugemari sejak tiga tahun terakhir. Begitu keluar rumah, tujuan utama adalah kafe. Sebelumnya, kantor adalah tujuan utama atau menemui beberapa kawan di kantornya.

Namun seiring zaman, dunia yang katanya telah milenial yang serba ter-remote oleh teknologi, maka kugauli pulalah zaman yang serba digital ini. Bayangkan, untuk membayar kopi pun tak perlu lembaran kertas yang dipenuhi foto pahlawan dan nilai nominal yang tertera pada sudutnya.

Maklum, sampai saat ini saya pula masih penggemar potongan harga, apalagi cashback. Dan kafe-kafe serta kedai memasang pajangan yang sangat besar tepat depan pintu, cashback dan discount. "Nah, ini dia saatnya kita bereaksi."

Saya pilih es kopi rasa gula aren. Meski di luar hujan makin liar, tetapi naluri menyeduh kopi berasa gula aren sudah pada ujung bibir. Ingin segera kuseduh sambil mendengarkan musik. 

"Oke om, aman," ujar Jeje, seorang barista di Anomali Cafe. 

Jeje, seorang baristi (kita gunakan istilah peracik kopi Italia, sebab bariste itu perempuan) yang sepanjang hidupnya mungkin selalu senyum, wajahnya ringan, matanya memancarkan ketulusan dalam bekerja. Tingkahnya lincah seperti kelinci. Jeje adalah satu diantara ribuan barista yang bekerja pada ribuan pula kafe atau kedai di Indonesia. 

Setiap saat datang dan pulang, Jeje mengendarai Pajero Sport. Ini menandakan, barista kini telah memiliki kelas jelang abad ketiga milenial. Maka dari itulah, dimulai dari sekarang inti tulisan ini.

Barista berasal dari Bahasa Italia, yang mana salah satu produk khas selain kopi adalah pizza. Barista berarti bartender, yaitu mereka yang menyajikan segala macam minuman, bukan hanya kopi. 

Namun seiring perkembangan zaman dan masuknya tren kopi ke Amerika dan Eropa, kata ini kemudian diadopsi menjadi yang sekarang kita kenal. Bagi Italia mereka tetap keukeuh, sebutan baristi untuk laki-laki atau bariste untuk perempuan.

Barista adalah nafas bagi pebisnis penyeduh kopi di kafe. Spesial Coffee Association of Indonesia (SCAI) menyebut pertumbuhan usaha kedai kopi hingga akhir 2019 diprediksi mencapai 15%-20%. 

Jumlah ini mengalami kenaikan lebih kencang ketimbang 2018 yang hanya mencapai 8%-10%. SCAI mengeluarkan data, kontribusi kedai kopi terhadap serapan kopi produksi dalam negeri mencapai 25%-30%. Angka tersebut diprediksi terus naik ke level 35%-40% pada akhir tahun ini.

Perkembangan teknologi serta kehidupan zaman yang terus menerus berubah, pola kerja serta mental komunikasi menyebabkan bisnis kafe lebih digandrungi oleh para anak-anak zaman milenial.

"Seduhan kopi di kedai lebih asyik dan peminum kopi Indonesia lebih senang menikmati minuman kopi yang lebih enak di kedai kopi sambil melakukan kegiatan lain," begitu alasan dari SCAI itu.

Hingga saat ini tak satupun lembaga yang mampu mendapat data seberapa banyak jumlah kafe atau kedai kopi di Indonesia oleh karena menjamurnya bisnis tersebut mulai dari kampung, desa, pelosok hingga perkotaan kedai kopi bagaikan cendawan di musim hujan.

Tak peduli tanpa mesin atau mesin mahal, kedai kopi tetaplah laris manis. Bayangkan, kopi yang beredar di Indonesia untuk para pebisnis kafe telah mencapai 380 ton.

Balik ke barista. Seiring berkembangnya bisnis kafe maka dunia barista pun perlahan-lahan telah berubah dari yang dahulu menyebut dirinya sebagai pekerja yang rendahan atau mirip-mirip kerja rumah tangga, kini statusnya telah naik kelas. 

Ia naik begitu pesat, telah membentuk kelasnya sendiri. Popularitas barista meningkat seiring peningkatan usaha kafe serta warga yang memilih kafe bukan hanya sebagai tempat nongkrong tetapi pula kerap digunakan sebagai "kantor" oleh manajer, karyawan, dan profesional.

Tengoklah boi, kelas barista serta perlombaan meracik kopi nampak di mana-mana. Gaji para barista yang bekerja pada kafe-kafe besar,melebihi standar UMR pada skala provinsi. Jenjang barista juga telah terbentuk, dapat menjadi manajer atau bisa tercipta sebagai owner jika telah memiliki keberanian membuka usaha kedai atau kafe.

Di banyak negara yang memiliki kultur peminum kopi seperti Australia gaji baristanya mencapai $35 perjam. Oslo $25 perjam, Amerika $19.430 atau sama dengan Rp 189,4 Juta.

Di amerika, standar gaji untuk barista yang bersertifikat ada di kisaran Rp 189,4 juta. Dengan waktu kerja yang padat, para pemilik kedai kopi di sana memaksa para barista untuk bekerja secepat mungkin.

Italia EU95 (Rp 158 juta) dan Australia $19.990 (Rp 195 juta). Australia adalah negara yang penduduknya mengonsumsi kopi lebih banyak dari Amerika. Barista di sana bisa dikatakan adalah barista yang paling nyaman karena setiap kedai kopi menyediakan berbagai insentif dan bonus-bonus lainnya untuk setiap barista yang bonusnya melebihi dari gaji perminggu mereka.

Indonesia $597 (Rp 8 juta), Inggris Pound 1367.14 (Rp 26 juta). (Artikel - kopikini.com / food.detik.com).

Om Leo, owner Anomali Makassar prediksi, para barista di luar negeri dapat meracik kopi 250 hingga 500 cup per hari. Ini dari segi pendapatan. Penampilan? Tengoklah penampilan para barista. Dunia entertain, memadukan konsep milenial menyatu bersama penampilan yang ciamik, elegan serta lebih gaul. 

Bahkan tak canggung lagi para barista mengenakan celemek yang menempel pada badan bagian depannya, sebagai ciri khas peracik kopi. Dunia barista bukan lagi sekadar meracik kopi, tetapi kini telah menjadi hobi dan memiliki gaya komunikasi tersendiri dengan para pengunjung.

Mereka lebih luwes, komunikatif, humoris serta kadangkala menemani pengunjung ngobrol sekadar menanyakan cita rasa kopi bikinannya.

Popularitas kopi yang kian tahun kian meningkat pun ikut menaikkan gengsi dan popularitas para peracik kopi bernama barista ini. Secara perlahan pun, dunia barista telah menyerupai profesi jurnalis atau advokat yang memiliki pekerja dan komunitas di berbagai belahan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun