Mohon tunggu...
ano_10
ano_10 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Berakhir di Ujung Jalan Bercabang (Cerpen)

17 Mei 2015   18:50 Diperbarui: 13 Juli 2015   22:17 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

*lanjutan......(15 mei 2015)

 

*akhir cerita

 

seperti biasanya baim bersiap di jalan itu menunggu rachmi pulang matahari yang tidak begitu terang seperti siang tadi yang kini menyorot dari arah barat membuat baim terkadang menutupi sebelah wajahnya dengan telapak tangan kanannya lalu duduk pada sebuah bangku yang terbuat dari bambu yang ada di pinggir jalan itu di kerumuni ilalang liar yang mengganggunya sesekali. tidak sadar rachmi sudah ada di depannya meneduhi baim dengan bayangannya, berdiri baim segera... terlihat baim sangat senang saat sebuah senyuman manis menyapanya...

"kau terlihat rapih hari ini... ohh... kau mencukur rambut mu rupanya"

seolah tidak tau bertingkah apa lalu baim hanya menggaruk-garuk kepalanya saja sambil tersenyum-senyum.

"kau juga terlihat cantik dengan hijab biru langit mu itu... kau terlihat... kau tau, kau terlihat seperti apa ?..."

baim memuji balik rachmi .

"oh ya... seperti apa ?..."

tanya rachmi ingin tau sekali....

"kau seperti awan... di hiasi langit biru cerah kala siang hari"

"ahhh... gombal kau baim..."

di jawab rachmi tidak percaya....... tapi tersenyum juga dia.

mulailah mereka berjalan berdua seperti biasanya menyusuri jalan itu dengan debu berterbangan yang di tinggalkan telapak-telapak kaki mereka berdua, ilalang liar masih setia melambai-lambai di tiup angin tenang di kedua belah jalan. matahari yang dengan redupnya seolah tau tidak ingin menyilaukan mata mereka, jarak saat berjalan antara mereka berdua tidak lagi berjarak satu lengan tetapi jarak itu sudah menjadi sedekat lengan mereka berdua. dalam langkah itu sekarang hanya ada cerita dan tawa, ada kalanya sesekali baim memujinya... iya... tak habis kata baim untuk memujinya tentu saja membuat hati rachmi senang.

tapi jarak mereka semakin dekat saja, sampai jari-jari tangan sebelah kiri baim bisa bersentuhan dengan jari-jari tangan sebelah kanan rachmi dengan tanpa sengaja. saat mereka sadar di tariknya cepat tangan masing-masing dengan perasaan malu-malu, kejadian tanpa sengaja ini kemudian terjadi berulang-ulang sampai akhirnya baim mencuri genggaman jari-jari sebelah kanan tangan rachmi dan tidak di lepaskannya.

perasaan malu-malu pada diri rachmi terus di tahannya lantaran dirasakan juga perasaan lain yang belum pernah di rasakannya begitu juga dengan baim, kemudian keduanya hanya tertawa kecil... senang.

genggaman tangan itu ternyata membuat perasaan mereka terbawa dalam kenyamanan yang membuat mereka lupa akan semuanya, dalam candaan genggaman tangan yang semakin erat baim menghentikan langkah mereka berdua di putarnya arah wajah menjadi berhadap-hadapan di depan mentari senja. terlihat hanya bayangan mereka berdua berdua berhadapan semakin dekat, di tatap mata rachmi yang berkilau bagai embun pagi di tembus sinar mentari lalu tatapan mata baim di alihkannya kepada bibir yang sedikit tebal berwarna mereh muda tidak bergincu.

bibir baim semakin mendekati menuju bibir yang sedikit tebal tidak bergincu itu lalu di tutup nya mata rachmi perlahan menunggu apa yang akan terjadi... dan akhirnya..........

"tidak baim... jangan........"

berkata rachmi seakan sadar dengan apa yang terjadi...

iya... sesaat sebelum bibir baim mencium bibir yang sedikit tebal dan tidak bergincu itu, di lepaskannya genggaman tangan rachmi dari tangan baim dan mendorong badan baim perlahan menjauhinya... melangkah berjalan rachmi tanpa berkata-kata lagi meninggalkan baim pada posisi yang masih sama lalu di kejarnya rachmi dengan langkah seadanya dan kemudian...

"rachmi tunggu sebentar... biarkan aku menjelakannya"

teriakan baim yang tidak begitu keras. di dengarnya teriakan itu oleh rachmi tapi tidak di hiraukanya, langkahnya tetap namun di percepat tidak ingin di kejar langkah baim yang kemudian baim hanya bisa mengikutinya dari belakang langkahnya rachmi hingga sampai pada ujung jalan yang bercabang yang juga menghentikan langkah baim yang hanya membiarkan rachmi berjalan sendiri menuju rumahnya sementara baim hanya memandangnya saja dari kejauhan dan akhirnya pulang.

seminggu sudah mereka tidak lagi berjumpa bahkan di tempat sekolah mereka berdua, tidak ada kabar dan cerita. berkirim surat baim kepada rachmi menanyakan tentang kabarnya tapi balasan tidak pernah datang kepadanya, beberapa surat kembali di kirimkan kepada rachmi tapi tetap tidak ada balasan.

sampai beberapa hari setelah surat terakhir yang di kirim baim kepada rachmi berbalas, pada sore hari ketika baim baru saja pulang dan masuk kedalam kamarnya pada sebuah meja tulis ada sebuah surat dengan amplop putih polos yang di letakan rapih oleh ibunya baim.

di bacanya tulisan pada amplop putih polos itu

" untuk baim "...

seakan tau surat itu dari rachmi dia langsung membuka surat dalam amplop putih itu dan di bacanya dalam hati...

 

* teruntuk baim...

sejak pertemuan terakhir kita di jalan itu dan apa yang terjadi saat itu membuat pendirian ku semakin kuat untuk tetap tidak berpacaran, tapi aku juga tidak bisa menghilangkan rasa ku kepada mu karena aku sudah memilih mu menjadi yang teristimewa di hati ku.

dan aku mau menjalankan ini semua dengan cara yang aku pilih, jika saja engkau bisa mengerti dan tetap ingin bersama dengan ku lagi menjalani hari-hari kita bersama untuk berbagi suka dan duka.

tapi tidak sekarang kau harus menunggu sampai aku lulus dari sekolah lalu melanjutkan ke perguruan tinggi dan di wisuda sesuai cita-cita ku. setelah itu kita akan bertemu lagi dan membicarakan masa depan kita.

ku harap kau mengerti dan mau menunggu ku...

 

salam dari ku untuk mu yang teristimewa di hatiku....

 

***

 

hati baim menjadi lega karena rachmi masih membuka pintu untuknya... sudah pasti di balasnya surat itu oleh baim dan sudah pasti baim menyanggupi untuk menunggu rachmi mewujudkan cita-citanya itu, dalam hati dia berkata...

"aku akan tetap menunggu mu, walu seribu tahun lamanya..."

rasa penyesalan baim akan perbuatan yang di lakukannya kini mulai hilang sejak surat dari rachmi di bacanya perasaannya tidak lagi cemas karena ada kepastian untuk hubungan mereka berdua kedepannya...

yaaa... tiga atau empat tahun tidak terlalu lama kan ?... jika di bandingkan harus menunggu seribu tahun lamanya... :)

berlanjut........ mungkin... tunggu tiga atau empat tahun lagi

 

********

 

17 mei 2015

*berakhir di ujung jalan bercabang (cerpen)

 

***********

 

note : cerita ini hanya imajinasi penulis saja jika ada kesamaan nama tempat atau nama tokoh pada cerita ini hanya kebetulan saja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun