Langit mendung, membuat bulan terlihat samar. Sempat gerimis sebentar ketika matahari hampir terbenam seluruhnya. Ibil datang tak lama setelah Pangeran Pemakaman pulang. Malam itu adalah malam pertama bagi Kopt, Modd dan Vleta untuk tidur dalam pelukan Pohon Buni yang cukup jauh berjarak dari rumah orang-orang.
Siang tadi, mereka sempat bertemu dan saling menyapa beberapa burung pemakan buah, Tupai dan rombongan Semut hitam serta Semut Rang-rang yang mampir ke Pohon Buni.
Ibil terjaga, duduk di puncak daun, mengamati makam-makam yang merebah dimalam yang anggun. Beberapa warna berpendar dari tubuhnya. Suasana malam di areal pemakaman itu ternyata tidak mencekam seperti kebanyakan cerita-cerita yang sering kita dengar. Keadaan disana hampir seperti suasana di gedung opera yang sedang melangsungkan pagelaran musik Orkestra. Yang paling berperan adalah Katak penyanyi, suaranya seperti burung berkicau. Katak penyanyi itu adalah keturunan Kodok tanah yang kawin secara tak sengaja dengan Katak pohon. Personil yang lainnya adalah Jangkrik, Burung Hantu dan Kelelawar.
Tengah malam. Tidur nyenyak mereka terganggu. Kopt, Modd dan Vleta sempat terbangun berkali-kali karena suara berisik daun dan ranting Pohon Buni yang nampaknya sengaja ditabrak, dilabrak untuk diambil buahnya. Ditambah suara-suara bercicit-cicit seperti Cecurut. Ibil menganggap gangguan itu biasa saja, dia tak terlalu memedulikan suara-suara itu. Tapi mereka bertiga terpaksa mengakhiri tidurnya, menunda sementara, untuk pergi ke puncak Pohon Buni, dan menghampiri Ibil. Kemudian mereka bertiga tengkurap di salah satu daun yang bersebelahan dengan paha kanan Ibil yang sedang asyik bersila.
“Kenapa?” Tanya Ibil
“Berisik! Suara apa ya, Bil?” Tanya Kopt
Modd dan Vleta berusaha melanjutkan tidurnya, karena merasa nyaman dekat dengan Ibil.
“Kelelawar” Jawab Ibil sekalian memanggil
“Ya, Bil… Manggil?” dalam sekejap, salah satu petinggi koloni Kelelawar terbang di hadapan wajah Ibil, mengagetkan Kopt.
Mereka sudah saling mengenal, kelelawar itu sudah sering mencoba untuk menggasak Pohon Srikaya yang tumbuh di depan rumah Nasyrah, tapi Kelelawar itu tak pernah berhasil mendapatkan buahnya, karena harus berhadapan dulu dengan Ibil.
“Kenalkan… Penghuni baru Pohon Buni” Kata Ibil, dengan kuku menekan daun yang menampung Kopt, Modd dan Vleta.
“Aku, Kopt!”
“Modd, Modd, Kwehehihihi”
“Vleta dari Moldova” katanya sambil terkantuk-kantuk.
“Ya, kami ke sini untuk makan Buni-buni yang melimpah ini, biasanya kami ambil Pepaya, Kecapi, Jambu Mete, atau buah Kemang yang pohonnya ada di ujung tanah pemakaman, tapi sayangnya mereka semua sedang tidak berbuah” ada jeda sebentar
“Maaf kalau kami mengganggu” lanjut Kelelawar.
“Ah, santai, nggak apa-apa” ujar Kopt merasa sungkan, karena ternyata Kelelawar yang wajahnya seram malah sopan.
Rupa Kelelawar yang menyeramkan memang lebih cocok jadi pemakan daging atau penghisap darah, yang berkawan dengan Drakula atau Vampir seperti dalam film yang cukup digandrungi, entah kenapa.
“Ternyata mereka baik” kata Kopt setelah bertatap wajah langsung dan terpaksa berkenalan dengan salah satu kelelawar yang datang dan pergi menggasak buah Buni.
“Iya, padahal wajah mereka seram, kwehehihihi”
“Baru kali ini aku bertemu anjing bisa terbang” kata Vleta dengan suara diseret.
Ibil menemani mereka, menerangi malam pertama dengan cahaya berwarna orange, biru dan merah yang berpendar halus dari tubuhnya, yang menyusup masuk melalui celah-celah ranting dan dedaunan. Terang, pemandangan di puncak pohon buni menjadi terang, meski bulan masih tertutup tipisnya awan hitam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H